(38) Memulai hidup baru.

203 20 0
                                    

Sore pun tiba...

Pukul 16.30 WIB.

Saat itu, aku dan Kak Abi berpamitan pada Mama dan Papa untuk pergi. Kak Abi telah menyiapkan rumah untuk aku tinggal bersamanya.

"Hati-hati ya, nak," ujar Mama sambil menangis haru melepas kepergianku bersama Kak Abi.

Kak Abi pun bersalaman dengan Mama dan Papaku.

"Mama, Papa, jangan khawatir. Abi akan menjaga Alesha sebisa mungkin. InsyaAllah, kami juga akan sering berkunjung ke sini. Atau, kalau Papa dan Mama rindu, nginap aja di rumah kami."

"Iya, Ma, Pa," sahutku. Lalu, akupun memeluk Mama dan menangis haru.

Dan papaku saat itu memeluk Kak Abi. Ia menangis pada saat itu, jujur baru kali ini aku melihat Papa menangis.

"Papa percaya kepadamu. Semoga kamu bisa menjaga kepercayaan yang Papa berikan padamu, nak. Jika Alesha berbuat salah, tegur saja dia, tetapi tetap tegurlah dia dengan kelembutan dan ajari dia hal yang benar. Nak, engkau adalah pemimpin di dalam sebuah rumah tangga. Maka dari itu, bangunlah rumah tanggamu dengan iman kepada Allah. Jadikanlah keluarga kecilmu itu keluarga yang paham akan Agama, agar rumah tangga kalian tetap terjaga atas iman karena Allah," ucap Papa.

Sambil menangis, Kak Abi menjawab perkataan Papa, "Baik, Pa. Terimakasih atas kepercayaannya. Abi akan berusaha menjaga amanah. Abi akan berusaha menjadi sebaik-baiknya suami bagi Alesha."

Lalu, ibu dan ayahnya Kak Abi ikut berpamitan dengan Mama dan Papa ku. Saat itu, ibu dan ayahnya Kak Abi ikut mengantarkan kami.

Kemudian, kamipun menaiki mobil pengantin. Ibu dan ayah Kak Abi mengiringi kami dengan mobilnya sendiri. Dan mobil pun berjalan. Saat di dalam mobil, aku sangat gugup.

"Aduh, kenapa Kak Abi hanya diam aja?" gumamku dalam hati.

Akupun menoleh ke arah Kak Abi seolah hatiku berkata, "MasyaAllah, tampannya suamiku ini. Sekarang, ketika aku memandang wajahnya, tidak lagi bermasalah karena dia sudah halal bagiku." Saat itu, aku tersenyum-senyum sendiri. Saat di mobil.

Kak Abi terus saja memandang ke arah depan, fokus menyetir mobil.

"Aaa, kenapa dia tidak menegurku, bahkan melihatku saja tidak," ujarku dalam hati.

Selama di perjalanan, Kak Abi hanya diam.

Tak lama kemudian, kami pun sampai. Aku melihat sekitar rumahnya dan terkesima. Rumahnya memiliki desain minimalis yang elegan, dengan kebun yang terletak di sampingnya dan masih banyak pepohonan yang memberikan kesan segar. Sepertinya rumahnya memang baru saja dibangun.

"Alesha, kita tinggal di sini ya. Maaf jika rumahnya tak sesuai dengan yang kamu harapkan," ucap Kak Abi.

"Iyahh Kak, gapapa kok. Ini Rumahnya  cantikk bangett," jawabku dengan antusias.

Kak Abi pun membawakan koperku ke dalam rumah. Saat itu, ibunya Kak Abi masuk ke dalam rumah dan menemaniku. Di dalam rumahnya terlihat sangat cantik dan rapi.

"MasyaAllah, rumahnya cantik banget," gumamku dalam hati.

"Nak, ini adalah rumah suamimu yang dibangun setahun yang lalu. Pas Umi tanya kenapa belum ditempati, Abi bilang dia ingin pertama kali menempati rumah ini bersama istrinya," ujar ibunya Kak Abi dengan senyum hangat.

Wahh, MasyaAllah,"  ujarku tersipu malu. Perasaanku saat itu campur aduk.

Aku merasa sangat terharu mendengar kata-kata tersebut. Kak Abi telah merencanakan dan membangun rumah ini dengan harapan untuk menghuni bersama pasangannya. Rasanya begitu istimewa dan penuh makna bahwa ternyata akulah yang menjadi orang pertama yang menempati rumah ini sebagai istrinya.

"Wah, MasyaAllah," ucapku tersenyum malu.

"Nak, Ibu ada sedikit pesan untukmu. Jika kelak ada masalah dengan Abi, tolong diselesaikan dengan baik. Jadilah penenang ketika dia sedang marah. Umi percaya bahwa kamu bisa menjadi istri sholeha baginya. Namun, ada satu hal yang ingin Umi sampaikan, bahwa Abi ketika marah, dia hanya diam saja dan itu hanya sebentar," ucap Ibunya Kak Abi.

"Iya, Ma.  InsyaAllah, Alesha akan berusaha menjadi istri yang sholeha bagi Kak Abi," jawabku.

"Panggil aja Umi ya, sayang," ucap Umi, Ibunya Kak Abi, yang sekarang menjadi ibu mertuaku.

"Siap, Umi," kataku sambil tersenyum.

Ibu mertuaku sangat baik kepadaku. Dia menggiringku untuk melihat kamarku dan Kak Abi. Ketika sampai di sana, aku melihat kamar tersebut begitu cantik, sudah dihias dengan sedemikian rupa, seperti kamar pengantin pada umumnya.

"MasyaAllah, hiasannya cantik sekali," gumamku dalam hati.

Tak lama setelah itu, Ayah dan Ibu mertuaku berpamitan untuk pulang. Mereka terlihat sangat sayang padaku, Saat itu, mertuaku pulang dari rumah kami sekitar pukul 17.30 WIB.

Setelah mertuaku pulang, aku pergi ke kamar mandi bersih-bersih. Setelah selesai, aku keluar dari kamar mandi dan mulai mencari Kak Abi ke mana-mana, namun tidak berhasil menemukannya. Satu-satunya tempat yang belum kukunjungi adalah kamar kami. Saat itu aku masih memakai pakaian Syar'i dan cadarku.

Akhirnya, aku menuju ke kamar. Saat aku tiba di sana, aku melihat Kak Abi sedang berada di dalam, ia telah melepas kemejanya. Melihat kehadiranku di depan kamar, dia menatapku dan mendekatiku. Aku merasa sangat gugup saat itu, hatiku berdebar kencang.

"Alesha, ayo siap-siap," ajak Kak Abi.

"Iya, Kak. Maksudnya?" tanyaku dengan gugup.

"Ambil wudhu, kita sholat. Bentar lagi mau adzan Maghrib," ajak Kak Abi dengan tersenyum. Dia terlihat sangat tampan setelah berwudhu.

"Ouw, baik, Kak," ucapku dengan pipi yang memerah.

Lalu, kamipun sholat Maghrib berjamaah. Setelah sholat, kami berdoa. Saat itu, aku berdoa, "Ya Rabb, terima kasih karena Engkau telah mengabulkan doaku selama ini. Semoga aku dan Kak Abi bersama hingga Jannah. Aamiin."

Hijrahku karna-Nya Bukan Karnamu [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang