Kak Abi pun datang menghampiriku.
"Kamu gapapa?" tanya Kak Abi.
"Gapapa, Kak. Makasih ya sebelumnya, untung ada Kakak tadi," ucapku.
"Iya, lain kali kamu jangan sendirian," ucap Kak Abi.
Akupun berkata dalam hati, "Hem, sebenarnya aku pengennya berdua sama Kakak. Astagfirullah, berkhalwat Alesha!"
Akupun tersadar dari lamunanku.
"Iya, Kak. Tadi sebenarnya Lesha gak sendirian. Ada orang kok di sini, tapi mereka kayaknya udah pulang duluan," ucapku.
Kak Abi pun menyodorkan hpnnya kepadaku.
"Ini, coba save nomor kamu di hp Kaka," lalu Kak Abi menyodorkan hpnnya padaku.
Akupun mengetik nomorku di hp Kak Abi.
"Disini itu rawan, apalagi kamu wanita, bahaya kalau jalan sendiri." jelas Kak Abi.
"Hem, iya Ka."
"Emangnya, tadi kamu ngapain kesini." tanya Kak Abi.
"Cuma mau baca buku aja kak, baca buku di sini enak lebih tenang."
"Nanti kapan-kapan kamu boleh hubungin nomor Kaka kalau mau baca buku disini." ucap Kak Abi.
"Buat apa kak." Jawabku dengan bertanya-tanya, aku tak mengerti apa yang di maksud oleh Kak Abi.
"Kalo ada apa-apa, bisa hubungi Kaka," ucap Kak Abi.
"Beneran, Kak?" tanyaku.
"Iya," jawab Kak Abi.
Selama mengobrol, tentu saja kami berjarak.
Aku sangat bahagia kala itu, tak bisa dibayangkan kebahagiaanku pada saat itu. Namun aku mencoba untuk bersikap cool di depan Kak Abi.
"Sebagai Ukhty-ukhty, aku harus bisa menjaga sikap, tenang, dan biasa saja. Kalau aku senyum-senyum dan kegirangan, nanti ketahuan dong aku suka sama Kak Abi," ucapku dalam hati.
"Kaka habis dari mana tadi?" tanyaku pada Kak Abi.
"Kaka tadi habis dari j-j-s,"
"Apa tuh, Kak? J-j-s?"
"Iya, jalan-jalan santai. Terus tadi Kakak lihat ada akhwat yang teriak-teriak, lalu Kakak samperin deh," ucap Kak Abi.
"Dua kali lho, ketemu akhwat itu di tempat ini, dan pertemuannya dengan kesan yang sama, yaitu pas akhwat itu lagi teriak-teriak," ucap Kak Abi lagi.
"Nampaknya Kak Abi lagi ngomongin tentang aku nih," ucapku berkata dalam hati, merasa tersindir.
"Hehe," akupun tertawa kecil.
"Sepertinya langit mulai mendung, ayo kita pulang," ucap Kak Abi.
Dan kami pun pulang. Seperti biasa, Kak Abi berjalan di belakangku. Selama di perjalanan, kami pun ngobrol.
"Kak, Lesha mau tanya deh, jika Allah telah menyiapkan jodohnya masing-masing untuk hambanya, lalu kenapa Allah membuat kita jatuh cinta pada orang yang salah?" tanyaku pada Kak Abi sambil berjalan.
Kak Abi pun menjawab, "Bukankah hidup ini adalah ujian? Mungkin itu adalah suatu bentuk ujian dari Allah, ujian untuk melawan hawa nafsu. Jika saja sejak lahir Allah langsung mempertemukan kita dengan jodoh kita, maka kita tidak akan belajar tentang bagaimana mengikhlaskan, menanti dalam taat, dan bagaimana nikmatnya bersabar."
"Maaf ya, Ka, kalau Ka Abi sekarang sudah punya calon belum?" tanyaku serius.
"Ada, namun untuk saat ini Kaka belum bisa melamar wanita itu, dan wanita itu juga tidak tau kalo Kaka ada niatan untuk menikahinya," jawab Kak Abi.
"Oh ya, jadi Ka Abi sekarang lagi suka diam-diam sama akhwat itu?" tanyaku dengan raut wajah yang sedih.
"Iya," jawab Kak Abi.
"Dia orangnya gimana Ka? Sampai bisa membuat Kaka jatuh hati padanya?"
"InsyaAllah dia adalah wanita yang sholeha, dia berbeda dari kebanyakan wanita lain," jawab Kak Abi.
Akupun semakin sedih kala itu, mendengar Kak Abi membicarakan wanita yang ia cintai di hadapanku.
Walaupun aku merasa kecewa dan sedih, aku tetap bertanya pada Kak Abi, "Lalu apa alasan Kakak belum bisa melamar akhwat itu?"
"Seminggu lagi, Kakak akan berangkat ke Mesir. Kakak mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan tinggi di sana," ujar Kak Abi.
"Beruntung sekali wanita itu," gumamku dalam hati.
Saat itu, mataku berkaca-kaca karena aku tahu Kak Abi ingin pergi.
"Wah, Alhamdulillah dong Kak. Berapa lama Kakak akan kuliah di sana?" tanyaku dengan ekspresi sedih di wajahku.
Saat itu, Kak Abi tak menyadari betapa sedihnya aku mendengar kabar ini. Kami terus berbicara sambil berjalan, dengan Kak Abi berada di belakangku dan kami memandang ke depan.
"Sekitar 3 tahun," ucap Kak Abi.
Air mataku mengalir saat itu.
Ya, meskipun Kak Abi menyukai wanita lain, tetapi aku tetap merasa sedih saat mengetahui Kak Abi ingin pergi ke Mesir.
Aku mengusap air mataku.
"Oh, lama sekali ya, Kak," ucapku.
"Iya," jawab Kak Abi.
"Apa Kakak tidak takut wanita itu diambil oleh orang lain?" tanyaku.
"Kakak percaya bahwa apa yang telah ditakdirkan untukmu, sejauh apapun jarak memisahkan, akan kembali padamu," ujar Kak Abi.
Dan aku hanya bisa terdiam saat itu, merasa sangat sedih hingga tak bisa mengucapkan kata-kata.
Aku menatap langit.
"Langit sedang mendung, sama seperti perasaanku saat ini," gumamku dalam hati.
Tak lama dari itu kami pun sampai di depan rumahku.
"Kaka pamit ya.
Assalamu'alaikum." ucap Kak Abi."Iya kak hati-hati ya." ucapku.
"Iya" sahut Kak Abi.
Kak Abi pun berjalan, pulang kerumahnya.
Akupun tak masuk kerumah melainkan masih melihat Kak Abi berjalan.
"Ya Rabb, jika ada ke ajaiban maka izinkanlah aku menjadi jodohnya Kak Abi." ucapku dalam hati sambil melihat Kak Abi yang berjalan sudah agak jauh.
Bersambung....
KAMU SEDANG MEMBACA
Hijrahku karna-Nya Bukan Karnamu [End]
Teen Fiction~Alesha Khumairah Setiap kita yang sudah berhijrah tentu punya alasan di balik hijrahnya. Apapun itu, jadikanlah Allah yang utama sebagai alasan di balik hijrahmu, agar hatimu tidak kecewa nantinya. ~Muhammad Abi Ghazali Jika engkau mencintai seoran...