(29) Hari bahagianya.

154 18 6
                                    

Satu minggu kemudian... Minggu, pukul 08.00 WIB

Tibalah saatnya hari pernikahan Mbak Nisa. Mbak Nisa terlihat begitu cantik dengan balutan gamis putih pengantin dan mahkota di atas kepala.

"MasyaAllah," ujarku dalam hati.

"Hey, Al?" tegur Sinta.

"Eh, iya, kenapa, ta?" tanyaku.

"Berdoalah pada saat-saat akad nikahnya nanti," ujar Sinta.

"Kenapa?" tanyaku.

"Karena itu adalah saat-saat yang sakral pada saat proses akad nikah. Akan banyak malaikat yang turun menjadi saksi, meng-Aamiinkan, dan sekaligus mendoakan mempelai. Maka dari itu, kita di anjurkan untuk berdoa," jelas Sinta.

"Ouwh iya-iya, makasih ya infonya," jawabku.

Tak lama dari itu, akad nikah pun di mulai.

Wali: "Saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan anak perempuanku yang bernama Annisa Hafizah binti Syaiful Anwar, dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."

Pada saat-saat itu, aku berdoa, "Ya Rabb, semoga aku segera bertemu dengan jodohku. Pertemukanlah kami pada saat yang tepat, saat kami sudah benar-benar siap, agar kami tidak terjebak dalam cinta yang salah. Dan kelak, jika kami dipersatukan, semoga kami bisa saling mencintai karena-Mu. Aamiin."

Lanjut mempelai pria menjawab, "Saya terima nikah dan kawinnya, Anisa Hafizah binti Syaiful Anwar, putri Bapak, untuk saya sendiri dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."

Penghulu: "Bagaimana para saksi? Sahh?"

Para saksi menjawab serentak, "Sahh."

Seketika suasana berubah menjadi haru.

Setelah akad nikah, Mbak Nisa bersalam-salaman bersama orang tua dan keluarganya, serta kami yang sudah seperti keluarganya.

Mbak Nisa bersalaman dengan keluarganya. Dan Mbak Nisa pun bersalaman denganku, sambil memelukku sambil menangis haru.

"Selamat ya, Mbak. Semoga menjadi keluarga yang Sakinah, Mawaddah, Warahmah," ucapku sambil memeluk Mbak Nisa. Akupun juga ikut menangis haru.

"Iya, sayang. Terimakasih ya," jawab Mbak Nisa.

Dan setelah sesi salam-salaman, kami pun beralih ke sesi foto-foto. Kami pun foto-foto. Mbak Nisa pun menggodaku pada saat itu.

"Alesha, sama Rere kapan nih nyusul?" goda Mbak Nisa.

"Iya, nih tinggal Alesha sama Rere yang belum nikah," sahut Sinta.

"Haha, ga sabar ya nunggu mereka nikah," timpal Yuna.

"Jodoh aja belum ada tanda-tanda mau muncul, doain aja ya gaes" jawabku.

"Hehe, iya, doain aja kami karena kami juga gak tau masih menjadi misteri," timpal Rere.

Sinta dan Yuna tahun lalu sudah menikah. Mereka menikah berjarak, satu bulan setelah Sinta menikah, lalu Yuna pun menikah. Skenario Allah memang kita gak ada yang tau. Teman-temanku termasuk menikah muda. Tinggal aku dan Rere yang belum, Namun aku percaya Allah sudah mengatur jodoh kami, kami hanya menunggu waktu yang tepat.

Dan setelah sesi foto-foto, kami pun makan-makan. Kami sengaja foto-foto duluan karena nanti akan ramai yang ingin berfoto jika kami tidak duluan.

Setelah itu, Akupun berpamitan untuk pulang.

....

Sesampainya aku di depan rumah, aku melihat Gavin yang sedang bermain basket. Lalu ia menegurku, "Eh, Al, habis dari mana?"

"Habis dari kondangan," jawabku.

"Ngondangin mulu, ngundangnya kapan?" ledek Gavin.

"Ngeledek, padahal situ juga jomblo," jawabku.

Lalu akupun berjalan masuk ke rumah.

"Eh, Al," teriak Gavin padaku.

Akupun berbalik.

"Ya, kenapa?" tanyaku.

"Hari ini kamu cantik," ujar Gavin memuji.

"Alah, palingan juga tapi boong," balasku.

"Kali ini aku serius,"

Akupun nampak salah tingkah.

"Lesha aja pake cadar," jawabku.

"Iyahh, cadarnya yang cantik," lalu Gavin pun tertawa-tawa.

"Eh, Al, aku mau ngomong sesuatu," ujar Gavin menahanku untuk masuk ke dalam rumah.

"Ngomong apa?" tanyaku.

"Aku mau jujur, sesungguhnya aku..." ujar Gavin tak selesai.

"Ayo Gavin, bilang aja," tanyaku penasaran.

"Sesungguhnya aku mau bicara sesuatu, sesuatu itu sangat menyanggal di hatiku, namun sepertinya aku belum siap untuk bicara sekarang," ucap Gavin.

"Ana tunggu waktu itu," ucapku lalu masuk ke dalam rumah.

Gavin pun hanya diam, melihatku masuk ke dalam rumah.

Ketika aku masuk ke dalam rumah...

"Kira-kira Gavin mau bilang apa ya? Ah, sudahlah," ujarku bertanya dalam hati.

-Skipp-

15.00 WIB.

Akupun bersantai di ruang tamu.

"Aku mau melihat foto-foto tadi, ahh kayaknya bagus,"

Akupun membuka galeri foto.

Sambil melihat foto-foto itu, aku berkata, "Waktu cepat sekali berlalu, tak terasa sekarang semuanya telah berubah. Hem, kini sudah 4 tahun berlalu semenjak kepergiannya, namun dia tetap tak memberi kabar sama sekali padaku. Mungkin mataku bisa melupakan siapa yang ia lihat. Namun hati? Hatiku tak bisa melupa tentang siapa yang ia cintai."

"Aku selalu menanti-nanti hari bahagiaku bersamanya, padahal seharusnya jodohku lah yang seharusnya ku nanti, karena dia belum tentu menjadi jodohku."

Air mataku pun perlahan-lahan menetes, membasahi pipiku.

"Jika difikir-fikir, lucu ya aku dulu, mengharapkan seseorang untuk kembali, padahal seseorang itu tidak ingin kembali. Ya, walaupun aku tak tahu hal yang sebenarnya, tapi ada satu hal yang aku tahu. Jika dia benar-benar ingin kembali, tentu dia akan kembali dan menepati perkataannya. Tapi nyatanya... Aahh sudahlah, mungkin dia sudah menikah dengan akhwat pilihan Mamanya, dia juga gak mungkin kembali ke Indonesia, orang tuanya aja udah pindah dari indonesia," ucapku dalam hati.

Lalu akupun menghapus air mataku dan mencoba untuk tersenyum.

Hijrahku karna-Nya Bukan Karnamu [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang