"Gavin?" ujarku.
Aku melihat Gavin yang memayungiku, sempat beberapa detik kami saling pandang. Akupun langsung menundukkan pandanganku, dan Gavin pun mengalihkan pandangannya.
Gavin berbicara padaku, namun aku hanya bisa mendengar samar-samar suaranya karena suara hujan yang sangat deras. Namun, aku mengetahui apa yang ia katakan melalui gerakan mulutnya.
"Ayo pulang, udah mau Maghrib masih hujan-hujanan aja, ntar masuk angin, Lesha!" teriak Gavin.
"Engga mauuuuu!" bantahku.
"Hujanpun sedikit mereda, suara rintikkanpun mulai mengecil.
"Kalo gamau, nanti aku gendong paksa!" ancam Gavin.
"Apasih Vin, bukan mahrom tau!!" balasku teriak.
"Makanya, ayo pulang kalo gak mau aku gendong paksa!" teriak Gavin.
"Gamau, Gavin!" balasku teriak.
"Oh gitu mau dipaksa nih, aku gendong kamu yaa!" Gavin mulai mendekat.
"Awas aja kalo berani deket!" ancamku.
Gavin terus saja mendekat, tanpa menghiraukan perkataanku.
Dan ketika Gavin mulai sedikit lagi menyentuhku, akupun berlari, Gavin pun ikut berlari mengejarku.
Namun, seketika suasana berubah, aku malah tertawa melihat tingkah laku konyol Gavin yang mengejarku.
"Alesha, aku tahu iman di dalam dirimu lebih besar daripada egomu sendiri," ujar Gavin dalam hati sembari mengejar Alesha.
"Gavin, terima kasih ya kamu sudah ada untukku selama ini. Aku yakin kamu tidak akan mungkin mau menyentuhku, aku yakin itu hanya gertakmu saja," ujarku dalam hati.
Dan tak lama dari itu, tak terasa kamipun sampai di depan rumah, sambil tertawa-tawa. Ketika kami sampai, hujan sudah reda, sisa sedikit rintik-rintik saja.
"Udahlah, jangan sedih lagi, kamu tau gak? Pada saat kamu sedih untuk seseorang yang tidak mencintaimu, di sisi lain ada yang bersedih melihat itu," ujar Gavin.
"Siapa?" tanyaku.
"Orang yang mencintaimu."
"Siapa yang mencintaiku?"
Sesaat Gavin terdiam lalu berkata dengan gugup, "Orang tuamu, Lesha!"
"Orang tua aja? Kamu enggak?" balasku dengan bercanda.
Seketika, ekspresi Gavin berubah menjadi tersipu malu.
"Haha, dah ya Vin, Lesha mau masuk dulu! Assalamu'alaikum."
Akupun berjalan masuk ke rumah. Sebelum mengetuk pintu, aku melihat ke arah Gavin. Saat itu, Gavin masih terdiam melamun dengan ekspresi tersipu.
"Tok, tok, tok." suara ketukan pintu terdengar.
Pintu pun dibuka, akupun masuk ke dalam rumah.
-Skipp-
20:30 WIB
Akupun duduk di teras rumah. Gavin pun keluar dari rumahnya dan duduk di teras rumahnya. Gavin tak menegurku. Akupun hanya diam saja.
Lalu aku inisiatif berkata, "Bismillah, Lesha akan melupakannya, karena Lesha sadar ada yang salah dalam hijrah Lesha, seharusnya Lesha berhijrah hanya untuk mendapatkan cinta Allah, bukan untuk mendapatkan cinta manusia."
"MasyaAllah, InsyaAllah, kamu bisa!" sahut Gavin.
"Makasih ya Gavin." ujarku.
"Makasih untuk apa?" tanya Gavin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hijrahku karna-Nya Bukan Karnamu [End]
Teen Fiction~Alesha Khumairah Setiap kita yang sudah berhijrah tentu punya alasan di balik hijrahnya. Apapun itu, jadikanlah Allah yang utama sebagai alasan di balik hijrahmu, agar hatimu tidak kecewa nantinya. ~Muhammad Abi Ghazali Jika engkau mencintai seoran...