(21) Perasaan yang terungkap.

169 16 10
                                    

Isi dari surat itu,

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Nona, izinkan aku untuk mengungkapkan isi hatiku padamu. Selama ini, aku telah menyimpannya dengan rahasia, hanya Allah dan aku yang mengetahuinya.

Entah apa pun reaksimu setelah membaca tulisan ini, aku tidak mempermasalahkannya. Yang terpenting, aku merasa lega karena berhasil mengurangi beban di hatiku.

Sejak awal aku melihatmu di parkiran masjid, pandangan mataku tidak dapat berpaling darimu. Saat itu, engkau terlihat sangat cantik dengan abaya hitam dan hijab syar'i yang engkau kenakan. Namun, ketika pandanganmu jatuh pada diriku, aku hanya bisa merasa canggung dan menunduk.

Lalu, Siska memperkenalkan kita dan aku mengetahui namamu. Namamu begitu indah, dan aku merasa ada ketertarikan kepadamu sejak pertemuan itu. Namun, aku terus saja menyangkal bahwa itu hanya perasaan sesaat.

Kemudian, pada pertemuan kedua di perpustakaan, aku terkejut ketika melihatmu tidak mengenakan hijab. Aku merasa ingin mencari cara untuk berkomunikasi denganmu, tetapi aku tidak tahu bagaimana melakukannya. Namun, kemudian aku mendapatkan ide untuk berkomunikasi denganmu melalui buku.

Ingatkah Nona buku yang ku pinjamkan di perpustakaan kala itu? Sebenarnya, itu adalah buku karanganku. Namun, aku menyembunyikan identitasku sebagai penulisnya. Buku yang sebenarnya ingin engkau ambil pada saat itu adalah buku karangan orang lain. Tetapi, karena merasa bahwa isi buku milikku lebih cocok untukmu, aku menukarnya.

Setelah kejadian itu, kita sering bertemu dalam kegiatan-kegiatan yang positif, dan aku semakin melihat perubahan positif dalam dirimu dari hari ke hari. Aku semakin kagum padamu.

Sebelumnya, Siska memberitahuku sedikit tentang dirimu, keluargamu, dan masa lalumu. Informasi tersebut membuatku semakin kagum dan bangga padamu.

Dan seiring berjalannya waktu, perasaanku semakin tumbuh untukmu, Nona.

Aku hanyalah seorang manusia biasa yang tidak bisa menghindari jatuh cinta. Namun, aku sadar bahwa jika cinta itu dibawa ke jalan yang benar, maka cinta itu akan menjadi berkah. Namun, jika cinta itu dibawa ke jalan yang salah, maka cinta itu akan menjadi fitnah.

Untuk saat ini, aku ingin membawa cinta ini dalam doa terlebih dahulu. Aku menyadari bahwa saat ini aku belum bisa menghalalkanmu. Aku harus menyelesaikan pendidikanku terlebih dahulu.

Tahukah Nona? Aku selalu berdoa agar Alesha Khumayra menjadi jodohku kelak. Aku berharap bahwa Alesha juga menginginkan hal yang sama, menjadi pendamping yang menyempurnakan separuh agamaku.

Jika engkau bersedia, maka tunggulah aku kembali untuk menghalalkanmu. Namun, jika tidak, aku tidak akan pernah menyesali keputusanku untuk menulis surat ini.

Nona, izinkan aku menghalalkanmu nanti setelah menyelesaikan pendidikanku dan setelah aku kembali dari Mesir. Saat ini, biarlah kita saling memantaskan diri terlebih dahulu hingga waktunya tiba.

Namun, jika dalam penantianmu engkau menemukan seorang lelaki yang siap melamarmu, yang memiliki agama dan akhlak yang baik, dan jika engkau juga menyukainya, maka terimalah. Aku akan melepasmu dengan ikhlas, karena aku percaya bahwa apa yang telah ditakdirkan untukku tidak akan pernah melewatiku.

From: M. Abi Ghazali
To: Alesha Khumayra
_

Aku membaca surat itu dengan terharu. Aku tak menyangka bahwa akhwat yang diidam-idamkan oleh Kak Abi ternyata adalah aku. Dia selalu menceritakan tentang akhwat yang ia sukai kepadaku, dan ternyata akhwat itu adalah aku.

Saking terharunya, aku pun meneteskan air mata. Air mata bahagia karena mengetahui Kak Abi memiliki perasaan yang sama kepadaku.

Tak lama sesudah itu, adzan subuh pun berkumandang. Aku pun melakukan sholat. Setelah sholat, aku bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah.

"Hari ini, aku akan jemput Siska buat berangkat ke sekolah bareng. Kan rumah Siska dekat sama rumah Kak Abi. Aku ingin sekali melihat Kak Abi untuk yang terakhir kali sebelum ia berangkat. Aku harus lebih awal ke rumah Siska agar bisa melihat Kak Abi," ujarku sambil bercermin.

Dan tak lama setelah itu, aku selesai bersiap-siap. Aku melihat jam dan ternyata sudah pukul 05.30 WIB.

"Ma, Pa, Alesha berangkat sekolah dulu ya. Assalamu'alaikum," teriakku.

"Aleshaaaaa, tunggu!!" teriak Mama.

Akupun menunggu Mama yang berjalan dari dapur ke ruang tamu untuk berbicara padaku.

"Alesha, pokoknya kamu harus makan dulu! Kalau gak mau, gak boleh berangkat," tegas Mama.

"Ok, lah," setujuku dengan terpaksa.

Akhirnya, akupun ke meja makan untuk makan, aku makan sedikit, setelah selesai makan, aku melihat jam dan ternyata sekarang sudah pukul 05.35 WIB. Akupun berpamitan kepada Mama untuk berangkat sekolah.

Dan akupun berlari menuju rumah Siska. Sesampai di depan rumah Siska, aku melihat rumah Kak Abi karena rumah Kak Abi tepat berada di sebelah rumah Siska. Aku melihat rumah Kak Abi begitu sepi, tidak ada kendaraan yang berparkiran di halaman rumahnya.

"Yah, kayaknya udah pergi," lirihku dengan lesu.

"Alesha, kamu juga sih kelamaan tadi,"
akupun menyalahkan diriku sendiri secara terus menerus.

Lalu, akupun mengetuk pintu rumah Siska.

Tokk, tok, tok.

"Iya sebentar," teriak seorang wanita.

Dan seseorang pun membuka pintu.

"Eh, Alesha, pagi banget kesini. Mau jemput Siska ya?" tanya Mama Siska.

Akupun menjawab, "Iya, Tante. Siska-nya udah siap?"

"Bentar ya, tante panggil,"

"Siskaaa, ada temen kamu yang jemput!" teriak Mama Siska.

"Iya, Ma," jawab Siska.

Siska pun keluar karena Mamanya memanggilnya.

"Eh, Alesha, tumben kok lo jemput gue," tanya Siska.

"Iya, gak apa-apa, pengen aja. Yaudah, ayo berangkat," ajakku.

"Bentar ya, aku ambil tas dulu," ujar Siska.

[Skipp]

Aku dan Siska pun berjalan ke sekolah. Saat di perjalanan, kami mengobrol.

"Sis?" panggilku.

"Iya, Al? Gue tau nih kayaknya lo mau tanya soal Kak Abi kan?" sahut Siska.

"Hehe, kok kamu tau sih?"

"Yaiyalah, soalnya tumben banget lo jemput gue kalo gak ada apa-apa,"

"Hehehe," akupun tertawa tidak enak.

"Kak Abi udah berangkat tadi subuh-subuh," ujar Siska.

"Hmm, iya," raut wajahku seketika langsung berubah menjadi sedih.

"Jangan sedih, Al. Seharusnya lo bahagia dong. Kan kalo Kak Abi pergi, lo bisa lebih mudah ngelupainnya,"

"Hmm, aku gak mau ngelupain Ka Abi, Sis," ucapku dengan suara yang kecil.

"Apa?" tanya Siska mendengar samar-samar suaraku.

"Nggak,lupain. Anggap aja angin lewat. Yaudah, yuk cepet lari, nanti pagar sekolah keburu dikunci,"

"Hmm, iya deh,"

Aku dan Siska pun berlarian menuju sekolah.

Bersambung....

Hijrahku karna-Nya Bukan Karnamu [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang