(28) Undangan pernikahan.

148 19 6
                                    

"Keesokan harinya, pukul 14.00 WIB, saat itu aku sedang tidur siang. Tiba-tiba, hpku berbunyi."

"Ah, palingan juga nomor nyasar," kataku menghiraukan suara telepon.

Hpku terus saja berbunyi hingga akhirnya aku melihat hpku, dan ternyata itu adalah video call dari Grup "Sahabat Lillah".

Akupun menerima video call-nya,

"Assalamu'alaikum," sapa Mbak Nisa dengan senyum cerah, sambil melambaikan tangan.

Rere, Sinta, dan juga Yuna turut bergabung dengan salam yang sama, wajah-wajah mereka tampak ceria, kecuali Rere terlihat tidak bersemangat.

"Wa'alaikumussalam," jawabku sambil tersenyum dengan wajah yang masih ngantuk, namun tetap menyambut mereka dengan hangat.

Saat itu, kami tidak ada yang memakai cadar karena video call kami hanya melibatkan kami yang semuanya perempuan. Sebelumnya, kami sudah saling mengenal wajah masing-masing.

"Alesha, habis bangun tidur ya?" tanya Yuna.

"Iya tuh," sahut Sinta.

"Haha," Mbak Nisa tertawa.

Rere hanya tersenyum kala itu.

"Iya, hehe," jawabku cengengesan.

"Hmm, jadi begini, girls. Mbak ngumpulin kalian karena Mbak punya kabar bahagia yang ingin Mbak sampaikan," ujar Mbak Nisa, memancing rasa penasaran kami.

Kamipun bertanya-tanya pada Mbak Nisa tentang apa yang ingin ia sampaikan.

"Jadi semalam, ada seseorang yang datang bertamu ke rumah Mbak. Tujuannya adalah untuk melamar Mbak," jelas Mbak Nisa dengan senyuman bahagia.

"Wah, MasyaAllah, gak nyangka," sahutku dengan kaget. Tanpa ragu, aku segera bangkit dari tempat tidurku.

"Wah, Alhamdulillah ya, Mbak," ucap Rere dengan wajah penuh kebahagiaan, meskipun sebelumnya terlihat kurang bersemangat.

"MasyaAllah, selamat ya, Mbak," ucap Sinta sambil mengucapkan doa-doa terbaik untuk Mbak Nisa.

"MasyaAllah, tapi Mbak terima gak?" tanya Yuna dengan penuh harap, menanti jawaban Mbak Nisa.

"Mbak terima, dan minggu depan kami akan menikah. Kami memilih untuk melangsungkan pernikahan secara sederhana, dengan akad di masjid dan makan-makan di rumah," jawab Mbak Nisa dengan senyuman bahagia yang tak bisa disembunyikan.

Wah, selamat terharu bangett, huuu," ujarku dengan suara girang, merasakan kegembiraan yang terpancar dari setiap kata.

"Iya, Yuna juga terharu," timpal Yuna dengan senyum bahagia.

"Jangan lupa datang ya, sahabatku-sahabatku," ujar Mbak Nisa sambil menitipkan harapannya kepada kami, mengundang kami untuk hadir dalam pernikahannya.

"Siap, kalau boleh tahu, siapa Ikhwan yang akan menjadi suami Mbak?" tanya Rere.

"Dia adalah teman Mbak waktu SD. Mbak gak nyangka banget dia akan melamar Mbak," jawab Mbak Nisa.

"Wah, MasyaAllah kalau jodoh gak lari kemana," timpalku.

"Huaa, tambah terharu," ujar Sinta.

"Yaudah semua, Mbak izin pamit dulu ya. Ada urusan. Assalamu'alaikum," pamit Mbak Nisa.

"Iya, ok, Mbak. Wa'alaikumussalam," jawab kami serentak.

Lalu kamipun mengakhiri panggilan Videonya.

Setelah menelpon, akupun duduk di depan cermin.

"Aku kapan ya, jodoh aja belum ada tanda-tanda mau muncul," ujarku dalam hati dengan bersedih.

Hijrahku karna-Nya Bukan Karnamu [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang