Akupun membaca buku yang dipinjamkan oleh Kak Abi sewaktu di perpustakaan kemarin. Judul bukunya adalah "Reminder Muslimah". Dari buku itu, aku belajar banyak hal. Sebenarnya, aku malas membaca buku, namun karena buku itu dipinjamkan langsung oleh Ka Abi, akupun membacanya.
Ketika membacanya sedikit, akupun mulai ketagihan untuk membacanya sampai selesai.
Dan entah kenapa, setelah membaca tuntas buku itu, aku mulai tertarik untuk berhijrah. Ada quote di dalam buku itu yang membuatku merasa tertampar sekali.
"Wahai ukhty, jika engkau ingin mendapatkan suami yang sholeh, seharusnya engkau menyolehkan dirimu terlebih dahulu, karena jodohmu adalah cerminan dirimu! Jangan egois! Perbaikilah dirimu, maka Allah pun akan memperbaiki jodohmu."
Aku merasa tertampar sekali, lalu aku pun merenungi hal itu. Bagaimana bisa aku menginginkan seorang Abi yang baik agamanya, sedangkan diriku saja jauh dari kata sholeha? Bagaimana bisa aku menginginkan seorang Abi yang baik akhlaknya, sedangkan diriku ini masih awur-awuran?
Bagaimana bisa aku menginginkan seorang Abi yang pandai mengaji sedangkan diriku sendiri tidak bisa mengaji? Aku merasa sangat sedih karena, apakah mungkin aku bisa berjodoh dengan seorang Abi? Sedangkan aku jauh dari kata sholeha, meskipun aku sangat menyukainya. Selain karna wajahnya yang rupawan, akhlak dan tingkah lakunya juga menawan. Bagiku, dia adalah tipe calon suami yang ideal.
Namun, rasanya akan sangat egois jika aku mengharapkan jodoh yang baik sementara aku enggan memperbaiki diri. Melalui situasi ini, hatiku mulai tergerak untuk berubah, dan aku merasa semangat untuk memperbaiki diri.
Akhirnya, aku memutuskan untuk berhijrah. Motivasiku saat itu adalah ingin memperbaiki diri menjadi wanita yang sholeha agar bisa berjodoh dengan Kak Abi.
Hari demi hari berlalu, aku mulai mengubah segalanya dalam diriku. Secara perlahan, aku mengubah cara berpakaian dan gaya bicaraku. Aku mulai mengenakan hijab syar'i dan secara perlahan meninggalkan celana jeansku, menggantinya dengan gamis dan rok panjang. Aku juga merubah perilaku dan gaya bicaraku.
Aku mulai istiqomah dalam menjalankan shalat 5 waktu. Playlist laguku kuganti dengan murotal. Di media sosial, aku menghabiskan banyak waktu hanya untuk menonton konten dakwah. Aku juga sering menghadiri kajian-kajian agama. Dan yang tidak kalah penting, aku mulai belajar mengaji.
Hari-hari terus berlalu, aku terus memperbaiki diriku dan melanjutkan perjalanan hijrahku. Orangtuaku merasa senang dengan perubahan yang terjadi padaku. Teman-temanku merasa heran dengan perubahan yang begitu drastis.
"Ciee, udah jadi Ukhty ya!" ucap Nita sambil menggodaku.
"Emangnya, dulu Akhy?" jawabku dengan tersenyum.
"Iya juga, hehe..." jawab Nita.
"Dengar ya, Nita. 'Ukhty' bukanlah panggilan khusus untuk wanita yang paham agama saja. Sebenarnya, setiap wanita bisa dipanggil 'Ukhty' karena 'Ukhty' sendiri memiliki arti saudara perempuan!"
"Emm, iya-iya, gue salah. Gue diem," kata Nita dengan suara lemah.
Nita adalah teman sekolahku, dan bisa dibilang dia adalah salah satu temanku yang kaget melihat perubahan yang terjadi padaku.
"Al, emang lo beneran hijrah?" tanya Nita.
"Emang kenapa, Nit? Kamu ragu?" jawabku.
Tiba-tiba seseorang mengagetkan kami dari belakang, "Duaaarrrrrrr!" Ternyata itu adalah Siska.
"Eh, eh, eh, monyet," kata Nita.
"Astagfirullah!" ujarku kaget.
"Dasar ya lo, Siska! Ngagetin gue aja, awas ya ntar gue balas lo! Tunggu aja huaa, ga rela gue diginiin!" marah Nita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hijrahku karna-Nya Bukan Karnamu [End]
Teen Fiction~Alesha Khumairah Setiap kita yang sudah berhijrah tentu punya alasan di balik hijrahnya. Apapun itu, jadikanlah Allah yang utama sebagai alasan di balik hijrahmu, agar hatimu tidak kecewa nantinya. ~Muhammad Abi Ghazali Jika engkau mencintai seoran...