(05) Pengakuan kepada-Nya

299 40 0
                                    

Malam harinya.

Aku terbangun dari tidur. Hatiku gelisah tak menentu, lalu akupun melakukan sholat malam (tahajud). Setelah sholat, akupun berdoa sekaligus mencurahkan isi hatiku,

"Ya Rabb, nampaknya hambamu ini sedang jatuh cinta. Cinta yang membuat jantungku berdetak kencang saat melihatnya. Cinta yang membuatku selalu terbayang akan dirinya. Cinta yang membuat hatiku bahagia saatku mendengar namanya. Cinta yang membuatku ingin selalu dekat dengan-Mu, ya Rabb. Cinta yang membuatku semangat untuk memperbaiki diri."

"Ya Rabb, apakah ini pertanda jodoh dari-Mu?"

"Ya Rabb, jika jodoh adalah cerminan diri, maka aku sedang berusaha memperbaiki diriku."

"Ya Rabb, permudahlah jalan hijrah hambamu ini. Aamiin, Allahumma Aamiin," lirihku dalam doa.

Kala itu suasananya begitu sunyi, disertai dengan hujan yang sangat lebat dan gemuruh. Aku berdoa dengan sungguh-sungguh, hingga tanpa aku sadari, air mataku jatuh menetes membasahi mukenahku.

Dan malam itu, aku menghabiskan waktu dengan bercurhat kepada Rabbku.

...

Keesokan paginya...

Pukul 07:00 WIB

"Woow, wanginya??" ucap Mama sambil mencium aroma masakan yang sedap.

"Iya, Ma. Tumben banget pagi-pagi gini ada yang masak?" ujar Nanda, adik perempuanku yang berusia 10 tahun.

Mereka berjalan menuju meja makan.

"Ehem, ehem," sindir Mama.

"Tumben nih, pagi-pagi gini Kaka masak. Biasanya juga masih molor kalau weekend gini, karena begadang semaleman main game!" ucap Nanda.

"Eh, enak aja kamu, Dek! Kan Kakak sudah bilang sama kalian, kalau Kakak ingin berubah menjadi wanita yang sholeha!"

"Tuh, Nanda, lihat! Kaka kamu sudah berubah. Bagus itu, jadi anak yang sholeha!" ujar Mama memujiku.

"Iya, Ma, Nda, ayo langsung dicobain makanannya?!" ajakku.

Pagi ini aku memasak nasi goreng dan telur dadar, serta tak lupa aku membuatkan teh hangat sebagai temannya nasi goreng.

"Oh iya, yang lain mana ya?" tanyaku.

"Biasa kalo Kak Reza masih tidur pagi-pagi gini. Kalau Papa tadi pagi-pagi sudah pergi, katanya ada kerjaan," jawab Mama.

"Huft, ga sholat subuh tuh kayaknya Kak Reza," ujarku dengan nada sedih.

"Ya gitulah, Kak Reza!" timpal Nanda.

Begitulah, keadaan keluargaku. Yang biasa-biasa saja dalam beragama. Bahkan sholat yang wajib pun masih sering ditinggalkan.

"Udah, yuk, kita coba makanannya," ajak Mama mengalihkan pembicaraan.

Mama dan Nanda pun mencoba masakanku.

"Astagaaaa, Alesha!!" teriak Mama sambil batuk-batuk.

"Kenapa, Ma?" tanyaku panik.

"Pedas banget ini, Mama gak tahan!"

"Hehe, maaf ya, Ma. Soalnya Alesha suka pedas. Minum teh, Ma, biar ga kepedesan," aku pun memberikan secangkir teh kepada Mama.

Aku menatap tajam ke arah Nanda.

"Gimana rasanya?" tanyaku.

"Enak, Kak, enak bangett, suka banget deh!" jawab Nanda.

Nanda, adikku, memang penyuka pedas seperti aku.

"Tuh, tapi enak kan, Ma?" ucapku.

"Enak tapi pedas, Nak! Bukan kenapa-kenapa, Mama gak bisa makan pedas, sayang. Kan kamu udah tahu!"

Hijrahku karna-Nya Bukan Karnamu [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang