(12) Menenangkan hati

188 20 0
                                    

Tiba-tiba saat aku sampai depan pintu kamar.

"Duaaarrrrr," teriak Siska mengagetkanku.

"Astagfirullah," latahku.

Saat itu, Siska tertawa terbahak-bahak karena ia berhasil mengagetkanku.

"Senang ya kamu hampir buat aku jantungan," ucapku dengan nada kesal.

"Hehe, maaf ya, lo sih dari tadi aneh banget, ada apa sih?" tanya Siska.

"Lagi ga mood, Sis,"

"Ga mood kenapa?"

"Ya, lagi ga mood aja,"

"Al, dari pada lo ga mood, mending kita ke perpus yuk! Siapa tau mood lo balik lagi," ajak Siska, mencoba menghiburku.

"Nggak ah, males. Mau tidur aja di rumah,"

"Kenapa sih, Al? Coba cerita," tanya Siska terus-menerus padaku.

"Sis, coba lihat keadaan cuaca di luar. Seperti itulah keadaan hatiku saat ini,"

"Keadaan cuaca saat ini mendung, hati lo mendung?" tanya Siska.

"Hmm, begitulah," ucapku.

"Hmm, gue tau. Ini gara-gara Kak Abi mau pergi, ya?" tanya Siska.

"Mungkin itu salah satunya, tapi ada yang lebih menyakitkan lagi,"

"Sudah gue duga, terus apa yang lebih menyakitkan lagi?" tanya Siska penasaran.

"Kak Abi menyukai seorang akhwat" ucapku dengan merengek.

"Lo tau dari mana?" tanya Siska.

"Kemarin kan aku pulang bareng Kak Abi di jalan, kami ngobrol, dan dia cerita kalo dia lagi suka ama akhwat dan mau ngelamar akhwat itu. Terus malamnya kami komunikasi lewat WhatsApp, Kak Abi bilang kalo dia mau 'nikung' akhwat itu di sepertiga malam. Sakit hati dengernya, Sis," curhatku pada Siska.

"Lo tau siapa akhwat itu?" tanya Siska.

"Hmm, gatau, tapi Kak Abi bilang akhwat itu wanita yang sholeha dan unik. kayaknya bukan aku," ucapku dengan sedih.

"Yaudah, kayaknya lo harus lupain Kak Abi. Mungkin memang bukan Kak Abi orangnya," nasihat Siska.

"Huaaaa gamau Siska!! rasanya berat" ujarku merengek.

"Lo belum terbiasa aja, Lesha. Ntar juga lama-lama lo bisa lupain, tapi wajar sih. Lo kan jarang jatuh cinta ya..." ucap Siska menenangkan.

"Kita kan selalu di ajarkan buat mengingat bukan buat melupakan, jadi gabisa" jawabku.

"Ehh iya juga yaa, yaudah ikhlasin!" benah Siska.

"Yaudah, kalo gitu kita ke kajian aja yuu? Mumpung hari ini ada kajian di masjid dekat taman, temanya bagus tentang, "Menjemput cinta yang halal" siapa tau abis denger ceramahnya pikiran lo jadi kebuka," ajak Siska.

"Emm maaf ya Sis gabisa soalnya aku mau beresin rumah." ujarku beralasan.

"Ish rugi tau Al ga ikut! Yang jadi penceramahnya ustadzah yang virall di sosmed, kalo Lo mau beresin rumah dulu masih sempet sihh, kan jam 2 acaranya."

Sambil menghela nafas, aku menjawab, "Emm, iyadeh."

"Nahh gituu dong!" ucap Siska.

"Yaudah, gue pulang dulu ya, Al. Ntar gue jemput! Bayy."

"Iyaa, Sis. Bayy."

Siska pun pulang ke rumahnya, dan aku pun mulai membersihkan rumah.

Di rumah, tidak ada siapapun karena Mama dan Papaku sedang pergi ke suatu acara, tak lupa Nanda pun juga ikut serta. Kak Reza pun tadi pagi juga pergi bersama temannya.

Setelah merapikan rumah, aku pun langsung berganti baju dan bersiap-siap untuk pergi ke pengajian.

Tak lama kemudian, Siska pun datang menjemputku. Aku mendengar bunyi klakson motornya yang berdenting-denting.

"Tinn, tiinn, tiinn," bunyi klakson itu terdengar di sekitar rumahku. Aku segera keluar rumah untuk bergabung dengan Siska.

"Iya-iya, sabar," kataku sambil melambaikan tangan ke arah Siska.

Siska menjawab dengan cengengesan, "Hehe, gapapa, santai aja."

"Ayolah, kita berangkat," ajakku sambil menganggukkan kepala. Kami berdua bersiap untuk pergi ke pengajian.

Kami naik motor karena masjid yang menjadi tujuan kami terbilang cukup jauh.

Perjalanan kami berlanjut dengan lancar, meskipun perasaan di dalam hatiku masih sedikit bercampur aduk. Aku berusaha memusatkan pikiranku pada pengajian dan mengambil hikmah yang berguna dari ceramah yang akan kami dengar.

Dengan motor kami melalui jalan yang ramai, kami akhirnya sampai di masjid tujuan. Kami memarkirkan motornya dengan hati-hati dan masuk ke dalam masjid yang penuh dengan keheningan.

Lalu aku dan Siska masuk ke dalam masjid, dan ketika masuk kami di buat terpana oleh penampakkan yang ada disana,

"MasyaAllah," bisikku kepada Siska, ekspresiku mencerminkan kagum dan terpesona.

"Waah," Siska menyahut, terlihat bahwa dia juga terkesan dengan pemandangan di depan kami.

Kami terpana melihat pemandangan di dalam masjid, di mana semua akhwat yang hadir rata-rata memakai cadar.

Tiba-tiba, suara handphone berbunyi, dan ternyata itu adalah suara handphone milik Siska. Siska terlihat sedikit panik karena ia lupa mematikan suara ponselnya.

"Ntar ya, gue angkat telpon dulu," ujar Siska, sambil bergerak cepat menuju pintu keluar masjid untuk mengangkat teleponnya.

Dan akupun duduk di samping akhwat yang memakai cadar.

Acarapun di mulai,

Aku memperhatikan dengan penuh khusyuk ketika Ustadzah memulai ceramah. Suara beliau yang lembut dan penuh hikmah menyentuh hatiku. Aku mencoba mengambil pelajaran yang berharga dari kata-kata yang disampaikan.

Tak lama kemudian, Siska datang menghampiriku dan duduk di sampingku. Lalu, ia berbisik, "Al, mau ikut pulang ga? Gue mau pulang duluan, ada masalah di rumah."

"Masalah apa, Sis?" tanyaku.

"Biasa, nyokap, bokap gue berantem. Nyokap gue ngancem buat pergi dari rumah. Lo mau ikut pulang atau masih mau di sini?" tanya Siska.

"Duluan aja, Sis. Semoga masalahnya cepat selesai ya," ucapku.

"Aamiin, makasih ya, Al, udah mau ngertiin," ujar Siska lalu pergi.

Aku memilih untuk tetap stay di sini, karena memang aku senang berada di sini. Entah mengapa, aku merasa tenang di sini, berkumpul dengan akhwat-akhwat bercadar.

Aku begitu menikmati isi ceramah yang di sampaikan oleh Ustadzah. Isi ceramahnya memberikan pemahaman yang mendalam tentang pentingnya menghindari hubungan yang tidak halal dan fokus pada pengampunan Allah atas dosa-dosa kita. Aku merasa terinspirasi dan bersemangat untuk memperbaiki diri dan meningkatkan hubungan dengan Allah.

Namun di sisi lain aku juga kefikiran tentang Siska, masalah apa yang sedang ia hadapi.

Dan waktu pun terus berjalan tanpa terasa, pengajian pun selesai, dan kami pun semua pulang.

Semua yang pergi ke kajian rata-rata datang bersama temannya menggunakan motor. Aku pun berdiri di depan sambil menunggu ojek, kebetulan saat itu aku tak membawa ponsel. Namun, ketika sedang menunggu...

Bersambung....
















Hijrahku karna-Nya Bukan Karnamu [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang