Keesokan harinya...
Pukul 05.00 WIB
Setelah sholat Subuh, aku mulai dirias oleh perias pengantin. Siska sudah ada di rumahku, ia datang pagi-pagi sekali.
"Al, ini cadarnya," ujar Siska.
"Taruh aja di atas meja," sahutku.
"Itu cadarnya aku yang desain sendiri, lho," ujar Siska.
"Aaa, terharu. Pantes bagus banget. Makasih ya, sahabatku," pujiku.
"Kayak sama siapa aja kamu, yaudah, aku mau ganti baju dulu biar cantik. Siapa tau ada yang tiba-tiba melamar," kata Siska sambil cengengesan.
"Aamiin," sahutku.
Lalu Siska pun pergi dari kamarku. Selama di make-up, aku merasa gugup.
"Mbak, gugup ya?" tanya sang perias.
"Hehe, biasa aja," ungkapku sambil tertawa kecil.
Sesungguhnya, aku merasa sangat gugup kala itu karena sebentar lagi akan melangsungkan pernikahan.
Tiba-tiba, Mbak Nisa, Rere, Yuna, dan Sinta pun masuk ke dalam kamarku.
"Assalamu'alaikum," ucap mereka serentak.
"Wa'alaikumussalam," jawabku.
"MasyaAllah, ciee nikah," goda Mbak Nisa.
"Cieee," sahut Sinta ikut bersorak.
"Iya, udah gak jomblo lagi nih, bentar lagi," sahut Yuna.
"Alhamdulillah, oh iya kabarnya Yuna lagi hamil ya?" tanyaku sambil di rias.
"Alhamdulillah," jawab Yuna.
"Cieee, yang bakalan jadi ibu," godaku.
Mbak Nisa dan Sinta pun ikut bersorak.
Kami berbincang begitu asyik, namun saat itu Rere tidak ikut berbincang, ia hanya duduk terdiam tanpa bicara.
"Ukhty Rere?" tanyaku.
"Iya?" jawab Rere.
"Ada apa?" tanyaku.
"Gapapa," jawab Rere.
"Rere, dari tadi kelihatannya kayak sedih banget," ujar Mbak Nisa.
"Iya, di jalan tadi juga Rere banyak melamun," timpal Yuna.
"Apa ini gara-gara Gavin?" terkaku dalam hati.
"Mbak Nisa, Rere, Yuna, Sinta, coba deh lihat-lihat dekorasi pernikahan aku di luar, bagus gak?" ujarku, mencoba mengalihkan pembicaraan agar Rere bisa berbicara kepadaku dan menjelaskan apa penyebab kesedihannya itu.
Mbak Nisa, Sinta, dan Yuna akhirnya keluar dari kamarku untuk melihat-lihat dekorasi.
"Re, mau ikut gak?" tanya Yuna.
"Gak, kalian aja," jawab Rere.
Mbak Nisa, Sinta, dan Yuna pun akhirnya keluar. Rere pun mendekatiku.
"Lesha, jadi gimana? Udah ada kabar dari Gavin?" tanya Rere.
"Hmm, kabar terbarunya, gak ada yang selamat di dalam tragedi itu. Tapi, mayatnya Gavin belum ditemukan. Semoga aja ada keajaiban," ujarku dengan raut wajah yang sedih.
"Aamiin Allahumma Aamiin." jawab Rere.
Rere pun tampak sangat sedih, matanya berkaca-kaca.
"Ikhlasin aja ya, Re. Lesha juga begitu sedih, tapi gimana lagi? Bukankah itu sudah kehendak Allah? Jangan diratapi, tapi didoakan aja," ujarku.
"Iya, Al," balas Rere lalu duduk terdiam.
"Lesha tau, Re, apa yang kamu rasain. Tapi kita bisa apa selain menerima ketetapan dari Allah? Semoga Gavin tenang di alam sana, dan semoga Rere bisa menemukan seseorang yang memang tepat untuknya," gumamku dalam hati.
Lalu perias pun memakaikan cadar padaku.
"MasyaAllah, cantiknya," puji perias itu.
Akupun tersipu malu.
Tiba-tiba, Siska masuk ke dalam kamar. Lalu dia berkata, "Al, mempelai lelakinya udah datang."
Akupun mulai merasa sangat gugup.
"Mbak Alesha-nya udah siap," ucap perias.
"Ok," jawabku.
Saat di dalam kamar, aku merasa sangat gugup. Aku, Kak Abi, dan keluarga sudah sepakat bahwa setelah Ijab Qabul selesai, baru aku akan keluar dan duduk di samping Kak Abi, untuk menghindari ikhtilat. Pernikahanku bisa dikatakan Islami, tanpa musik dangdutan dan biduan, yang ada hanyalah sholawatan.
Terdengar dari kamar, acara pun mulai berlangsung. Pembacaan doa dan nasihat dan lain-lain sudah di lalui, sekarang saatnya ijab Qabul di mulai.
Ankahtuka wa zawwajtuka makhtubataka binti Alesha Khumairah alal mahri 300 Dinar hallan.” ijab Papaku dengan tegas.
Qobiltu nikahaha wa tazwijaha alal mahril madzkuur wa radhiitu bihi, wallahu waliyyu taufiq.” Qabul Kak Abi dengan lancar.
"Bagaimana para saksi? Apakah sah?" sambut pak penghulu.
"Sah," ucap kedua orang saksi.
Dan secara serentak, para hadirin yang lain berkata, "Sah!"
"MasyaAllah," ucapku dalam hati, lalu aku berdoa, "Ya Allah, semoga pernikahanku dan Kak Abi bisa sakinah, mawaddah, dan warahmah. Aamiin."
Dan sesudah itu, Siska pun datang ke kamarku.
"Al, ayo keluar, cieee yang udah sah," ajak Siska.
Mbak Nissa, Rere, Yuna, dan juga Sinta pun ikut menggiringku ke depan.
Ketika aku sampai di depan, semua mata melihatku, dan akupun duduk di samping Kak Abi. Aku begitu gugup saat duduk berdampingan sedekat ini dengan Kak Abi. Tanganku berkeringat dingin. Kak Abi mencoba untuk memasangkan cincin di jari manisku.
Lalu, dengan malu-malu, aku merentangkan tanganku. karena selama aku berhijrah, aku tidak pernah menyentuh lelaki yang bukan mahromku. Kemudian, Kak Abi memasukkan cincin di jari manisku.
Para hadirin yang melihat tersenyum dan gemash melihat tingkah lakuku itu.
Terdengar di telingaku suara tamu yang berbincang-bincang:
"Aaaa, romantis banget!"
"Aaaa, baper!"
"Pengen deh!"
"So sweet!"
"Cowonya ganteng ya."
"Cewenya cantik."
"Pasangan serasi."
"Kapan ya aku bisa kayak gitu."
Aku dan Kak Abi hanya tersenyum kala itu. Setelah itu, kami pun melanjutkan ke sesi foto-foto. Para tamu undangan diperbolehkan untuk makan. Kemudian, perlahan-lahan para hadirin mulai ramai pulang.
Siska, Mbak Nisa, Rere, Yuna, dan Sinta mendekati kami untuk memberikan ucapan selamat dan doa. Setelah itu, mereka pun berpamitan pulang.
"Nanti kapan-kapan kita jalan-jalan bareng yuk dengan pasangan halal masing-masing," ajak Mbak Nisa.
"Iya, boleh tuh," jawabku.
Dan semua orang tersenyum.
"Rere sama aku gimana nih?" tanya Siska.
Dan kami pun tertawa menggoda mereka. Saat itu, Rere mulai ikut bergabung dengan bercanda bersama kami.
Tak lama setelah itu, mereka semua pulang. Para tamu yang lain juga sudah pergi.
Aku dan Kak Abi pun masuk ke dalam rumah untuk istirahat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hijrahku karna-Nya Bukan Karnamu [End]
Teen Fiction~Alesha Khumairah Setiap kita yang sudah berhijrah tentu punya alasan di balik hijrahnya. Apapun itu, jadikanlah Allah yang utama sebagai alasan di balik hijrahmu, agar hatimu tidak kecewa nantinya. ~Muhammad Abi Ghazali Jika engkau mencintai seoran...