(08) Ada yang ngajak ta'aruf?

176 24 0
                                    

Keesokan harinya, pukul 13:30 WIB, aku pulang sekolah. Seperti biasa setelah pulang sekolah, aku langsung menuju ke rumah. Hari ini cuacanya mendung, sambil berjalan, aku menikmati hembusan angin sepoi-sepoi dan melihat sekeliling dengan senyuman di wajahku.

Walaupun langit terlihat mendung. Entah mengapa, aku menyukainya. saat langit mendung, suasana begitu adem, dan hatiku menjadi tenang.

"Sore ini aku ingin pergi ke danau itu lagi, siapa tau ada Kak Abi di sana," ujarku dalam hati sambil berjalan.

Ketika aku sedang berjalan, tiba-tiba ada seorang lelaki yang mengejarku dan memanggil namaku.

"Aleshaa?" teriak lelaki itu dari jauh.

Akupun menoleh ke belakang.

Terlihat seorang lelaki berkulit sawo matang, berbadan tinggi, dengan hidung mancung dan rambut kriwil yang di kuncir. Dia memakai seragam sekolah yang sama dengan seragamku. Aku tidak tahu siapa lelaki itu, tapi satu hal yang aku tahu adalah dia satu sekolah dengan aku.

"Hai," sapa lelaki itu.

"Hai juga," jawabku.

"Perkenalkan, namaku Gavin,"

"Iya, Gavin. Ada apa?"

"Sebenarnya, aku ingin mengatakan sesuatu. Bolehkah aku jujur?"

"Tentu, silahkan. Tapi sebelum itu, dari mana kamu tahu nama saya?" tanyaku penasaran.

"Jujur, aku sudah mengagumimu sejak lama. Maafkan aku karena aku baru berani jujur sekarang. Selama setahun ini aku sering memperhatikanmu di sekolah maupun di sosmed dan semakin lama memantaumu hatiku semakin ingin mengenalmu lebih dalam," ujar Gavin, mengungkapkan isi hatinya.

"Lalu apa yang kamu inginkan?" tanyaku, masih ragu.

"aku ingin mengenalmu lebih dalam, aku berencana ingin mengajakmu ta'aruf denganku? Aku mengatakan ini karena beberapa bulan lagi kita akan lulus sekolah, dan kemungkinan sulit bagiku untuk bisa bertemu denganmu setelah itu. Izinkan aku melamarmu setelah lulus sekolah nanti. Saat ini aku baru berhijrah, tapi aku berjanji akan terus memperbaiki diriku," ujar Gavin.

Aku hanya terdiam pada saat itu. Gavin terlihat manis dan keren. Dia juga baru berhijrah seperti diriku. Aku bingung harus menolaknya atau menerimanya. Di satu sisi, aku sangat berharap Kak Abi menjadi pasangan hidupku kelak. Namun, sepertinya Kak Abi tidak memiliki perasaan yang sama terhadapku. Di sisi lain, ada seorang lelaki yang sungguh-sungguh menyukai dan mempunyai niat baik padaku. Dia menyatakan perasaannya secara langsung.

Aku benar-benar bingung, tidak tahu apakah harus menolak atau menerima tawarannya. Perasaanku campur aduk ada saat itu.

"Ana gak bisa jawab sekarang," ucapku lalu berjalan cepat.

Gavin mengikuti langkahku. "Lalu, kapan kamu ingin menjawabnya?" tanyanya.

"Beri aku waktu 1 Minggu," ucapku.

"Baiklah, aku akan menunggumu. Aku akan pulang sekarang. Assalamu'alaikum, hati-hati di jalan ya," ucap Reyhan.

"Wa'alaikumussalam," jawabku.

Dan tak lama kemudian, aku tiba di rumah.

Pukul 15:00 WIB.

Langit mulai mendung dan hujan pun turun. Aku menatap keluar melalui jendela kamarku. Aku melihat betapa derasnya hujan saat kala itu, Hatiku berkecamuk. Aku berdoa kepada Allah, memohon pertolongan-Nya untuk membantuku dalam menentukan pilihan antara Kak Abi dan Gavin. Aku berharap mendapatkan petunjuk yang jelas dalam memilih jalanku ke depan.

Waktu terus berjalan, dan satu jam pun telah berlalu namun hujan masih saja sangat deras.

"Hujan tak kunjung berhenti. Padahal, aku mau duduk di tepi danau sambil menikmati pemandangan indah. Siapa tau aku bisa bertemu Kak Abi di sana," ucapku dalam hati.

Tokk, tokk, tokk. Terdengar suara ketukan pintu kamarku.

"Iya, silakan masuk. Pintunya ga ke kunci," teriakku.

"Kak, di depan ada teman Kakak. Bajunya basah kuyub, kak," ucap Nanda, adikku.

Aku segera bergegas ke depan untuk melihat siapa yang datang.

"Alesha, hikss, hikss, hiks," lirih Siska sambil menangis.

"Ada apa, Sis?" tanyaku khawatir.

"Ortu gue lagi berantem. Gue ga betah di rumah, ga ada ketenangan. Bokap, nyokap selalu berantem," ucap Siska sambil terisak.

"Ya Allah, sini masuk dulu, Sis! Ganti baju dulu, nanti kamu bisa sakit," ujarku, menyuruh Siska ke kamar mandi agar bisa keramas dan mengganti baju yang basah. Sementara itu, aku pergi ke kamarku untuk mengambil baju yang bisa ku pinjamkan padanya.

Setelah Siska selesai mengganti bajunya, aku mengajaknya untuk makan bersama. Kita berdua duduk di meja makan, Dan aku mencoba berbicara kepada Siska sembari menenangkannya.

"Makasih ya, Al, sebelumnya. Lo emang sahabat gue yang terbaik," ucap Siska dengan tulus.

"Iya, sama-sama, Sis. Kamu tau kan, kamu itu udah kayak saudara bagi Lesha" ucapku dengan senyum.

"Oh iya, Sis, kamu ga boleh kabur dari rumah. Nanti ortumu malah cariin dan bisa membuat situasinya semakin buruk," ucapku memberikan nasihat kepada Siska.

"Mereka gaakan cari gue, Al. Mereka ga peduli dan ga sayang ama gue. Bukti nya ketika aku meminta mereka untuk berhenti berantem, mereka tetap melanjutkannya,"  curhat Siska.

"Setiap orang tua itu menyayangi anaknya, namun terkadang kita sebagai anak harus memahami situasi yang sedang dihadapi oleh mereka. Mungkin aja ortumu sedang menghadapi permasalahan yang harus mereka selesaikan. Lebih baik kamu doain aja agar orang tuamu segera memperbaiki hubungan mereka seperti sebelumnya, dan jangan menambah masalah dengan pergi dari rumah," ucapku memberikan nasehat kepada Siska.

"Hmm, iya deh, Al. Makasih ya.  Oh iya, tadi ada cowo yang nanyain lo, dia tampan lho," ucap Siska.

"Namanya siapa?" tanyaku dengan rasa penasaran.

"Namanya Gavin. Maaf ya, gue baru kasih tau," ucap Siska.

"Gapapa Sis, tadi aku juga ketemu dia,"

"Terus gimana? Dia ngungkapin perasaannya?" tanya Siska dengan rasa penasaran.

"Hmm, ko kamu tau dia mau ngungkapin perasaan?"

"Hehe, tadi dia bilang suka ama lo, terus gue kaasih saran, kalo suka ama Alesha, ungkapkan perasaan dan ajak dia untuk ta'aruf. Hanya itu," jelas Siska.

"Pantas dia tadi mengajakku untuk ta'aruf," ucapku.

"Terus, gimana? Lo terima ga?" tanya Siska penasaran.

"Gatau Sis, liat aja deh, soalnya belum kasih jawaban juga ke dia."

Bersambung....



















Hijrahku karna-Nya Bukan Karnamu [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang