Pindah

1.1K 145 0
                                        

Hujan deras diluar sana membuat Sharene menghela nafasnya kesal, sebentar lagi jam kerjanya berakhir dan hujan masih tidak mau berhenti

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hujan deras diluar sana membuat Sharene menghela nafasnya kesal, sebentar lagi jam kerjanya berakhir dan hujan masih tidak mau berhenti. Ia merutuki dirinya sendiri karena lupa membawa payung.

Sharene akhirnya memilih untuk melanjutkan perjalanan pulangnya tanpa payung, namun baru saja ia akan menyebrangi rintikan hujan, langkahnya terhenti melihat seseorang membiarkan dirinya kehujanan dengan berdiam diri di dekat motornya. Sharene mengerutkan keningnya karena sosok yang dilihatnya itu terlihat tidak asing.

"Sean?"

Yang dipanggil masih tidak menyahut, lelaki itu menundukkan kepalanya dengan tatapan mata yang kosong. Jelas ia sedang tidak baik-baik saja. Ini bukan Sean yang sering Sharene lihat menggodanya, Sean yang kali ini terlihat sangat rapuh.

Genggaman lembut dari tangan mungil Sharene, membuat kepala Sean terangkat. Ia tidak bersuara, hanya menatap Sharene dengan tatapan sendu kemudian menjatuhkan dirinya untuk membenamkan kepalanya di ceruk leher Sharene.

Tentu saja Sharene terkejut, ia tidak pernah sedekat ini dengan Sean. Ia berusaha sekuat tenaga mendorong Sean, namun lelaki itu memperat pelukannya, "Tetap kayak gini bentar aja. Gue mohon."

Namun Sharene tetaplah Sharene gadis dingin yang tegas pada siapapun, ia mendorong Sean lebih kuat, "Nyalain motor lo!"

Sean mengangkat sebelah alisnya tidak mengerti.

"Buruan!" Namun lelaki itu masih berdiam diri, "Kalo lo lagi butuh didenger, gue siap dengerin. Tapi jangan disini. Karna gue gak suka keujanan."

🌻🌻🌻

Jeno sedang membereskan barang-barangnya ketika Devano tiba di ruangan untuk menjemputnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jeno sedang membereskan barang-barangnya ketika Devano tiba di ruangan untuk menjemputnya.

"Kamu siapa?" Tanya Devano pada gadis yang terlihat sedang membantu Jeno.

"Dia tem-"

"Aku temennya Jeno tapi ada kemungkinan buat jadi pacarnya, om ini siapa?" Jawab Emerald percaya diri dengan muka judesnya.

Devano terkejut, pertama karena baru tahu jika adiknya mempunyai teman perempuan kedua karena ia dipanggil om.

"Jen kakak baru tau kamu punya temen cewek, kok gak pernah cerita?"

"Jen ini kakak lo yang pernah lo ceritain itu?"

Jeno menghela nafas melihat keduanya.

"Kak ini temen aku namanya Emerald, dan Arel, ini kakak gue kak Devano."

"Kenalin kak nama aku Olivia Emerald, kakak bisa panggil aku Emerald, atau apapun asal jangan Arel karena itu cuma boleh sama Jeno aja." Emerald merubah ekspresi mukanya, "Sekedar informasi, aku ini cewek yang ceria dan perhatian. Kayaknya udah pas banget buat jadi pacarnya Jeno. Percaya deh kak, aku ini gak akan ngebawa Jeno ke jalan yang sesat."

Devano menggeleng-gelengkan kepalanya, "Kalian masih kecil belum boleh pacar-pacaran ya!"

Lagi-lagi Jeno hanya bisa menghela nafas, "Kak udah ayo pulang!"

Kemudian ketiganya berjalan menuju basement parkir. Devano membiarkan Jeno dan temannya itu berjalan di depannya, ia bisa melihat jika gadis itu gadis yang baik, lihat saja bagaimana ia tidak berhenti mengajak Jeno berbicara walaupun Jeno sepertinya hanya mendengarkan saja tanpa berniat menjawab, gadis itu juga bersikukuh untuk membawa tas bawaan Jeno olehnya karena katanya Jeno masih belum sembuh, sedangkan Jeno tidak mau kalah mengatakan bahwa ia sudah benar-benar sembuh.

Devano tersenyum kecil, ia senang setidaknya Jeno dikelilingi oleh teman-teman yang peduli padanya.

"Kakak nggak kerja?" Tanya Jeno setelah mereka berada di mobil, Emerald memaksa ingin ikut. Ia duduk di kursi belakang mobil.

"Nggak, kakak ambil libur dulu lagian kerjaan gak terlalu banyak."

Jeno mengangguk, setelahnya hening tidak ada yang berbicara selama mobil melaju. Sampai tiba-tiba terdengar bunyi seseorang yang mengorok dengan lembut. Jeno dan Devano bertatapan kemudian melihat ke belakang dan melihat gadis itu sudah tertidur dengan memeluk tas bawaan Jeno. Devano dan Jeno sama-sama tertawa melihatnya.

"Cepet banget tidurnya."

Jeno tertawa kecil, "Semaleman dia nungguin Jeno, mungkin dia capek."

"Semalem dia nginep?"

"Iya, Nana yang nyuruh soalnya dia lagi ada urusan. Aku udah nyuruh dia pulang, tapi dia itu keras kepala banget."

Devano mengangguk, "Emang orang tuanya ga nyariin dia?"

"Aku juga khawatir dia bakal di marahin orang tuanya."

"Kamu khawatir sama dia?"

Jeno mengangguk.

"Berarti kamu suka dia dong?"

Jeno refleks mengangguk lagi.

Setelah beberapa detik Jeno buru-buru menggelengkan kepalanya, "M-maksud aku iya aku khawatir karena dia kan temen aku kak."

Devano tersenyum, "Tapi kayaknya dia suka banget sama kamu Jen."

Pernyataan Devano berhasil membuat Jeno tersipu malu, telinganya memerah dan ia menggaruk lehernya yang tidak gatal untuk menyembunyikan kegugupannya. Devano tertawa puas melihatnya.

"Loh kak? Kok kesini? Jalan ke rumah kan harusnya belok?"

"Emang kakak belum bilang ya? Mulai hari ini kan kamu tinggal di rumah kakak."

"Kak-"

"Gak ada bantahan Jeno."

"Tapi kak-"

"Tenang aja, bibi dan Jojo tetep ikut. Semua barang di kamar kamu, udah kakak pindahin."

Jeno terdiam ia tidak menyangka Devano akan membawanya secepat ini, ia memang pernah berharap namun tetap saja ia takut jika Sean tidak mau menerimanya dan bahkan membencinya.

"Tenang aja. Semuanya bakal baik-baik aja." Devano menggenggam tangan Jeno.

🌻🌻🌻

Step Brother (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang