Kita memang tidak bisa memilih harus menjadi siapa ketika lahir, berada di keluarga bagaimana dan mempunyai saudara seperti apa. Tapi bukankah Tuhan sudah merencanakan semuanya dengan baik bahkan sebelum kita lahir?
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jeno dan Sean sudah tiba di rumah setelah tadi makan terlebih dahulu di rumah Sharene. Nenek sempat meminta Jeno untuk menginap saja malam ini, namun Sean bilang besok Jeno harus sekolah dan ia takut Devano semakin menyiksa diri karena mencemaskan adiknya.
"Ngapain diem aja disitu? Ayo masuk."
Jeno menggigit bibir bawahnya. Matanya tidak fokus.
"Takut sama kak Devano?"
Jeno mengangguk, "Kemarin Jeno udah ngomong kasar sama Kak Devano."
"Yaudah makanya buruan minta maaf dari sekarang." Sean menarik lengan Jeno.
Begitu masuk ke rumah, Emerald yang sedang duduk di ruang tamu bersama Yoana langsung berlari dan berhambur memeluk Jeno. Ia menangis karena lega bercampur kesal.
"Dasar Jevan Noe Sialan! Berani-beraninya lo pergi gak bilang gue?!" Protes Emerald masih di pelukan Jeno, "Harusnya kalo mau kabur ajakin gue sekalian biar gue gak mati karena khawatir sama lo!!"
Jeno tertawa kecil, tangannya terulur untuk mengusap belakang kepala Emerald, "Sorry Arel."
"Udah, udah gak usah lebay Cebol."
Emerald melepaskan pelukannya, "Lo ketemu Jeno dimana Kak?"
Baru saja Sean mau membuka mulutnya tiba-tiba suara langkah kaki seseorang yang turun dari atas membuat suasananya tiba-tiba menjadi tegang. Jeno menunduk.
"Jeno." Devano memanggil dengan nada serius.
"I-iya kak?"
"Ikut kakak."
Devano berjalan kembali ke kamarnya. Jeno mengikuti Devano dari belakang dengan perasaan cemas dan takut.
"Duduk."
Jeno langsung menurut sedangkan Devano berjalan menuju laci mencari sesuatu. Setelah apa yang ia cari ditemukan, Devano langsung duduk di pinggir Jeno.
Devano mengeluarkan obat-obatan dari kotak P3K dan mulai mengobati bibir Jeno yang masih sedikit terluka. Jeno diam saja tidak berani berkata-kata.
"Maafin kakak kemarin udah nampar kamu."
"Jeno emang pantes di tampar kak."
"Sakit?"
"Gpp kak nanti besok juga sembuh."
"Bukan itu. Hati kamu. Kakak tanya gimana hati kamu setelah ketemu bunda kamu? Sakit? Atau kamu bahagia?"
"........ Menurut kakak harusnya Jeno ngerasa gimana saat ini?"
"Kalo kamu kecewa, marah itu wajar. Tapi kamu gak sampe harus ngebenci apalagi sampe ngomong kasar kayak kemarin, gimanapun juga dia ibu kamu Jeno."
Jeno menunduk, "Jeno cuma gak bisa ngerti kak. Kalo dia masih hidup, kenapa dia gak dateng dari dulu? Kenapa dia baru datang sekarang?"
Devano tersenyum tenang pada Jeno, "Mau Kakak ceritain sesuatu biar kamu ngerti?"