Dunia Fantasy

1K 141 0
                                    

"Kakak? Ngapain disini jam segini? Nggak kerja?" Jeno pulang lebih awal hari ini dan ia terkejut karena Devano sudah ada di sana menunggunya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kakak? Ngapain disini jam segini? Nggak kerja?" Jeno pulang lebih awal hari ini dan ia terkejut karena Devano sudah ada di sana menunggunya.

Ketiga temannya menyapa Devano, -Nana, Echan dan Juna memang lebih sering ke rumah Jeno daripada ke rumah masing-masing saat pulang sekolah, alasannya karena bibi selalu menyiapkan makanan enak untuk berempat, rumah Jeno juga tidak pernah kehabisan camilan, kulkasnya selalu dipenuhi snack dan eskrim, selain itu rumah Jeno berwifi, ia juga mempunyai banyak game arcade di rumahnya yang tentu saja semua itu diberikan oleh kakak Jeno yang sangat kaya.

"Sengaja kakak cepetin kerjaannya."

"Kenapa?"

"Kenapa lagi? Kakak mau ngajak kamu sama temen kamu maen."

"Gimana kalo ke Dufan?" Lanjutnya.

Ketiga teman Jeno bersorak gembira.

"Nggak, nggak Kak. Jeno harus belajar lagi banyak PR yang harus dikerjain, iya kan?" Jeno melirik ketiganya, namun mereka menghindari tatapan Jeno.

"Belajarnya kan udah tadi di sekolah, ngerjain PR bisa nanti malem. Pokoknya cepet kalian ganti baju, kakak tunggu di mobil ya."

"SIAP KAK!!" Jawab Echan, Nana, Juna serempak.

Karena melihat ketiga temannya begitu senang, akhirnya Jeno mengikut saja. Ketiganya sepakat untuk tidak mengganti celana seragam mereka, lalu kompak meminjam hoodie Jeno. Mereka berempat pun menggunakan hoodie layaknya anak kembar walau tak seiras.

Mereka pergi ke Dunia Fantasy, salah satu tempat yang paling sering menjadi tujuan para wisatawan, pergi kesana saat hari biasa memang sangat menyenangkan karena tidak terlalu ramai pengunjung sehingga tidak perlu antri lama untuk menaiki wahana. Setelah sampai di sana ketiganya sangat antusias berlarian kesana-kemari, Jeno mau tak mau harus mengikutinya karena tangannya yang terus di tarik oleh Nana. Kebetulan mereka juga sedang penat dengan padatnya jam pelajaran yang semakin bertambah akhir-akhir ini.

Devano sendiri hanya mengikuti kemana pun mereka pergi di belakang, ia sudah terlalu tua untuk menaiki wahana-wahana itu sekarang.

Keempatnya hampir menaiki semua wahana yang ada di sana, mulai dari yang biasa saja sampai yang ekstrem. Jeno menikmati setiap wahana yang ia naiki tanpa rasa takut sedikitpun, ia tertawa sangat lepas dan berteriak sepuasnya. Devano ikut tertawa melihatnya, inilah tujuannya sering mengajak Jeno dan teman-temannya bermain, untuk melihat tawa bahagia Jeno yang jarang ia tunjukkan. Devano ingin Jeno melepaskan semua penat dan beban pikiran yang selama ini selalu berhasil Jeno sembunyikan.

Jeno tertawa sangat puas saat melihat Echan yang oleng setelah menaiki wahana Hysteria, wahana itu membuat siapapun yang menaikinya merasa seperti di lempar ke atas dalam waktu sepersekian detik, kemudian kembali ke bawah dengan sangat cepat dan dilakukan berulang-ulang.

Atau saat melihat Juna yang hampir menangis saat menaiki wahana Panic House. Di wahana ini pengunjung seolah-olah masuk kesana dan merasa nyaman, tapi secara tiba-tiba suasana berubah dengan sangat menyeramkan dengan banyaknya zombie di mana mana. Mereka mengejar pengunjung tanpa ampun dengan wajah buruk dan sangat lapar. Sepanjang pertunjukkan Juna terus memegangi tangan Jeno erat dan saat keluar Juna terus mengatakan bahwa dia hampir mati.

Juga saat melihat Nana yang terus-menerus berceloteh tidak jelas, kebiasaannya jika ia sudah merasa sangat excited. Celotehannya benar-benar membuat siapapun yang mendengarnya tidak kuasa untuk menahan tawa.

Setelah menghabiskan waktu 2 jam dan hari sudah mulai petang, akhirnya mereka kelelahan dan tidak sanggup lagi bermain

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah menghabiskan waktu 2 jam dan hari sudah mulai petang, akhirnya mereka kelelahan dan tidak sanggup lagi bermain.

Devano tertawa kecil, benar-benar suatu kebahagiaan kecil untuknya melihat Jeno bersenang-senang bersama temannya, "Isi ulang lagi yuk tenaganya! Kalian mau makan apa?"

Binar dimata mereka berubah seketika, "PIZZAA!!"

"Nggak, enakan makan Chicken!" Nana protes.

"Tapi gue lagi pengen makan steak." Juna mengeluh.

"Kamu mau makan apa Jen?"

"Aku suka makan apa pun, Kak."

"OKEE! Kita makan semuanya! Lets go!!" Devano merangkul Jeno dan ketiga temannya untuk pergi makan.

Mereka makan masih di area Dufan, Devano membelikan banyak sekali makanan untuk mereka berempat tidak lupa membelikan makanan utama yang paling mereka inginkan tadi. Ketiganya makan dengan sangat lahap seakan tidak akan ada lagi hari esok, sedangkan Jeno makan dengan tenang seperti biasanya.

"Jen gue iri deh sama lo." Ujar Echan di tengah-tengah sedang makan.

"Hng?"

"Lo punya kakak kayak kak Dev, kakak gue mah boro-boro ngajakin maen atau nraktir makan. Gue minjem komputernya doang aja ngamuk."

Jeno tersenyum kecil, "Gue juga iri sama lo, Chan."

"Kenapa? Karena gue ganteng?"

Juna sudah bersiap untuk melayangkan tinjunya.

"Orang tua lo masih ada dan lengkap."

Perkataan Jeno tiba-tiba membuat semua orang terdiam. Devano menatap nanar adik bungsunya itu.

"Tapi Kakak kayak kak Devano gak akan pernah bisa dituker sama apapun, walaupun itu yang paling mahal di dunia ini."

Jeno memberikan senyuman paling tulusnya pada Devano, "Gue emang suka iri sama orang yang masih punya orang tua, tapi gue bersyukur karena orang lain gak punya Kak Devano."

"Bener Jen. Lagian nih ya emak babeh Echan tuh gak pernah ada disini, mereka juga lebih sayang sama kakaknya daripada ni bocah." Ledek Juna, "Echan harusnya lebih iri sama Lo, soalnya dia gak punya temen sekeren gue."

"Heh! Emangnya gue bukan temen lo?"

"Gue gak punya tuh temen yang naik hysteria aja langsung mau muntah!"

"Lo sendiri hampir mau kencing di celana gara-gara liat zombie doang!!"

"Apa? Berani lo sama gue?"

"Sini lo kalo berani!"

"Lo yang kesini!"

"LO!!"

"LO!!"

"STOP IT YOU ANJAYERSS!!" Nana menengahi.

Pertengkaran ketiganya mencairkan suasana, Jeno melirik ke arah Devano dan tertawa. Devano sempat putus asa untuk beberapa saat, namun mendengar perkataan tulus Jeno dan melihatnya tertawa lagi cukup membuatnya lega.

Dulu Devano sempat tidak mau menerima Jeno dan sangat membencinya, namun ternyata ia salah. Kehadiran Jeno memberikannya kebahagiaan dan kehangatan dalam hidupnya.



🌻🌻🌻

Step Brother (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang