BAB 5

636 114 0
                                        

      Bau rumah sakit memang bukanlah yang terbaik. Namun, gadis itu telah terbiasa. Membersihkan kasur atau sekedar membersihkan tubuh neneknya sudah jadi kebiasaannya lima kali dalam seminggu, dua harinya untuk bekerja.

Gadis bermarga Ahn itu kini berjalan menuju kamar neneknya, tempat di mana beliau terbaring hampir 2 tahun yang lalu. Saat Wendy masih dengan CEO tampan itu.

"Sepertinya ada orang." Ia berkata dengan dirinya sendiri. Memang benar, dibalik tirai kamar neneknya seperti ada pria yang datang. Sepertinya ia mengenalnya. Buru-buru ia melangkah dan membuka tirai itu dengan kasar.

Wendy bersumpah saat itu ia mengira akan mati berdiri saat harus melihat pria yang dulu ia cinta, tapi nyatanya bukan. Pria dengan ciri khas eye smile-nya itu kini menatap Wendy dengan kebingungan.

"Kau baru saja dikejar siapa?"

Wendy menutup matanya, mengambil napas panjang lalu membuangnya.

"Ku kira kau itu dia, Jimin. Kau mengagetkanku." Wendy lalu mengambil kursi lagi dan duduk di samping Jimin.

"Apa yang membawamu datang ke sini?" Tanya Wendy tidak melihat Jimin melainkan menatap neneknya yang sedang tertidur.

"Aku merindukan nasihat ahjumma."

Jimin kembali mengingat bagaimana ia dan nenek Wendy sekaligus Wendy bertemu.

"Nenek, sedang apa sendiri di sini?" Tanya Jimin muda yang memeluk buku dan menggunakan kacamata kotak.

Nenek itu sedang menunggu bus, namun sejak tadi ia tidak menaiki bus itu.

"Kau tahu tidak, hidup itu bukan soal siapa yang akan menemanimu sampai kau tua,tapi hidup itu tentang seberapa kuat kau mencintainya lalu percaya dengannya."

Jimin yang saat itu bingung, kembali bertanya. "Apakah nenek sedang menunggu seseorang? Nenek menunggu anakmu?"

"Jika kau mencintai orang lain, tunggu saja dia. Ada saatnya mereka luluh."

Jimin saat itu merasa bahwa semua perkataan nenek ini sama dengan yang Jimin alami. Entah bagaimana bisa, kata-kata itu seperti menyembuhkannya.

"Nenek!" Jimin menoleh mendengar suara itu.

"Sudahku bilang, nek. Jangan menungguku pulang kuliah." Wajah blasteran dengan rambut yang diikat itu datang ke arah Jimin muda dan nenek.

"Apa kau anaknya?" Tanya Jimin.

"Tidak, aku cucunya."

"Aku Wendy. Terima kasih sudah menjaga nenekku." Wendy yang saat itu masih berkuliah, dan itu pertama kali mereka berkenalan.

"Ayo, nek." Wendy mengangkat neneknya lalu berjalan meninggalkan halte bus.

"Apa rumahmu ke arah sini?" Tanya Jimin yang juga berjalan dengan Wendy dan neneknya.

Wendy mengangguk.

"Rumahku juga di sini. Kau mahasiswa jurusan apa? Aku Jimin, dari jurusan Manajemen dan Bisnis Universitas Seoul angkatan 2014." Jimin memperkenalkan dirinya.

"Aku juga, mahasiswa jurusan Manajemen dan Bisnis, tapi aku angkatan 2015, satu tahun menganggur untuk mencari uang untuk kuliah." Wendy memang orang yang tidak neko, ia easy going.

"Kalau begitu, apakah besok-besok kau mau ke kampus denganku? Rumah kita sama arahnya." Ajak Wendy kepada Jimin.

Jimin hanya mengangguk.

Sampai hari ini mereka berdua menjadi sahabat. Mereka tahu bagaimana kehidupan satu sama lain, atau kehidupan asmara mereka. Nenek Wendy mendapatkan pelayanan kesehatan gratis dari BlueSky Co. karena bantuan dari Jimin yang bekerja di sana. Wendy bersyukur memiliki sahabat seperti Jimin.

"Aku juga merindukan suaranya, sudah lama ia tak bicara. Hanya menatapku atau sekedar membuka mulutnya jika ia lapar." Wendy menatap wajah neneknya.

"Ku kira kau ke sini bukan hanya karena merindukan nenek. Ada yang ingin kau ceritakan kepadaku? Apa ini tentang Hwang Seulgi?" Wendy tahu bagaimana sifat asli dari seorang Jung Jimin.

Jimin menatap Wendy. Merasa kasihan kepadanya karena banyak sekali yang harus ia lewati sendiri.

"Kau benar, Nona Ahn."

"Seulgi masih saja mencintai orang itu. Sudah lama. Sebenarnya aku ingin menyerah, tapi mengingat kembali apa yang ahjumma katakan membuatku akan terus menunggunya. Tapi tetap saja masih membuatku sakit." Jelas Jimin dengan suara rendahnya.

Wendy menepuk pelan punggung Jimin, semoga ini memberikan ketenangan bagi seseorang yang mencintai.

"Lebih bahagia jika kita mencintai orang yang bisa kita miliki, bukan?" Sambung Jimin.

Wendy mengangguk.

"Jimin-ah. Kau tahu kalau Chanyeol menjadi CEO baru perusahaan?" Tanya Wendy sedikit was-was.

"Aku tahu. Kau tidak apa-apa dengan itu?" Tanya Jimin.

"Kalau ditanya apakah aku tidak apa-apa, aku akan berdosa jika aku mengatakan aku tidak apa-apa." Jawab Wendy.

Wendy tidak memberitahu Jimin tentang alasan mengapa ia dan Chanyeol berpisah. Yang Jimin tahu Chanyeol yang menyakiti Wendy.

Semua orang punya rahasia masing-masing.

UNTOLD [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang