[SELESAI]
Setiap orang, selalu punya rahasia di dalam hidupnya. Memeluk rahasia itu erat-erat. Choi Chanyeol, seseorang yang baru saja menjadi CEO di salah satu perusahaan properti di Korea Selatan, Blue Sky Company. Saat salah satu wartawan menanya...
"Tidak. Aku hanya bertanya." Pria tinggi itu melangkah mendekati Wendy. Yang Chanyeol tahu Wendy tinggal sendiri untuk waktu yang lama di rumah sederhana itu. Lalu memeluknya.
"Jangan memelukku. Aku bau." Wendy berusaha melepaskan diri dari rangkulan Chanyeol.
"Lepaskan. Aku mau mandi." Tapi tetap saja pria tinggi itu makin mempererat pelukannya, dan meletakkan kepalanya di pundak Wendy.
"Kau belum menjawab pertanyaanku." Chanyeol dengan suara beratnya.
Wendy jadi diam. Ia tak tahu bagaimana perasaannya. Iya, jika jantungnya berdetak karena pertanyaan itu. Hanya saja ia belum siap. Mengingat bahwa status Chanyeol yang sangat tinggi jika dibandingkan dengannya.
"Iya, iya. Terserah. Lepaskan aku. Aku mau mandi." Chanyeol jadi tersenyum dan melepaskan pelukannya dari tubuh mungil Wendy.
"Mau mandi bersama?"
Lantas Wendy memukul lengannya dengan keras. "Kau gila, Chan." Ucapnya. Wendy bergegas ke kamar mandi.
"Cium dulu." Entah kenapa Chanyeol jadi manja dan menunjuk pipinya.
CUP!
Wendy menciumnya dan langsung berlari ke kamar mandi.
"Aku akan memasak untukmu jika kau ingin menikah denganku!" Teriak Chanyeol pada Wendy.
"Tidak usah masak saja, Choi Chanyeol!" Teriak Wendy dari dalam kamar mandi.
Chanyeol sangat menyayangi gadis itu. Ia selalu percaya bahwa ia akan selalu bersamanya, selalu ada disisinya.
***
"Ayah, aku pergi dulu." Chanyeol berpamitan pada ayahnya yang sedang duduk santai di sofa.
"Jika kau tidak bisa melupakannya, kembalilah, Chan." Ucap Tuan Choi.
"Tak ada yang bisa aku lupakan ayah, semuanya menyakitkan bagiku." Ujar Chanyeol.
"Apakah kau akan begini terus, saat semuanya begitu menyakitkan bagimu?"
Chanyeol menghiraukannya. Jika ia memikirkannya lagi, itu seperti trauma terbesarnya. Menepis semua hal positif, dan menarik ia kembali di saat ia benar-benar rapuh dan hancur.
Pria itu lalu menaiki mobilnya dan meluncur menuju BlueSky.
***
Cuaca pagi itu sangat cerah. Terlebih lagi, ada dua orang yang sedang tidur berdampingan di atas sofa.
Seulgi meringkuk. Merasakan sakit disekujur tubuhnya. Ia lalu meraba-raba badannya. Ia membelalakkan matanya. Yang tersisa di tubuhnya hanya atasan dan celana pendek hitam miliknya.
"EOMMA!!!" Teriakan Seulgi membuat Jimin terbangun dan terkejut. "Dimana bajuku? Aku di mana? Kenapa aku begini?!"
"WAE!? WAE?!" Jimin terbangun dengan sangat terkejut. Ia juga terkejut melihat disekelilingnya. Kemeja dan celananya sudah berhamburan kemana-mana. Jimin hanya menggunakan celana boxernya.
"Ji-Jimin-ah?" Seulgi menarik selimut untuk menutupi dirinya.
Jimin kembali mengingat kejadian tadi malam.
Hal ini tak akan menjadi kesalahanku, Seulgi. Jimin menutup mulutnya mengingat kejadian semalam.
"Ka-kau tak melakukan itu padaku, kan?" Tanya Seulgi yang jantungnya sudah berdetak dengan kencang.
"Kau yang menciumku lebih dulu, Seul!" Jimin panik.
"Benarkah? Aku?" Seulgi yang menunjuk dirinya sendiri. Seulgi kembali mengingat-ngingat. Tapi, ia tak mendapat pencerahan apa-apa.
"Tapi, aku masih sadar. Aku tak melakukan yang itu padamu." Ucap Jimin.
"Mianhae, Jimin-ah. Harusnya aku tak begitu." Air mata Seulgi keluar dengan sendirinya. Jimin yang melihat itu merasa bersalah, ia lalu mendekati Seulgi dan memeluknya.
"Aku gila. Aku mencium sahabatku sendiri." Seulgi menangis sejadi-jadinya. Ini yang paling ditakutkan Seulgi.
"Kau tidak salah, Seul." Ucapnya. Lalu melepas pelukannya.
"Sebenarnya aku juga yang salah. Aku tak bisa menahannya." Lanjut Jimin.
"Mandilah dulu. Atau aku akan menciummu lagi." Ucap Jimin dan mendapat pukulan pelan dari Seulgi yang masih sedikit terisak. Seulgi lalu menarik Selimut dan mengumpulkan bajunya lalu bergegas ke kamar mandi.
Jimin memusingkan semuanya. Untung saja ia tak lepas kendali semalam.
Kenapa kau melakukan itu, Jung Jimin?
***
Jimin setelah baca ini be like :
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.