BAB 24

556 75 5
                                    

Setahun lalu, bukan waktu yang mudah untuknya berdiri sendirian. Kenangan itu. Kejadian itu membuatnya merasa bukan dirinya sendiri. Entah itu salahnya atau salah orang lain. Siapa yang disalahkan atas ini semua? Tapi yang pasti, dirinyalah yang menjadi pemeran utama kesalahan itu.

Aku akan terus mengawasimu.

Kalimat itu terus terngiang di kepala gadis malang itu, berpikir apakah Tuhan membencinya sampai ia tak pernah mendapatkan kebahagiaan lengkap dalam hidupnya? Sejak pria itu, malam tadi 'mengunjunginya' membuatnya tak bisa berpikir jernih. Potongan kenangan itu kembali menyeruak di pikrian di mana ia harus mati-matian menyembunyikannya. Kenapa ia harus datang lagi?

Sedari tadi, handphonenya berdering. Yang pasti, itu dari Seulgi atau Jimin yang menghubunginya, menanyakan kabar dan kenapa ia tak datang ke kantor hari ini.

Wendy demam.

Suara pintu berdenyit, terbuka.

"Noona, kau baik-baik saja?" Seseorang itu masuk, masih menggunakan topi hitam miliknya. Membawa nampan dengan bubur hangat dan segelas air di atasnya.

"Keluar dari sini." Sarkas Wendy. Ia membencinya, sangat. Menatap wajahnya saja sudah membuat gadis itu marah, kesal, semua bercampur menjadi satu. Orang itu menyentuh lengan Wendy. Wendy terperanjat kaget, takut sekali.

"JANGAN MENYENTUHKU!" Teriak Wendy.

"Aku tak akan menyakitimu, noona. Tak akan sama sekali." Seringai itu bukan menunjukkan kekhawatiran, itu seperti menertawakan ketidakmampuan Wendy, itu yang Wendy pikirkan.

Wendy masih ketakukan di sudut kamarnya, bibirnya pucat, dan badannya gemetaran. Ketakutan.

"Baiklah, aku akan keluar dari sini. Tapi, makanlah, noona. Aku sangat khawatir kepadamu." Tatapan itu kembali menusuk Wendy.

"Omong kosong kau, brengsek!" Wendy kembali berteriak.

"Selama ini, aku yang menolongmu, noona. Aku yang mencintaimu. Aku yang selalu ada saat semua itu mengelilingimu, semua kesakitan, kesepian itu." Taehyung semakin mendekat.

"Tidak! Tidak ada yang menolongku! Bahkan jika itu kau! Jangan mendekat!" Suara Wendy tersengal-sengal dengan derai air mata yang masih lancar membasahi pipinya.

"Baiklah, aku akan keluar dari sini. Tolong makanlah. Aku tak mau kau sakit." Akhirnya Taehyung keluar dari kamar Wendy. Gadis itu masih terisak.

Ia kembali.

Kembali dengan kenangan buruk itu.

***

Sementara di kantor BlueSky Co. staffnya masih sama setiap hari. Saling menyapa, masuk ruangan, mengerjakan tugas. Lingkaran itu menjadi kebiasaan di kantor. Namun, gadis yang merangkap sebagai manajer pemasaran itu, sudah satu jam ia menelepon Wendy, namun tak kunjung di jawab.

"Kau tahu Wendy ke mana atau bagaimana kabarnya?" Tanya Seulgi pada Soojin.

"Kau sudah menanyakan itu hampir 10 kali, eonni." Soojin mulai kesal pada ketuanya itu.

"Oh, maaf." Seulgi masih meletakkan handphonenya di telinga. Namun, hanya nada tut tut berkali-kali, Wendy tak kunjung menjawab. Akhirnya dengan voice mail ia bertanya soal Wendy.

"Haruskah aku ke rumahnya?" Tanya Seulgi.

"Itu bagus, eonni. Lebih baik." Soojin asal menjawab.

"Tapi, aku tak tahu alamat rumahnya." Seulgi polos sekali.

"Kau bisa menanyakan itu pada manager Jung." Soojin memutar bola matanya, kesal.

UNTOLD [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang