Bab 45 - Special Chapter (2)

638 41 3
                                    

#SEULMIN ✨

Sudah cukup lama Seulgi dan Jimin sudah diikrarkan janji sumpah dalam pernikahan untuk hidup berdua selamanya.

Kini keduanya duduk dengan Jimin yang memeluk Seulgi di sofa di ruangan utama apartemen Jimin. Tempat di mana dulu mereka tak sengaja melakukan sesuatu yang sangat memalukan untuk keduanya. Sedang menonton variety show yang cukup membuat tertawa di televisi.

Karena ini hari libur kantor, jadi mereka punya waktu banyak untuk berdua di rumah.

Jimin tak hentinya mengecup kening Seulgi, entah seberapa besar rasa cinta pria itu kepada Hwang Seulgi.

"Jimin-ah, kau mau punya anak berapa?" Seulgi tiba-tiba bertanya.

"Kau serius menanyakan itu?" Tanya Jimin menatap Seulgi.

"Iya. Aku serius. Aku menanyakannya karena kau telah melakukannya padaku dua hari yang lalu." Ucap Seulgi.

Jimin jadi malu sendiri.

"Aku tak akan menjawabnya. Dan mari kita membicarakan hal lain saja." Wajah Jimin jadi merah.

"Kau malu, ya?" Seulgi mencubit pelan pipi Jimin.

Jimin tak menjawab.

Seulgi kini menatap wajah Jimin yang berada di atasnya. Entah kenapa ia sangat bersyukur bisa dicintai pria setangguh Jimin.

"Jimin-ah." Panggil Seulgi.

"Hm?"

"Aku mencintaimu." Ujar Seulgi.

Jimin kaget sendiri mendengar menuturan Seulgi.

"Aku menyukai setiap sisi dari hidupmu." Lanjut Seulgi.

"Tahu tidak, aku suka dengan mata, bibir, dan senyummu." Seulgi kini menyentuh mata lalu turun ke bibir Jimin.

"Kenapa?" Tanya Jimin.

"Matamu dan bibirmu sepertinya terhubung. Jika kau tersenyum, matamu juga akan tersenyum."

"Bukankah kau juga begitu?" Balas Jimin.

"Aku lebih menyukai punyamu."

"Kau bisa saja." Jimin mulai mendekatkan wajahnya ke wajah Seulgi. Sebentar lagi menyentuh bibir gadis itu.

Tiba-tiba saja Seulgi memegangi mulut dan perutnya, berlari menuju toilet.

"Seulgi-ya!" Jimin panik, mengikuti Seulgi ke toilet.

Seulgi benar-benar muntah, Jimin membantu memijit belakang Seulgi, membantu merapikan rambut Seulgi.

Wajah Seulgi sangat pucat, bahkan bibirnya saja sudah memutih.

"Jimin-ah..." Seulgi langsung menghambur memeluk Jimin. Jimin membalas pelukannya, mengecup pucuk kepala Seulgi. Menepuk pelan punggung gadis yang sedikit terisak itu.

"Hei... Kenapa kau menangis?" Tanya Jimin sembari tetap mengecup kepala Seulgi.

"Tak tahu.."

"Kau ingin mengeceknya sendiri atau kita ke Dokter?" Seperti tahu keadaan, Jimin mulai menanyakan itu. Jimin bohong jika ia tak merasa detak jantungnya berpacu kencang.

Seulgi tak menjawab, semakin erat saja gadis itu memeluk suaminya.

"Baiklah, aku tak akan me-"

"Aku akan mengeceknya, sendiri." Potong Seulgi. Kini Seulgi melepas pelukannya, ditatapnya wajah suami tampannya itu.

Jimin tersenyum, merapikan anak rambut Seulgi yang mengganggu wajah cantiknya.

Seulgi kini meraih test pack dari dalam laci meja dekat kamar mandi. Menutup pintu kamar mandi dengan Jimin yang tengah menggigit bibir di luar kamar mandi, khawatir dan senang bercampur jadi satu.

Sekitar lima menit, Seulgi belum keluar juga. Jimin bahkan sampai memainkan ujung kukunya.

"Apa kau bisa menggunakannya?" Tanya Jimin. Namun, tak ada respon dari dalam kamar mandi. Jimin tahu Seulgi tak bisa berkata-kata juga. Jimin hanya bertanya karena ia gugup.

Decit pintu terbuka, Seulgi langsung menghambur memeluk Jimin. Jimin belum berani menanyakannya lagi.
Seulgi hanya mengeratkan pelukannya.

"Jimin-ah..." Panggil Jimin.

"Hm?"

"Kau mau lihat?"

"Tentu." Seulgi kini melepas pelukannya, dan memperlihatkan test pack itu.

Dua garis terpampang jelas. Seketika senyum Jimin mengambang. Matanya juga berkaca-kaca. Jimin menatap Seulgi.

"Terima kasih." Ucap Jimin.

"Jangan menangis." Seulgi menepuk pucuk kepala Jimin yang sedikit lebih tinggi darinya.

"Aku mencintaimu." Seulgi kembali memeluk suaminya itu, mendapatkan lagi kecupan hangat suaminya di atas kepalanya.

"Aku juga mencintaimu." Balas Jimin.

"Apakah anak kita nanti seperti yang aku khayalkan bersamamu waktu itu?" Tanya Seulgi setelah melepas pelukannya.

"Mungkin saja." Jawab Jimin.

"Apakah kau ingin punya anak lagi setelah yang ini? Aku masih sanggup, lho." Jimin menyentuh perut Seulgi.

"Yang ini saja belum lahir, kau sudah meminta yang lain. Suami aneh, untung sayang." Jimin jadi tersenyum mendengar celoteh Seulgi.

"Seulgi-ya, apakah kita bisa melakukannya saat kau hamil?" Jimin mengikuti Seulgi yang melangkah menuju kamar mereka.

"Kau harus menahannya sampai 9 bulan!" Ucap Seulgi. Kini Jimin memeluk dari belakang istrinya itu, mengusap perut Seulgi. Dan, lagi-lagi mencium kepala Seulgi.

"Aku bersyukur bisa mendapatkan kalian berdua. Jaga ibumu, ya. Jangan membuatnya terlalu sakit. Karena ayahmu ini akan sangat sedih melihatnya kesakitan." Ucap Jimin sambil menyentuh pelan perut Seulgi.

Kini Seulgi menjatuhkan air matanya. Perlahan ia menyentuh juga tangan Jimin yang berada di atas perutnya. Menggegamnya penuh cinta.

"Aku mencintaimu melebihi apapun yang semesta berikan untukku. Terimakasih sudah menungguku untuk waktu yang lama." Ucap Seulgi.

"Lihat, aku sudah mendapatkan kalian berdua. Aku mencintaimu sejak saat itu, dan tak pernah ada yang menggantikanmu. Terima kasih sudah menerimaku." Balas Jimin.

Lihatlah, bagaimana semesta memainkan perannya dengan sangat baik untuk dua manusia yang mencinta ini. Takdir tak selamanya memberikan kesedihan, ia juga bisa memberikan kebahagiaan diwaktu yang bersamaan.

Menunggu itu sebuah proses. Proses akan menuju kepada hasil. Bersabarlah, dalam waktu dekat kau pasti akan menerima banyak cinta dari dia yang kau kagumi.

Rasakan saja prosesnya, itu akan membawamu mendekat bersamanya ke pusat dunia.

UNTOLD [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang