"Ra," lirih suara seseorang yang berada di belakang tubuh Kara. Echa menatap lekat Kara beralih menatap kearah belakang tubuh Kara. Posisinya memang Kara membelakangi pintu masuk kafe.
Kara yang sedang menundukan kepalanya sudah tahu suara milik siapa itu. Namun, rasa pening di kepalanya membuat Kara enggan untuk mendongak atau sekedar berbalik menghadap asal suara.
"Ra, gue bisa jelasin," ucapnya terdengar hati-hati.
Kara berusaha meneguhkan hatinya. Semua yang di ceritakan Echa barusan seperti mimpi baginya. Apa memang dirinya sebodoh itu sampai-sampai hal seperti ini saja ia tak mengetahuinya.
Dengan penuh keyakinan Kara bangkit dan membalikan tubuhnya. Hingga pandangannya terpaku pada apa yang sedang di lihatnya saat ini. Tiba-tiba matanya langsung memanas, ada sesuatu yang mendesak ingin keluar dari kedua matanya juga dadanya yang rasanya sangat menyesak.
"Kalian bohongin gue?" lirih Kara dengan suara bergetar.
Ya, kini orang-orang yang terlibat dari cerita yang baru saja Echa ceritakan padanya ada di hadapannya. Razel, Abel, Arga, Satria, Samuel, Glen, Vito, Mateo, Laksa, bahkan Shasa juga ada di hadapan Kara sekarang.
"Ra," lirih salah satunya.
Pandangan Kara langsung tertuju pada Abel. Tiba-tiba sesuatu yang sedari tadi di tahannya akhirnya luruh juga. "Apa salah gue Bel?" tanya Kara tertahan.
Abel menggeleng. Untuk pertama kalinya air mata Abel terlihat. Dulu saat Abel jatuh, sakit, bahkan di bohongi Laksa sekalipun Abel tak menitikan air matanya tapi untuk saat ini Abel tak peduli jika air matanya kini meluruh. Kara dan Abel kini saling menatap dengan air mata yang sama-sama turun.
"Maafin gue Ra, tapi lo harus dengerin penjelasan gue dulu," ucap Abel sedikit memohon.
Kara menggeleng. "Semuanya udah jelas. Lo bohongin gue. Lo manfaatin gue!" ucap Kara.
Abel mencoba mendekat namun, Kara langsung mundur. "Gue udah percaya lo Bel!" sentak Kara.
Pandangan Kara langsung tertuju pada cowok yang beberapa bulan ini menjadi pacarnya yang juga sedang menatapnya. Entahlah, Kara tak bisa mengartikan tatapannya itu.
Pancaran kekecewaan langsung Kara berikan. "Apa ini alasan lo! Ini alasan kenapa dulu lo gak mau gue putusin?!" pekik Kara.
Razel yang mendapatkan pertanyaan tersebut hanya diam. Rasanya bibirnya terlalu kelu. Jujur, Razel pun sama tak mengertinya dengan situasi ini.
"Karena lo cuman jadiin gue pelampiasan kesalahan lo sama sepupu gue! Iya!" marah Kara.
Arga memegang tangan Kara. Namun, langsung di tepisnya. "Apa ini rencana lo juga?" tanya Kara sarkas.
"Kita bisa bicarain ini dengan baik Ta," bujuk Arga.
Air mata Kara semakin deras.
Sekuat tenaga Kara menahan agar tak terlihat lemah. Namun, semuanya terasa tak terkendali."Nggak, lo gak ngerasain gimana jadi gue," gumam Kara lirih.
Semua orang bungkam. Kara kembali menyorot tajam. "Lo semua gak ngerasain gimana rasanya ngejalani semuanya dengan rahasia, kebohongan, dan kepura-puraan. Seakan gue paling BEGO DISINI!" murka Kara kemudian pergi meninggalkan mereka semua yang masih diam terpaku.
Abel yang melihat Kara yang pergi berniat mengejar. Namun, lengannya di tahan Shasa. "Udah Bel! Biarin dia tenang dulu!" ucap Shasa.
Abel langsung memeluk Shasa sambil tersedu. "Gue gak maksud gini Sha," lirih Abel.
Shasa mengangguk. "Gue tahu. Tapi, sekarang bukan saatnya."
Arga mengepalkan tangannya kuat. Pandangannya langsung tertuju pada seorang cewek yang sedari tadi bungkam. "Ini yang mau lo tunjukin? Membuat semuanya semakin kacau?!" sarkas Arga.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Annoying Boyfriend [END]
Fiksi Remaja( Sudah Tamat tapi ada baiknya di ramaikan dengan voment. ) Banyak cewek-cewek yang ingin memiliki hubungan dengan seorang Razelio Neftra Xiliks cowok tampan dan merupakan ketua geng besar sekolah. Namun, berbeda dengan cewek bernama Arnlytha Karame...