Part 41

7.1K 296 11
                                    

Nyatanya semua yang di lihat mata tak semuanya memang akan selalu benar.

Terkadang ada banyak hal yang orang lain perlihatkan tak sesuai dengan apa yang mereka rasakan. Semuanya hanya sebuah bentuk pertahanan diri dan penghibur hati agar orang lain tak melihat apa yang sedang mereka rasakan.

Begitupun dengan seseorang yang kini berada di hadapan Kara. Dengan pandangan sendu juga pucat namun tak melunturkan senyum manis di bibirnya yang senantiasa mengembang.

"Lo kenapa?" akhirnya pertanyaan itu lolos dari bibir Kara yang sedari tadi hanya diam terpaku.

"Echa gak papa," jawab Echa pelan namun ada nada sedih di dalamnya.

Kara yang berdiri di samping brangkar yang Echa tempati mengatupkan bibir rapat. Orang bodoh mana yang akan percaya jika sahabatnya ini sedang baik-baik saja. Tangan yang di infus, wajah pucat, badan lemas dan masuk rumah sakit. Kara tak sebodoh itu.

"Jangan bohongin gue lagi bisa? Gue udah muak Cha," ucap Kara melirih.

Echa mengatupkan bibirnya air mata itu langsung mencelos menerobos keluar. Nyatanya ingin terlihat kuat di hadapan orang lain itu sangat sulit.

Melihat air mata Echa yang keluar Kara yakin bahwa semuanya kini tidak sedang baik-baik saja. "Echa jawab gue," ucap Kara pelan.

Echa menyeka air matanya. "Echa sakit kanker darah."

Pendengaran Kara terasa berdengung. Pikirannya mulai mencerna apa yang barusan Echa ucapkan. "Gak usah becanda Cha!" tekan Kara.

Echa tersenyum. "Apa Echa muka sebecanda itu untuk ngomongin soal penyakit?"

Kara diam. Pikirannya melayang pada kejadian-kejadian yang Kara ingat.
Dulu, Echa pernah mimisan dan berakhir pingsan, wajah yang semakin hari semakin pucat, beberapa kali ijin tidak sekolah, dan Kara pernah memergoki Echa yang meminum beberapa obat.
Namun, sepertinya Echa terlalu pandai menutupi itu semua dengan alasan-alasan yang di berikan cewek itu hingga Kara tak pernah menyadari bahwa kini sahabatnya sedang mengidap penyakit yang serius.

"Ra," panggilan Echa membuat Kara kembali tersadar.

Pandangan sendu Kara layangkan. "Kenapa Cha? Kenapa lo gak pernah bilang? Apa Shasa? Abel? Mereka tahu?"

Echa menggeleng. "Mereka gak tahu. Echa sengaja gak bilang karena Echa gak mau buat kalian khawatir, Echa gak mau nyusahin kalian. Kalian selalu baik sama Echa," jawab Echa.

Kara menatap Echa lekat. "Sejak kapan?"

Echa tersenyum sendu. "Waktu kelas tiga SMP."

Kara menatap Echa tak percaya. "Selama itu? Dan bodohnya gue gak tahu sama sekali?"

Echa menggeleng kuat. "Ini mau Echa. Kara gak bodoh. Echa yang tau diri karena selama kita sahabatan Echa yang paling nyusahin kalian. Echa cuma gak mau nambah beban pikiran kalian," jelas Echa dengan air mata yang kembali meluruh.

"Maafin Echa Ra," lanjut Echa.

Kara hanya diam tak tahu harus merespon apa. Hingga Echa kembali berucap. "Hari ini Echa harus pergi," mata Kara langsung menatap Echa penuh tanya.

My Annoying Boyfriend [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang