• 7

370 22 0
                                    

"Vanya!!!"

"Zhevanya!"

DUKH!!!

"Awhh..." Ringis Vanya begitu Adel menjitak kepalanya.

"Lo udah cuekin gue daritadi, gue ngomong lo denger gak?!" Kesal Adel, di sore hari mereka berada di cafe untuk mengisi waktu libur sekolah.

"Iya iya denger, lo bilang kue disini enak kan?" Ucap Vanya dengan memelas.

Adel melirik dengan tajam, dia bilang kue enak udah lewat 1 jam yang lalu sebelum Vanya tenggelam dalam lamunannya.

"Tau ah, males gue!" Kesal Adel.

Vanya kembali menyendok muffin coklat di depannya, "lah terus lo ngomong apa?" Tanyanya dengan santai.

"Gue baper sama Bagas! Tapi di satu sisi sih Raka sepupu lo dekatin gue bego!"

Mendengar itu Vanya membelalakkan kedua bola matanya, dia berhenti memakan muffin pesanannya dan langsung mendekati Adel dengan rasa penasaran.

"Gimana bisa lo baper sama Bagas?" Tanya Vanya.

"Gue baper, selama ini dia kek tau lah kalo sama gue tuh kayak orang pacaran! Tapi gue gak bisa bilang pacaran toh gak ada hubungan juga." Jawab Adel.

"Emang lo dapat perlakuan apa aja sih? Kok lo sampai baper gitu?" Tanya Vanya.

Adel menghela dengan perasaan gundah, "dia suka ngelus kepala gue, terus kemarin gue ikat rambut dia narik gitu bilangnya gue cantik kalo diurai, dia ikatin tali sepatu gue waktu lepas, dia bahkan belakangan ini sering antar gue pulang." Ujar Adel.

Vanya menganggukkan kepalanya dan melipat kedua tangannya di dada seraya berkata "terus kalo lo nyaman sama Bagas yaa gak perlu terima sih Raka." Ucap Vanya.

Adel menjambak pelan rambutnya sendiri, di situasi begini emang gak ada untungnya minta pendapat sama seorang Zhevanya Genandra.

"Lo tuh uang doang yang banyak! Tapi ide gak pernah banyak!" Kesal Adel.

"Salah lagi, yaudah lo gak usah cerita ke gue!" Jawab Vanya tak mau kalah.

"Ih Zev!!!"

Kalau Adel sudah memanggil nama panggilan Zev berarti dia udah benar-benar pasrah sama semuanya.

•••

Zean tengah berbaring di kamarnya, dia terus memikirkan kejadian semalam. Hatinya merasa tidak tenang, dia terus bertanya-tanya kenapa dirinya setega itu?

"Gue minta maaf atas nama bunda gue, gue mohon maaf sebesar-besarnya!" Zean melihat seorang Zhevanya Genandra bersimpuh di hadapannya dengan air mata yang bercucuran bahkan pundaknya bergetar karna tangisan.

"Emang maaf dari lo bisa buat mamah gue kembali?" Tanya Zean dengan dingin.

Vanya mengelap air matanya, merapikan rambutnya yang sedikit berantakan karna angin, dia menarik nafas dalam-dalam untuk menjawab itu.

"Gak bisa Zen, tapi gue selalu dipenuhi rasa berdosa atas perbuatan bunda gue ke elo. Lo boleh minta apapun yang lo mau, gue bakal nurutin apapun yang lo mau kalau emang itu bisa buat nembus rasa bersalah gue..."

VANZEANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang