• 5

339 16 2
                                    

Vanya bersiap siap untuk pergi kerumah Ezra dengan membawa beberapa buku sekolah, kebetulan tugas sekolah Vanya menumpuk.

Sepanjang perjalanan, Vanya hanya diam mendengarkan musik yang terputar di dalam mobil.

Melihat pemandangan luar dari kaca mobil, membuat Vanya merasakan ketenangan dia tersenyum begitu melihat pasangan remaja yang berlalu lalang lewat.

Tak berselang lama mobil yang dikendarai Vanya memasuki halaman rumah Ezra, rumah mewah rancangan arsitek Nico van der Meulen. Vanya bisa menebak rancangan itu, karna rumah dari saudara-saudara ayahnya tidak pernah gagal, mereka memakai arsitek terbaik dari yang terbaik.

Eksterior rumah ini mengandung bahan baja, yang menampilkan kemewahan. Di sisi lain, sentuhan baja di bagian eksterior tetap bisa mempertahankan kesederhanaan dari bentuk rumah.

Kaca yang mengelilingi setiap sudut rumah, membuat ruangan bagian dalam dan luar seolah-olah menyatu. Hal ini dibuat oleh sang arsitek karena ingin memastikan pemilik yang tinggal di rumah ini bisa tetap menikmati pemandangan di luar.

Vanya terus memperhatikan ke arah sekeliling rumah itu, dia berdecak kagum dengan desain rumah sepupu nya itu.

Sesampai di depan pintu, Vanya memencet bel rumah.

CKLEK!!!

Pintu terbuka menampilkan Ezra dengan rambut basah sepertinya habis mandi, handuk menggantung di lehernya, tanpa memakai kaos hanya memakai celana training berwarna hitam.

Vanya mengamati dari atas hingga bawah, "sampai kapan lo liatin gue kayak gitu?" Tanya Ezra.

Vanya gelagapan sendiri dan berakhir menyengir malu, Ezra mempersilahkan Vanya masuk.

"Bokap lo belum pulang?" Tanya Vanya.

Ezra hanya menggeleng seraya berjalan ke dapur diikuti Vanya dari belakang, rumah ini terlihat sepi dan tenang bahkan Vanya tidak melihat ada pelayan berkeliaran hanya ada penjaga di depan gerbang.

"Lo mau minum apa?" Tanya Ezra.

Vanya masih berdiri sibuk memperhatikan seluruh isi dapur, area dapur didominasi oleh warna putih menonjolkan konsep minimalis, namun kitchen set dengan bahan marmer mempertegas kesan mewah dan elegan.

Tidak terlihat membosankan, karna lantai atau langit-langit dapur itu terlapisi dengan material kayu.

"Hei, lo tuh kenapa sih?"

Vanya baru sadar dari lamunannya yang terus memandang isi ruangan rumah besar milik sepupunya ini.

"Gue lagi gak pengen minum, nanti aja kalo haus..." Tolak Vanya.

Ezra mengangguk, "yaudah ayok ke kamar gue, belajar di kamar." Ajaknya lalu berjalan pergi.

Lagi-lagi Vanya dibuat kagum oleh kamar Ezra yang super mewah modern minimalis monokrom.

Warna hitam, abu-abu dan putih yang menjadi ciri khas monokrom memang tidak pernah gagal menampilkan kesan simpel dan elegan.

Vanya menaruh tas nya di kasur dan langsung merebahkan dirinya itu di atas kasur, menatap langit-langit kamar.

"Lo belum cerita soal Zean, buruan cerita!" Ucap Vanya.

Ezra sendiri sibuk mencari kaos untuk dipakai di badannya, "mulai dari mana? biar lo gak bingung?" Tanya Ezra.

"Dari om Rendi dulu, kenapa bisa gue gak pernah tau dia?"

Ezra menghela nafas dan duduk di sebelah Vanya, "om Rendi tuh gak pernah direstui bahkan ditolak oleh keluarga Genandra, cuman bokap lo yang selalu mendukung hubungan tante Karin sama om Rendi bahkan di waktu pernikahan seluruh keluarga gak ada yang datang cuman bokap nyokap lo doang yang ikut hadir..." Jelas Ezra.

VANZEANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang