• 41

255 11 4
                                    

      Terhitung sudah ada semingguan Vanya tidak ada menerima pesan dari Zean, bahkan Zean selalu menghindar tiap Vanya menengok kabarnya ntah di kantor atau dirumah. Pernah sekali Vanya melihat Zean tengah makan dengan seorang perempuan.

"Sebenarnya, dia ngehindar kenapa sih??" Vanya masih bingung dengan perubahan sikap Zean tanpa alasan yang jelas.

"Vanyaa!"

Naura yang berjalan terburu-buru dan membisikkan sesuatu, mendengar hal itu Vanya langsung berlari cepat membuat para karyawan melihat ke arahnya. Naura pun merapikan barang-barang Vanya ke dalam tas, setelah itu menyusul Vanya yang sudah di dalam mobil.

Emang apa yang dibisikkan Naura?

"Jangan sembarangan kamu bicara!!!" Sungut Zean mendengar ucapan sekretaris nya barusan, berita yang di dengarnya benar-benar buruk!

Sekarang Zean tengah di London untuk bertemu dengan kliennya dan harus mendengar kabar buruk dari sana.

"Terus keadaan Vanya bagaimana?"

Sekretaris itu hanya menunduk, tidak tahu harus menjawab apa. Zean mengacak rambutnya dengan frustasi, pertemuan ini hanya bisa sekali dan tidak akan bisa ditinggalkan. Terus bagaimana dengan Vanya disana? Bukankah dia membutuhkan Zean saat ini? Meskipun mereka lost contact akhir-akhir ini.

"Batalkan pertemuan ini, segera pesan tiket pesawat tercepat!"

Sekretaris itu melongo tidak percaya, "bapak serius? pak, kesempatan ini hanya sekali," tanyanya sekali lagi untuk meyakinkan Zean.

"Apa raut saya sekarang terlihat tidak serius?!" Zean menatap tajam ke sekretaris nya itu.

•••

"AYAH!!!"

Vanya terus menyebut sang ayah begitu sampai di rumah sakit besar ini tak lain rumah sakit milik ayahnya sendiri. Hati Vanya hancur melihat sang ayah bernafas dibantu beberapa alat, terbaring lemah di ruangan sana.

Vanya menjambak rambutnya dengan frustasi, "BODOH BANGET GUE!!! GUE EGOIS BANGET, GAK MIKIR KESEHATAN BOKAP! SIALAN!" Maki Vanya untuk dirinya sendiri.

Naura langsung menghentikan hal itu, dan memeluk Vanya. "It's okayy, lo tenang dulu..." Ucapnya yang menenangkan Vanya.

Dirasa Vanya sudah mulai tenang, Naura mengajak Vanya untuk duduk di kursi. "Ra, soal ini baru kita kan yang tau??" Tanya Vanya,

"Kebetulan tadi gue mau jemput Ayra di rumah Zean, gak sengaja dengar obrolan orangtua Zean. Gue ikut panik, alhasil gue buru-buru kabarin lo. Maaf ya Van, gue lancang gitu dengarin yang harusnya gak gue dengar." Jelas Naura,

Vanya menggeleng dan tersenyum, "gapapa Ra, makasih udah kabarin secepatnya..." Ucapnya,

"Kalo boleh tau Van, emang bokap lo ada riwayat penyakit???" Tanya Naura,

"Iya jantung, waktu gue kelas 12 SMA, penyakit bokap sempat kambuh dan harus dioperasi alhamdulilah berjalan baik, tapi lagi-lagi hari ini kambuh bahkan parah banget... gue sama sekali gak tau, gue gak tinggal sama bokap gue Ra." Jelas Vanya,

Naura mengelus pundak Vanya, "kenapa lo gak milih tinggal sama bokap?? padahal di usia nya beliau ini, orangtua itu butuh perhatian anaknya... Van, kita emang udah dewasa tapi di mata orangtua kita tetap jadi anak kecilnya, coba lo pikir deh kenapa bokap lo sembunyiin penyakitnya?? karna dia gak mau lo ikut sedih, dia yakin bisa sembuh dan tetap bisa nemani lo." Ucap Naura yang memberikan nasihat pada Vanya.

Mendengar nasihat dari Naura, hati Vanya terenyuh seketika. Dia merasa bersalah, selama ini memikirkan kebahagiaan nya sendiri dan lupa kalau ayahnya masih hidup dan masih butuh perhatian yang lebih banyak.

VANZEANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang