"Lo apaan sih narik narik gue?!" Vanya kaget karna Bagas langsung menariknya ke belakang mobilnya, saat mau pergi ke rumah sakit. Sementara, Bagas yang menariknya hanya memasang raut wajah datar, bukan Bagas banget sih kalau kata Vanya.
"Lo, ada hubungan apa sama Arkan?" Tanya Bagas,
Kening Vanya mengerut seketika, "gak ada, emang lo ngira nya apa?" Balas Vanya, ini yang harusnya Arkan dengar dari mulut Vanya.
"Zean ngelihat lo makan berdua waktu malam itu, dan kemarin dia juga ngelihat lo turun dari mobilnya Arkan. Sebenarnya, lo itu anggap Zean apa Van??" Bagas terus membuat Vanya merasa terpojokkan dengan pertanyaan yang dilontarkan.
"Lo, gak bisa egois Van!"
Vanya melipat kedua tangan nya dan menatap kesal ke arah Bagas, "gue masih istri sah Zean Astara Pratama, lo tau itu! Gue sama Kak Arkan gak ada hubungan apa-apa, gue anggap dia sebagai teman kerja gak lebih dari itu!" Jawab Vanya,
"Tapi, mata lo bohong Van. Seandainya isi hati lo bisa dilihat? Itu juga bohong, lo udah gak nganggap Zean lagi. Lepasin sahabat gue, dia berhak bahagia juga Van. Lo sudah cukup hukum dia selama 10 tahun. Gue harap lo ngerti, apa maksud gue."
Bagas langsung pergi, setelah mengucapkan apa yang ada di pikirannya. Meninggalkan Vanya, yang masih berdiri dengan perasaan gundah, ada benarnya apa yang dibilang Bagas. 10 tahun itu memang tidak sebentar, tapi bukankah seumur hidup itu terlalu lama?
Vanya tau, dia harus kemana dan membahas soal ini dengan siapa.
•••
Mendengar kabar Argan yang sadar membuat Zean dan Vanya yang menunggu disana bisa bernafas lega. Pasalnya sudah berapa hari Argan masih belum sadar dan hari ini dia sadar meski belum sembuh sepenuhnya.
Zean berjalan mendekati Argan dan tersenyum, "ayah mau apa???" Tanyanya. Vanya yang melihat ayah nya telah sadar, ikut tersenyum dan langsung menggenggam jari-jemari Argan yang masih terpasang infus di punggung tangannya.
"Zen,,,t—tolong k–kamh,,,"
Zean mendekatkan telinganya untuk mendengar lebih jelas. "Zen,,, t—tolonh, tan–da tangan,,, gantiin p–posisi a—ayah..." Itu yang didengar Zean, demi Tuhan Vanya bisa mendengar suara ayahnya yang menitip amanah untuk Zean dengan dirinya.
"Ayah, ngapain sih ngomong kayak gitu?! Kan ayah bisa sembuh terus lanjut kerja, kenapa harus suruh Zean coba??" Ucap Vanya,
Argan menggeleng lemah, dia meraih wajah putri nya itu. Meski sakit, Argan masih bisa tersenyum melihat Vanya. "Mas Argan???" Pintu terbuka, itu Karina yang baru datang dengan terburu-buru membawa paperbag berisi bubur buatannya, karna Argan mau makan kalau Karina yang masak.
"Mas, mas aku udah masak bubur kesukaan mas. Mas, aku—" ucapan Karina terpotong begitu melihat gelengan Argan seperti menolak dengan halus. Karina tahu bahwa ajal Argan udah mendekat, tapi dia memilih untuk tidak ingin tahu.
"Zen,,, sya—hadat..." Pelan namun bisa didengar semua orang yang berada di dalam ruangan itu, termasuk Dokter Arifin yang setia menemani Argan selama perawatan. Lutut Vanya lemas seketika, hingga genggamannya dengan sang ayah terlepas.
Dengan tubuh gemetar dan menahan tangisan, Zean mendekat pada Argan seraya berbisik kalimat syahadat dengan pelan. Detik itu juga, Argan menghembuskan nafas terakhir dan menutup mata nya.
Dokter Arifin berjalan mendekati Argan dan memeriksa denyut nadi di lehernya, "innalilahi wa innailaihi rojiun, tepat pukul 4 sore, Minggu 20 Agustus, Argan Genandra dinyatakan meninggal dunia..."
"AYAH!!!" Teriak Vanya dengan histeris, hancur, dirinya benar-benar hancur. Sosok yang membesarkan dirinya sampai bisa tumbuh menjadi orang hebat kini terbaring tak bernyawa, sosok yang menemani nya di kala sedih maupun senang. Vanya memukul dada nya berkali-kali dengan tangisan kencang yang memenuhi seisi ruangan.

KAMU SEDANG MEMBACA
VANZEAN
FanfictionLahir di keluarga yang memiliki uang banyak bukan berarti hidupnya sempurna dan itu yang dialami oleh Zhevanya Genandra yang dipertemukan oleh Zean Astara Pratama karna kebencian di masa lalu yang dilakukan oleh orangtua mereka. "Membenci itu selalu...