BAB 3

78.6K 5.2K 91
                                    

Malam ini, setelah pulang dari kantor, Vivian langsung membersihkan diri dan segera berbaring di atas kasur. Baru lima menit berbaring, cewek itu sudah terbang ke alam mimpi. Bekerja seharian memang membuat tidur Vivian terasa lebih nyenyak akhir-akhir ini. Beberapa menit terlewat, Vivian terjaga begitu saja saat telinganya mendengar bunyi nyaring yang berasal dari ponselnya. Dengan kondisi setengah sadar, Vivian secepatnya berlari ke arah meja untuk menggapai ponselnya.

Dia memutar matanya malas saat mengetahui jika panggilan ini berasal dari Aldino, atasannya yang super menyebalkan itu. Aldino memang sudah kebiasaan mengganggu jam tidur Vivian. Seperti beberapa hari yang lalu, saat pukul tiga pagi Aldino juga meneleponnya hanya untuk mengatakan jika dirinya tidak bisa tidur dan butuh dinyanyikan sampai tertidur. Alhasil, Vivian tidak bisa tidur lagi dan harus bernyanyi untuk atasan super manjanya itu. Menyebalkan!

Vivian menghela napas berat lalu menempelkan benda pipih itu di samping telinga. "Halo, Pak? Ada yang bisa saya bantu?"

"Vivian, tolong batalkan tempat di hotel yang kamu pesan beberapa hari yang lalu. Dan cari hotel lain yang jauh lebih baik."

"Baik, Pak."

"Jangan lupa dibatalkan!"

"Akan saya batalkan setelah ini..."

"Okay." Dan sambungan telepon terputus begitu saja.

Vivian mengepal erat kedua tangannya sebelum pada akhirnya membuang ponselnya ke sembarang arah. Sungguh menyebalkan atasannya yang satu ini. Bahkan jam tidurnya pun masih dipakai untuk bekerja. Kalau saja cowok itu bukan atasannya, sudah pasti Vivian akan mengomelinya habis-habisan.

"Ni orang nggak kenal waktu apa ya? Ini kan jam tidur!" Dengan wajah cemberut dan ekspresi kesal, Vivian berjalan ke arah nakas dekat ranjang lalu mengambil tablet berwarna hitam yang selalu ia gunakan untuk pekerjaannya.

* * *

Aldino berjalan keluar dari gedung perusahaan Wilfred Group, sesekali dia mengangguk memberi sapaan sekadarnya pada para karyawan yang menyapa, tentu saja bibirnya tidak pernah mengukir senyuman sedikit pun. Wajahnya yang tegas dan cuek malah terasa lebih cocok untuknya. Sesampainya di depan gedung, mata Aldino langsung menemukan mobil putih mewah miliknya yang sudah terparkir rapi. Di samping mobil, ada seorang gadis cantik yang tampak sibuk berbicara dengan ponselnya sedangkan tangannya memegang tablet dan tasnya tersampir di bahu. Dia Vivian, sekretarisnya. Pemandangan ini adalah pemandangan pagi yang selalu sama hampir satu minggu belakangan ini.

Seperkian detik kemudian, mata Vivian melirik ke arah Aldino saat ia sadar dengan kehadiran atasannya. Vivian langsung menghampiri cowok tampan berjas biru gelap itu, ia mengangguk memberi salam sambil tersenyum manis. Aldino hanya membalas Vivian dengan tatapan mata yang seakan memberikan kode agar gadis cantik itu masuk ke dalam mobil. Vivian mengangguk mengerti kemudian masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi pengemudi.

"Jadi yang di Bali yang bermasalah ya?" tanya Vivian, masih bersama seseorang yang entah siapa di seberang sana. "Ya sudah, kalau begitu kalian handle terlebih dahulu yang ada di sana. Pak Aldino baru bisa berangkat nanti malam," lanjut Vivian sambil sesekali melirik Aldino yang duduk di samping kiri. Beberapa saat kemudian, Vivian menjauhkan ponselnya dari telinga lalu tersenyum ramah menatap Aldino.

"Ada masalah?" tanya Aldino, penasaran.

"Pusat perbelanjaan yang akan kita buka di Bali, Pak."

"Ada apa?"

"Orang-orang yang tinggal di sekitar tempat pembangunan sempat protes karena dianggap mengganggu jika kita membangunnya di sana."

Aldino tak menjawab, dia hanya menghela napas berat seraya mengusap kasar wajahnya.

The Third Person ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang