BAB 18

48K 2.9K 68
                                    

Irene masih tercenung di atas jok mobil Salsha setelah apa yang terjadi di kantor Aldino tadi. Dia tidak habis pikir jika selama ini dia tertipu oleh anak tirinya. Irene tidak pernah menyangka jika Vivian bekerja sebagai sekretaris Aldino, suami teman dekatnya sendiri.

"Sha..." suara Irene memecah keheningan di dalam mobil.

Salsha yang tadinya masih berkonsentrasi mengemudikan mobil kini melirik sekilas ke arah Irene. "Hm?"

"Jadi, Vivian sekretarisnya Aldino?"

Salsha mengangguk mengiyakan. "Iya..."

"Dan... Aldino suka sama perempuan itu?"

Salsha tersenyum paksa lalu kembali mengangguk. "Iya."

"Sha... Aku mau bilang sesuatu. Aku yakin, kamu pasti kaget dengernya."

Salsha mengernyit sesaat. "Mau bilang apa? Bilang aja."

"Vivian, sekretaris sekaligus perempuan yang Aldino suka itu... Dia anak tiri aku."

Salsha menghentikan mobilnya secara tiba-tiba di tengah jalan sampai tubuhnya dan Irene ikut terhuyung ke depan. Dia hampir saja menabrak mobil di depannya, Salsha menghela napasnya lega saat dirinya berhasil mengerem tepat waktu dan tidak memakan korban di jalan raya.

"Sha... Kamu nggak papa?" panik Irene.

"Kak... K-kakak yakin?" Salsha menoleh ke samping kiri, menatap Irene lekat untuk memastikan.

Irene balas mengangguk. "Iya, Sha... Maaf ya, seharusnya aku nggak bilang sekarang. Kamu pasti belum siap dengernya."

"Kakak bilang, anak kakak lagi kuliah di sini, tapi... ke-kenapa..." Salsha sudah tidak habis pikir lagi. Dia tidak menyangka dengan kenyataan tak terduga ini. Apa benar Vivian adalah anak tiri Irene?

"Aku juga nggak ngerti kenapa dia bisa kerja di sana. Perusahaan Aldino adalah perusahaan besar, aku pikir dia nggak mungkin memperkerjakan seseorang yang belum lulus kuliah kayak Vivian," lanjut Irene.

Salsha tak berkutik lagi, pikirannya sudah menjalar ke mana-mana. Banyak pertanyaan yang berputar di kepalanya. Beberapa di antaranya, mengapa Aldino mau menerima Vivian sebagai sekretarisnya jika Vivian memang belum lulus kuliah? Lalu kenapa semuanya bisa kebetulan seperti ini? Itulah dua pertanyaan dari banyaknya pertanyaan lain yang begitu ingin Salsha tanyakan.

* * *

Tepat pukul sebelas malam, Vivian duduk sendirian di dalam ruang tengah apartemennya sambil sesekali mengernyit bingung. Otaknya masih memikirkan kejadian tadi siang. Kenapa Irene bisa berada di Jakarta? Sedang apa ibu tirinya itu di sini? Dan Irene adalah teman dekat Salsha?! Semua itu terasa seperti mimpi buruk bagi Vivian, dan ia ingin cepat bangun dari mimpi ini.

Vivian menghembus napas panjang, matanya beralih menatap pintu utama saat bel apartemennya berdering begitu nyaring. Tanpa pikir panjang, gadis itu segera beranjak dari sofa kemudian berjalan cepat menuju pintu utama apartemen itu. Vivian membuka pintu dan langsung tersentak dengan mata yang melotot saat menemukan seorang Aldino yang kini mengenakan hoodie berwarna putih seraya tersenyum manis.

"Pak Aldino?!"

"Hai!"

"Bapak ngapain kesini malem-malem begini?" tanya Vivian agak berbisik sambil celingak-celinguk ke sekitar koridor apartemen, memastikan bahwa tidak ada yang melihat atasannya. Kejadian saat Aldino mabuk dan menginap di sini sudah membuat Vivian menjadi bahan gosip para tetangga. Vivian tidak ingin hal itu sampai terjadi lagi. Apalagi jika mereka tahu Aldino adalah pria yang sudah menikah. Bisa-bisa Vivian akan diusir secara paksa oleh para tetangga kejamnya itu.

The Third Person ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang