BAB 9

61K 3.6K 84
                                    

Gadis cantik super anggun dengan blus putih dan rok berwarna abu terang itu melangkah menyusuri gedung tempatnya bekerja. Rambut cokelat indahnya yang terurai dan senyuman hangatnya yang cantik semakin menambah karisma cewek itu. Sesekali dia mengangguk memberi sapaan hangat pada karyawan lain yang menyapanya. Karisma yang dia tunjukkan setiap hari sering kali membuat karyawan lain iri padanya.

Bukan hanya itu saja. Dari semua perempuan di perusahaan ini, hanya ia yang bisa berada di samping Aldino selama hampir setiap saat. Bahkan sekretaris sebelumnya hanya boleh menemui Aldino beberapa kali saja. Sedangkan dengan gadis bernama Vivian ini, Aldino seolah membutuhkannya hampir setiap saat. Pantas saja banyak yang tidak menyukai Vivian. Perempuan itu memang membuat siapa pun iri karena merasa tak seberuntung dirinya. Jika ditanya, semua perempuan sudah pasti ingin menggantikan posisi seorang Vivian. Tidak ada satu pun perempuan yang mampu menolak karisma seorang Aldino Wilfred. Berada di samping Aldino selama hampir setiap saat mungkin sudah didamba-dambakan setiap wanita yang bekerja di perusahaan Wilfred Group.

Bagi karyawan di sana, menjadi sekretaris Aldino adalah sebuah jabatan yang paling berkesan. Dan ternyata, jabatan itu jatuh pada Vivian Danica, seorang cewek cantik yang belum lulus kuliah. Hal itu membuat Vivian tak jarang dibicarakan oleh karyawan di kantor. Bagi mereka, Vivian belum pantas mendapatkan posisi itu. Vivian juga sering kali dituduh sebagai perempuan penebar pesona karena tidak memiliki pendidikan tinggi dan hanya mengandalkan parasnya yang cantik untuk menggoda Aldino hingga lelaki itu mau menjadikan Vivian sebagai sekretarisnya.

Sebenarnya Vivian sendiri mengetahui semua pembicaraan para rekan kerjanya yang munafik itu, tetapi ia lebih memilih diam karena menurutnya, mengurus seorang Aldino yang super menyebalkan itu jauh lebih penting daripada mengurus pembicaraan orang-orang tentang dirinya.

Langkah Vivian akhirnya berhenti di depan sebuah ruangan dengan pintu berukuran besar. Ia menarik napasnya dalam sebelum pada akhirnya melangkah masuk ke dalam sana. Vivian tersenyum ramah lalu mengangguk memberi salam kala matanya menangkap sosok cowok berjas hitam yang duduk di balik meja kerja.

"Selamat pagi, Pak Aldino."

Aldino tak menjawab, dia mendadak membeku di atas kursi kerjanya. Seketika bibir Aldino mengukir senyuman lebar dan matanya terus tertuju pada sekretaris cantiknya ini. Blus putih dan rok abu-abu yang Vivian kenakan sekarang adalah setelan pakaian yang dibelikan Aldino beberapa hari yang lalu di Bali, dan Vivian terlihat sangat cocok dengan setelan ini. Aura kecantikannya seolah semakin terpancar. Dia persis seperti malaikat!

Kening Vivian mengernyit saat melihat ekspresi Aldino yang tiba-tiba tersenyum sembari memandangi dirinya. "Pak?"

"Hm?"

"Sarapan pagi Bapak sudah siap. Mau saya antarkan sekarang?" tanya Vivian, begitu ramah.

"Kamu cocok dengan pakaian itu."

Baiklah. Vivian semakin tidak habis pikir dengan atasannya ini. Topik yang dibicarakan sekarang bukanlah tentang setelan pakaian.

Vivian kembali tersenyum paksa. "Makasih, Pak. Jadi gimana? Mau saya bawain sekarang?"

Aldino terdiam beberapa saat, ia mengerjap beberapa kali lalu kembali menatap Vivian. "Bawain apa?" Pikiran Aldino memang mendadak blank karena terlalu terkesima dengan kecantikan Vivian.

Sedangkan Vivian malah mengernyit bingung. Ada apa dengan atasannya ini? Kenapa mendadak jadi tidak nyambung begini? Vivian malah menjadi kesal sendiri akibatnya.

"Sarapan Bapak," balas Vivian.

Aldino menutup mata rapat, berusaha menjernihkan pikirannya. Sejak Vivian masuk ke ruangan ini, otak Aldino hanya dipenuhi dengan kecantikan Vivian sehingga dirinya mendadak tidak fokus. Sementara itu, Vivian malah semakin kebingungan. Kerutan pada keningnya malah bertambah banyak dan tampak semakin jelas. Sekarang kenapa lagi? Apa atasannya ini mengantuk sehingga menutup mata begitu?

The Third Person ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang