BAB 19

48.6K 2.9K 105
                                    

Pukul dua pagi.

Salsha mondar-mandir di dalam ruang tengah rumahnya sembari menggigiti kuku jarinya, raut wajah cewek itu tampak begitu khawatir. Sejak tadi dia tidak bisa tenang karena sampai sekarang suaminya belum juga pulang.

Untuk ke sekian kalinya, Salsha melirik jam yang menggantung di dinding ruang tengah lalu kembali menutup mata, berusaha menjernihkan pikirannya yang sudah melayang-layang ke segala arah. "Aldino di mana? Kenapa jam segini belum pulang juga?"

Salsha membuka matanya lagi, kemudian berlari secepatnya ke arah pintu utama rumah saat pintu itu terbuka secara tiba-tiba. Gadis itu tersenyum lega ketika menemukan seorang Aldino yang kini berdiri di ambang pintu.

"Al, kamu dari mana aja? Kenapa baru pulang?"

"Saya ada urusan," jawab Aldino singkat lalu melangkah begitu saja meninggalkan Salsha.

Salsha menghela napas berat karena sikap suaminya ini, tetapi bibirnya masih tetap mengukir senyuman manis. Ia berjalan mengekori Aldino yang kini berjalan menuju kamar tidur.

"Tadi kamu habis dari rumah Vivian, ya?" pertanyaan Salsha membuat langkah Aldino terhenti.

Cowok itu memutar tubuhnya hingga menghadap Salsha. "Iya."

Mata Salsha seketika merasa panas, air matanya hampir saja turun karena rasa sakit yang menghujam hatinya saat ini. Namun, sebisa mungkin ia masih berusaha tenang dan bertahan pada posisinya, meski kakinya saja sudah terasa lemas dan tidak mampu berdiri lagi.

"Saya akan tidur duluan. Permisi!" Aldino kembali melangkahkan kakinya hingga Salsha tertinggal dua langkah di belakang.

Sebelum Aldino benar-benar masuk ke dalam kamar, Salsha segera berlari kecil menghampirinya lalu menahan lengan suaminya dengan erat. "Tunggu!"

Aldino menghela napas malas. "Apa lagi?"

Salsha mencoba tersenyum paksa. "Vivian belum lulus kuliah kan? Apa kamu tau itu?" Aldino tak menjawab pertanyaan Salsha, hal itu membuat Salsha mengerti dan seakan sudah bisa menebak jawabannya. "Aku rasa, kamu pasti tau. Terus, kenapa kamu menerima Vivian di perusahaan kamu?"

Aldino sempat terdiam beberapa saat sebelum pada akhirnya menjawab pertanyaan Salsha, "Karena dia Vivian."

Kerutan mulai muncul di antara kedua alis Salsha. "Maksud kamu?"

"Karena dia Vivian, orang yang saya butuhkan."

"M-maksudnya apa, Al? Aku nggak ngerti..." Salsha malah semakin bingung dengan penjelasan Aldino.

"Dia adalah orang yang membuat saya tetap bernafas di dunia ini. Dia orang yang menyelamatkan saya..." lanjut Aldino dan langsung melesat pergi memasuki kamar, menyisakan Salsha yang masih mematung di depan pintu.

Napas Salsha terdengar tak beraturan. Dia berusaha mencerna perkataan Aldino, tapi cewek itu tetap tidak mengerti. "Apa maksud Aldino? Orang yang menyelamatkan dia?" Salsha masih berpikir keras, meski akhirnya perkataan Aldino tadi masih terus bergentayangan tanpa arti yang jelas.

* * *

Sambil makan sebungkus keripik kentang, Vivian berguling ke segala sisi tempat tidurnya. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi, tetapi dia belum berniat bangkit dari ranjangnya sama sekali. Bahkan dia semakin bermalas-malasan dan malah menaikkan selimut sampai ke lehernya. Momen ini adalah momen paling langka di hidupnya semenjak dia bekerja di perusahaan Wilfred Group. Biasanya setiap hari libur begini, Vivian masih harus bekerja karena ada rapat mendadak atau karena atasan super cerewetnya itu meminta Vivian untuk datang ke kantor. Untungnya, weekend kali ini Vivian bisa santai di rumah dan bermalas-malasan tanpa khawatir akan terlambat pergi ke kantor.

The Third Person ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang