BAB 32

34.9K 1.8K 59
                                    

Vivian tersentak saat baru saja membuka pintu apartemennya. Pagi-pagi buta begini, Irene sudah berdiri di depan pintu sambil menaruh tangannya di pinggul. Dia tersenyum miring dan menatap Vivian penuh arti.

"Ngapain kamu ke sini sepagi ini?" tanya Vivian dengan nada sengit.

Dan Irene membalasnya dengan senyuman sarkas. "Aku cuma pengin ngingetin kamu secara langsung. Jangan lupa buat mengundurkan diri dari perusahaan Aldino hari ini ya, sweet girl..."

"Aku nggak akan ngelakuin itu!" jawab Vivian tegas.

Irene menatap tajam ke arah Vivian dan tatapan matanya langsung menusuk Vivian secara terang-terangan, mengisyaratkan bahwa ada kemarahan yang akan meledak. "Kamu nggak khawatir sama dampaknya nanti?!"

"Khawatir? Buat apa aku khawatir? Aku berhak menentukan keputusanku sendiri, dan kamu nggak perlu ikut campur!" Vivian menaikkan nada bicaranya, begitu geram.

"Kamu tuh bisa nggak sih nggak bikin ulah?!" kesal Irene, begitu jengkel dengan anak tirinya yang satu ini.

"Emangnya aku bikin ulah?" tanya balik Vivian semakin membuat emosi Irene naik.

"Bisa nggak kamu nurut aja?! Aku udah kasih kamu peringatan berkali-kali, jadi-"

Tak peduli, Vivian langsung melengos masuk dan menutup rapat pintu apartemennya. Vivian sudah bisa menebak apa yang akan dikatakan Irene, daripada membuang waktu untuk mendengarkan hal tidak penting, Vivian lebih baik tidak mendengarnya sama sekali.

Irene menatap pintu apartemen Vivian dengan kedua tangan yang terkepal kuat. "Kalo bukan karena Salsha, aku juga nggak akan sudi ngomong sama kamu! Perempuan penggoda," Irene berkata dari balik pintu tapi tentu masih bisa terdengar oleh Vivian.

Vivian mengusap dadanya pelan, ada rasa sesak yang menghujam hatinya setelah mendengar ucapan Irene barusan. Cewek itu bersandar di balik pintu seraya menahan air matanya agar tidak lolos begitu saja. Meski dirinya begitu terluka, tetapi ia tidak boleh terus menangis. Tangisan hanya akan membuatnya terlihat semakin lemah.

"AKU PASTIIN KAMU BAKALAN NYESEL SAMA KEPUTUSAN KAMU, VI!" Irene berteriak nyaring dari balik pintu lalu setelah itu, suaranya tak terdengar lagi.

* * *

"Selamat pagi..." sapaan lembut menyambut Vivian dengan senyuman manis menenangkan saat cewek itu baru saja memasuki ruang kerja Aldino.

Vivian ikut tersenyum. "Pagi..."

Aldino maju satu langkah lalu setelahnya hal tak terduga pun terjadi. Sebuah kecupan lembut mendarat di bibir merah muda Vivian. "Morning kiss," bisik Aldino pelan.

Rona kemerahan di wajah Vivian seketika muncul tanpa diminta. Ia memukul pelan dada Aldino sembari mengulum senyuman. "Apaan, sih!"

Aldino tersenyum senang kemudian mencubit hidung Vivian gemas. "Hari ini jadwal aku apa, sayang?"

Panggilan sayang dari Aldino malah membuat Vivian makin salting. Cewek itu menyentuh kedua pipinya yang panas dengan tangan dingin seperti es kemudian menjawab, "Kita ada rapat sama direktur perusahaan LC Group, Pak. Mobilnya udah saya siapin, mau berangkat sekarang?"

Aldino tersenyum lebar, bahkan tertawa melihat tingkah lucu Vivian yang menggemaskan. "Iya. Kita berangkat sekarang ya, sayang..." suara berat Aldino yang lembut, ditambah panggilan sayang yang keluar dari mulutnya pasti membuat perempuan mana pun meleleh seperti keju mozzarella ketika mendengarnya.

Aldino mengacak rambut Vivian pelan lalu bergegas pergi, ia melangkah lebih dulu dan Vivian berjalan mengekor di belakangnya. Senyuman Vivian terukir semakin lebar ketika memandangi punggung atletis Aldino yang terlihat begitu sempurna. Bahkan dari belakang saja, Aldino sudah ganteng. Vivian yakin, bukan hanya dirinya saja yang berpikir begitu.

The Third Person ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang