BAB 12

54K 3.4K 263
                                    

Dengan blus merah muda dan rok berwarna hitam yang membalut tubuh rampingnya, Vivian masih duduk di balik meja kerja sambil sesekali memijit kepalanya yang pening akibat pekerjaan yang begitu menumpuk ini, belum lagi Vivian harus memikirkan tempat untuk makan malam atasannya. Sungguh memusingkan.

Pintu ruangan kerja Vivian terbuka tiba-tiba, memperlihatkan seorang pria tampan berjas hitam yang kini tersenyum manis sambil melangkah masuk ke dalam sana.

Sadar akan kehadiran cowok itu, Vivian segera bangkit dari tempat duduknya. Dia tersenyum ramah lalu mengangguk memberi salam. "Ada perlu apa, Pak?"

"Makan malam buat malam ini...—"

"Tenang aja! Saya akan pesan tempat secepatnya," selak Vivian.

Aldino langsung memberi tatapan sinis andalannya. "Saya belum selesai ngomong."

"Eh, iya... Maaf, Pak."

"Kamu... ikut saya makan malam."

Vivian melongo seketika. "Tapi—"

Sebelum gadis di hadapannya ini menolak, Aldino lebih dulu menyelaknya, "Kamu tau kan saya nggak suka penolakan?"

Vivian mengangguk. "Iya, Pak. Kalau gitu, saya pesankan tempat dulu."

"Nggak perlu! Salsha udah pesenin tempat."

"Sa-salsha?!" Vivian terperanjat selama beberapa detik. "Istri Bapak?" Ia memastikan lagi.

"Dia memaksa saya buat makan malam bersama, tapi saya mau kamu ikut. Saya nggak mau makan malam berdua sama dia aja."

Vivian membeku di tempatnya. Bagaimana ini? Dia tidak mungkin kabur. Tapi makan malam bersama istri Aldino juga terasa tidak mungkin. Bagaimana dia harus bersikap di depan istri atasannya itu nanti? Apalagi, Salsha pernah salah paham saat Vivian memasangkan dasi Aldino di rumahnya beberapa waktu lalu. Rasanya, Vivian benar-benar akan menggila sekarang juga!

* * *

Restoran super megah dan mewah dengan meja panjang berada di tengah-tengah ruangan. Di dalam ruangan sebesar ini, hanya ada tiga orang yang duduk di sana seraya menikmati menu makan malam mereka. Berbagai macam makanan yang terlihat begitu menggiurkan berada di atas meja, namun makanan sebanyak itu nyatanya tidak terasa menggiurkan bagi Vivian. Ia tidak memiliki nafsu makan karena segala perasaan takut dan panik berkecamuk di pikirannya. Ditambah suasana canggung di dalam ruangan ini semakin membuat Vivian merasa menyesal karena mau ikut ke tempat ini. Jika waktu bisa diputar, mungkin Vivian tidak akan menuruti kemauan Aldino dan ia akan kabur saja.

Sudah sejak dua puluh menit yang lalu, tak satu pun dari mereka yang mau memulai pembicaraan. Dari tadi Vivian hanya dapat duduk diam di atas kursinya, dia tidak berani berkutik sama sekali. Dari tempat duduknya, Vivian bisa melihat jelas raut wajah Salsha yang begitu muram. Sepertinya, itu karena kehadiran Vivian saat ini.

"Uhuk!" Aldino tersedak tiba-tiba akibat makanan yang sedang ia lahap tadi.

"Ini, minum dulu!" ucap Vivian dan Salsha secara bersamaan, keduanya juga sama-sama memberikan segelas air pada lelaki itu.

Aldino terdiam kebingungan.

Sedangkan Vivian, ia beralih menatap Salsha yang masih menyodorkan segelas air pada Aldino. Vivian yang menyadari hal itu langsung menaruh gelas yang ia pegang di atas meja. Vivian sadar diri, dia tidak seharusnya melakukan itu. Mungkin Salsha jauh lebih berhak memberi perhatian pada Aldino.

Aldino menoleh pada Vivian lalu tersenyum tipis. "Thanks..." Meski sudah berada di atas meja, cowok itu kembali meraih gelas berisi air mineral yang tadinya Vivian berikan kepadanya.

The Third Person ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang