BAB 23

42.1K 2.5K 63
                                    

Vivian POV

Aku memejamkan mataku sesaat, berbaring dengan nyaman di atas sofa, meresapi udara sejuk di ruang tengah apartemenku. Dari tadi bibirku tak bisa berhenti mengukir senyuman lebar dengan perasaan begejolak di dalam hati. Aku memeluk cushion sofa dengan erat kemudian kedua kakiku bergerak menendang udara seperti orang gila saking senangnya.

Aku senang setelah tahu bahwa aku dan Aldino sudah pernah bertemu sejak delapan tahun yang lalu. Kata orang, pasangan itu pilihan kita sendiri. Tapi, bukankah pasangan itu takdir? Bagiku, pasangan adalah seseorang yang telah dipertemukan Tuhan untuk kita. Jika pasanganmu meninggalkanmu, itu artinya dia bukanlah seseorang yang dari Tuhan. Mungkin Tuhan sudah menyiapkan seorang yang lain untuk dikirimkan padamu.

Dan yang sedikit membingungkan di sini adalah... Takdirku.

Aku sudah pernah dipertemukan dengan Aldino, bahkan untuk menyelamatkannya saat lelaki itu akan mengakhiri hidup. Bukankah dia adalah takdirku? Tapi, aku tidak boleh terlalu egois dan terlalu percaya diri karena menganggap Aldino sebagai takdirku saat ada seorang perempuan lain yang mungkin jauh lebih menyayangi Aldino dan selalu menunggu lelaki itu dengan sepenuh hati.

Kenapa semua ini bisa terjadi?

Aku tidak pernah berharap bisa menjadi perempuan yang diperlakukan spesial oleh Aldino. Mengagumi seorang Aldino dalam diam saja sudah membuatku bahagia. Dan ternyata, sekarang aku juga bisa menyebut lelaki itu milikku, meski konsekuensi yang harus aku terima akan semakin berat nantinya. Orang ketiga adalah posisi yang paling menyedihkan dalam hidupku. Aku seringkali merasa rendah dan menjadi orang paling hina karena telah merebut milik orang lain. Tapi bagaimana ini? Aku terlalu mencintainya.

Aku dan Aldino mungkin tidak bisa bersama, tapi perasaan ini membuatku perlahan melupakan semua halangan itu. Ternyata perasaan ini membuatku begitu bahagia dan membuatku ingin terus menatapnya tanpa terbatas oleh waktu. Ternyata rasanya sebegitu membahagiakan ini!

Namun, aku sadar jika semua keputusan yang aku ambil pasti akan berdampak pada situasi di masa depan. Entah akan semakin memburuk, atau mungkin ada celah untuk menjadi lebih baik. Jadi, apakah sebenarnya aku siap dengan semua konsekuensi yang akan menghampiriku nanti?

* * *

Author POV

Sambil menyikat giginya di depan cermin kamar mandi, Vivian beralih pada ponselnya ketika benda itu berdering nyaring. Vivian segera berkumur dengan air setelah melihat nama Aldino yang tertera di layar ponselnya. Usai berkumur, ia langsung mengeringkan tangan dengan tisu dan mengangkat panggilan tersebut.

Vivian tersenyum lebar lalu menempelkan ponselnya di samping telinga. "Halo?"

"Aku di depan apartemen kamu."

"Hah?" Vivian melotot kaget. Secepat kilat ia keluar dari kamar mandi kemudian berlari kencang menuju pintu utama apartemen, masih bersama ponselnya yang berada di samping telinga.

Aldino menyambut cewek itu dengan senyuman lembut ketika Vivian baru saja membuka pintu. "Hello, girl!"

"Bapak? Bapak ngapain ke sini malem-malem?"

Senyuman manis Aldino langsung luntur begitu saja. "Kamu suka banget sama kata 'Bapak' itu?" Aldino bertanya sarkastik.

Vivian tersenyum kikuk sambil menutup pintu sebelum akhirnya berjalan bersamaan dengan Aldino memasuki tempat tinggalnya. "Maaf, Al..." Vivian berujar pelan.

"Emangnya susah banget ya manggil Al atau Aldino?" tanya Aldino saat mereka duduk berdampingan di atas sofa ruang tengah.

"Sorry, aku lupa," balas Vivian sambil menampilkan cengiran khasnya.

The Third Person ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang