BAB 24

40.1K 2.4K 133
                                    

Vivian POV

Mataku terbuka perlahan, yang pertama kali kulihat adalah ruangan berwarna putih dengan tirai jendela tertutup rapat meski ada sedikit sinar matahari yang masuk lewat celah jendela. Ini kamar tidurku. Aku menoleh ke arah pinggangku yang sekarang dipeluk erat oleh tangan kekar Aldino. Aku lantas tersenyum simpul ketika pandanganku jatuh pada seorang lelaki tampan yang tertidur di hadapanku. Aldino tampak semakin tampan saat tertidur begini, rahang wajahnya yang tajam, kelopak matanya yang indah, dan bibir merah pucatnya pasti membuat perempuan mana pun meleleh kala melihatnya.

Tanganku bergerak perlahan menyentuh rahang wajahnya lalu mengusapnya lembut. Dia benar-benar sempurna, kalau dipikir-pikir, kegantengan Aldino memang agak tidak manusiawi. Aku tersentak bersamaan dengan tanganku yang ikut berhenti mengusap rahangnya saat Aldino membuka mata secara tiba-tiba, senyuman teduhnya menyambutku dengan hangat. Secepat kilat aku menjauhkan tanganku dari wajahnya lalu berpura-pura menaikkan selimut hingga menutupi kepala. Memalukan, kenapa dia harus bangun tiba-tiba begini? Padahal kan aku belum selesai mengamati wajah gantengnya!

"Kamu lagi ngapain?" suara seraknya sehabis bangun tidur semakin membuat jantungku tidak karuan.

"Nggak lagi ngapa-ngapain," alibiku, masih menutupi wajah dengan selimut.

Aldino terkekeh pelan kemudian menurunkan selimut yang menutupi wajahku. Tentunya aku panik, aku langsung berusaha menutupi pipi merah sialan ini menggunakan rambut, berharap Aldino tidak bisa menangkap semburat merah pada kedua pipiku.

Tak kusangka, Aldino malah menyingkap rambutku dan menyelipkannya ke belakang telinga. "Good morning..."

Aku tertunduk malu kemudian membalas, "Good morning."

Lalu tepat saat itu juga, deringan bel apartemen memecahkan suasana manis di pagi hari ini. Sebenarnya aku masih ingin berlama-lama di sini bersama Aldino, tapi semuanya kacau akibat tamu yang datang pagi-pagi buta begini. Huh... Menjengkelkan!

"Sebentar." Aku segera beranjak turun dari kasur, berniat menemui tamu yang datang secara tiba-tiba itu. Entah siapa yang datang sepagi ini, aku sudah tidak bisa menebak. Sebelum aku benar-benar melangkah pergi, aku merasakan tangan Aldino menahan pergelangan tanganku dengan erat. Membuat aku kembali menoleh ke arahnya."Kenapa?"

"Ternyata kamu nggak cuma cantik pas di kantor aja ya, tapi kamu juga cantik banget waktu habis bangun tidur kayak gini..." ujarnya lalu melemparkan senyuman manis yang membuat hatiku meleleh seperti es krim.

Blush. Wajahku memerah lagi. Kenapa pagi-pagi begini dia sudah memberi pujian seperti itu? Aku yakin sekarang aku sudah mirip kepiting rebus akibatnya. Tanpa membalas, aku langsung menutupi wajahku dengan kedua tangan dan berlari keluar dari kamar secepat mungkin.

"Ih... Apaan sih dia!" Aku memegangi kedua pipiku lalu menepuknya pelan, mencoba untuk menormalkan warnanya. Aldino memang sering membuat jantung dan warna wajahku menjadi tidak karuan akhir-akhir ini.

Setelah mendengar bunyi bel untuk kedua kalinya, aku mempercepat langkahku menuju pintu dan segera membukanya dengan senyuman lebar. Dan sekarang aku benar-benar melongo dengan detak jantung yang berdegup jauh lebih cepat daripada mendengar pujian Aldino barusan. Aku hampir saja terjatuh di atas lantai karena kedua lututku terasa begitu lemas sekarang. Perempuan yang sekarang berdiri di depanku ini adalah... Salsha.

Untuk apa dia datang ke sini? Apa dia mengetahui keberadaan Aldino? Lalu sekarang, aku harus beralasan apa lagi? Aku tidak mungkin berbohong lagi kan?

"Sa-salsha..." suaraku bergetar, aku tidak bisa menyembunyikan rasa gugup ini lagi.

Perempuan itu hanya diam dengan ekspresi tak terbaca, namun tatapan matanya seakan menusukku secara terang-terangan. Tubuhku makin menegang ketika melihat sebulir cairan bening mengalir turun begitu saja dari matanya.

The Third Person ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang