BAB 16

53K 3.3K 109
                                    

Rambut cokelat Vivian diikat tinggi hingga menampilkan leher jenjangnya yang mulus dan anting emas putih cantik yang melekat di kedua telinganya. Sambil mengemudikan mobil, Vivian menggigit bibir bagian bawahnya. Sebisa mungkin Vivian berusaha untuk tetap fokus mengemudikan mobil Aldino, tapi sepertinya tidak bisa. Dia benar-benar resah karena kebodohannya sendiri. Vivian masih tidak percaya jika dirinya baru saja menyatakan perasaannya pada Aldino. Mengapa dia bisa melakukan itu? Kenapa dia harus menyatakan perasaan pada atasannya sendiri? Vivian dilema bukan hanya karena pria itu atasannya saja, tetapi lelaki itu sudah beristri!

Mobil yang Vivian kemudikan berhenti di parkiran luas gedung perusahaan Wilfred Group. Vivian terdiam beberapa saat lalu memberanikan diri untuk melirik Aldino yang duduk di samping kanannya.

"Kita sudah sampai, Pak..."

Aldino tak menjawab, dia hanya menatap Vivian dengan ekspresi datar yang tak terbaca. Sekarang apa lagi yang akan dilakukan Aldino? Kenapa Vivian mendadak segugup ini?

"Kamu serius?" tanya Aldino.

"M-maksud Bapak?"

"Kamu bilang, kamu juga punya perasaan sama saya. Apa itu benar?"

Vivian bungkam, tak berani menjawab. Dia tidak bisa mengelak kenyataan bahwa dia memang mencintai Aldino, tapi dia juga tidak ingin menyatakan perasaannya lagi. Dia sadar bahwa Aldino sudah menikah dan dia tidak seharusnya memiliki perasaan pada lelaki ini.

"Vivian...?"

"Pak Aldino... Bapak tenang aja. Saya akan berusaha menghilangkan perasaan itu. Saya tau, saya nggak seharusnya kayak gitu. Saya nggak mau merusak pernikahan Bapak. Kalau gitu, saya permisi..." ucap Vivian lalu membuka pintu bagian kiri mobil, berniat turun dari mobil Aldino.

Dengan cepat Aldino menahan lengan Vivian. "Jangan lakuin itu!"

"Apa?" kening Vivian mengernyit bingung.

"Jangan menghilangkan perasaan itu, karena saya juga nggak akan menghilangkannya."

Vivian lagi-lagi membeku di tempatnya. Mengapa Aldino bisa dengan mudah berkata seperti itu?

"Maaf, Pak. Lebih baik kita nggak membicarakan hal pribadi di tempat kerja. Permisi..." Vivian turun dari mobil dan masuk duluan ke dalam gedung, menyisakan Aldino yang masih duduk sendirian di dalam mobil.

Lelaki itu menyentuh wajah lalu mengusapnya kasar. "Vivian... Kamu bikin saya gila," gumamnya, begitu pelan.

* * *

Vivian berjalan menelusuri lorong gedung perusahaan tempatnya bekerja. Tujuannya sekarang adalah ruangan Aldino. Entah apa yang akan dilakukan cowok itu, yang pasti dia sempat menghubungi Vivian untuk datang ke ruangannya. Sesampainya di depan ruangan Aldino, Vivian menutup matanya sesaat lalu menarik napas dalam, kembali menyiapkan mentalnya agar tidak terkejut lagi. Karena dia tidak pernah tahu apa yang akan dilakukan pria itu. Apapun yang dilakukan Aldino selalu tidak terduga.

Vivian mengetuk pintu beberapa kali sebelum pada akhirnya melangkah masuk ke dalam sana. Dia tersenyum ramah lalu mengangguk memberi salam pada Aldino yang masih duduk di balik meja kerja bersama para kertas-kertas menumpuk yang memuat pekerjaan memusingkannya.

Vivian melangkah mendekat ke arah meja kerja Aldino. "Permisi, Pak. Ada perlu apa?"

Aldino diam. Dia tidak menjawab dan terus menatap Vivian. Dan tatapan inilah yang selalu membuat Vivian gugup serta menjadi salah tingkah sendiri. Vivian rasanya ingin sekali berlari keluar dari ruangan ini, tetapi itu tidak mungkin.

The Third Person ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang