Mata Vivian terbuka secara perlahan karena sinar matahari pagi yang menyilaukan itu menyelip masuk lewat celah jendela, membuat Vivian terpaksa harus sadar dari mimpi indahnya. Pupil mata Vivian langsung melirik ke arah jam tangan yang rupanya masih ia pakai sejak kemarin. Tadi malam Vivian memang lupa segalanya karena kedatangan Aldino. Cewek itu sampai lupa mengganti baju dan melepas jam tangan karena atasannya yang super menyebalkan itu. Vivian menoleh ke arah ranjang, tetapi dia tidak dapat menemukan Aldino. Apa Aldino sudah kembali ke kamarnya?
Vivian tersentak ketika menyadari sebuah selimut yang kini membalut tubuhnya. Bibir Vivian seketika mengukir senyuman bahagia sambil menenggelamkan tubuhnya lagi di dalam selimut. Mungkinkah Aldino yang memberikan selimut ini? Vivian mendadak tersipu malu saat memikirkan hal itu.
"Pak Aldino nyelimutin aku ya...?" batin Vivian. Dia tertawa kecil sebelum pada akhirnya bangkit dari sofa dan melangkah masuk ke dalam kamar mandi.
* * *
Vivian menyiapkan senyum terlebarnya saat mendapati Aldino yang kini berjalan keluar dari gedung hotel. Namun beberapa saat kemudian, senyuman Vivian luntur dalam sekejap kala melihat pakaian Aldino. Meski sudah memakai jas hitam yang rapi, tetapi bagian atas dari kemeja yang Aldino kenakan belum dikancing hingga memperlihatkan bentuk dadanya yang perfect itu. Vivian lantas terkejut bukan main. Di dalam hati, Vivian mengucapkan beberapa kalimat untuk menahan diri agar tidak memberikan ekspresi aneh di depan Aldino.
Berbeda dengan Vivian yang kini sedang jantungan, Aldino malah menatap Vivian dengan ekspresi datar seraya berjalan mendekati sekretarisnya yang sudah berdiri tepat di samping mobil.
Vivian memaksakan diri untuk tersenyum lagi kemudian mengangguk memberi sapaan hangat. "Selamat pagi, Pak Aldino."
Seperti biasanya, tidak ada jawaban. Cowok itu langsung melangkah masuk ke dalam mobil, kemudian duduk dengan nyaman di jok belakang. Vivian segera berlari kecil untuk ikut masuk dan duduk di samping atasannya.
"Kita pergi ke gedung pusat perbelanjaan yang akan dibangun," ucap Vivian pada seorang supir pria.
"Baik."
Lima belas menit kemudian.
Rasanya suasana di dalam mobil ini semakin canggung saja. Beberapa kali Vivian ingin memulai pembicaraan, tapi selalu tidak jadi karena tidak sanggup melihat kemeja Aldino. Apa dia lupa mengancing bagian atas kemejanya?
Vivian berpikir keras sebelum akhirnya memutuskan untuk memulai pembicaraan di tengah keheningan ini. "Pak—"
"Vi—"
Mereka terdiam beberapa saat setelah tidak sengaja memanggil secara bersamaan.
"Bapak duluan..." Vivian tersenyum ramah.
Aldino menatap perempuan cantik di sampingnya ini lalu memberikan sebuah dasi berwarna merah gelap pada Vivian. "Tolong, pasangkan dasi ini. Saya udah coba memasang beberapa kali, tapi hasilnya nggak memuaskan."
"Ah... B-baik." Vivian mengulurkan tangannya menuju kemeja pria tampan itu. Bahkan tangan Vivian sampai bergemetar karena tidak sanggup melihat kemeja Aldino yang terbuka seperti ini. Bentuk dada Aldino yang sedikit kelihatan malah membuat Vivian salting sendiri ketika melihatnya.
"Pak..." panggil Vivian.
"Hm?"
"Permisi, saya akan mengancing kemeja Bapak."
"Silahkan," jawabnya.
Dengan tangan yang bergemetar dan jantung yang berdegup kencang karena gugup, Vivian memberanikan diri untuk mengancing kemeja atasannya ini. Selesai mengancing tiga kancing bagian atas Aldino yang terbuka, Vivian mulai memasangkan dasi itu pada kerah kemeja Aldino.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Third Person ✔
RomanceVivian pasti sudah gila! Tidak mungkin dia mencintai atasannya yang sudah beristri. Bekerja sebagai sekretaris seorang CEO super ganteng dan beribawa seperti Aldino Wilfred adalah posisi yang paling diidamkan oleh seluruh kaum hawa. Namun ternyata...