Tiga Puluh Dua

124 8 0
                                    

Happy Reading


"Maaf Mas, aku nggak bisa balikan sama kamu,"

Chandra terkejut bukan main. Bagaikan tersambar petir di siang bolong, hati Chandra hancur seketika. Perempuan yang sangat ia cinta, tidak mau balikan dengannya.

"Kenapa?" tanya Chandra lemah.

"Karena kita mungkin ditakdirkan hanya menjadi kakak-adik aja, bukan jadi pacar," jawab Navya yang tak berani menatap mata Chandra.

"Apa kamu masih marah pas aku bela Ningrum didepan kamu?" tanya Chandra lagi.

Navya menggeleng, "Aku bukan orang pendendam Mas,"

"Buat apa mencoba balikan yang ujung-ujungnya bakal sama lagi. Ada masalah pasti langsung minta putus," jawab Navya.

Chandra menggeleng tak percaya. Bisa-bisanya Navya berpikiran seperti itu. Apa ia sudah tak percaya dengan Chandra. Rasanya begitu sesak bagi Chandra dan Navya saat ini.

"Tatap mataku Nav," suruh Chandra dengan tegas.

Navya menghela nafas sebentar dan menatap Chandra tepat di mata tajamnya, "Kenapa?" tanya Navya.

"Kamu yakin nggak mau balikan sama aku?" tanya Chandra sekali lagi.

Sebenarnya ini berat juga untuk Navya, namun mau tak mau Navya harus bertindak tegas agar ia tak semakin sakit hati. Kalau Navya menyanggupi permintaan balikan Chandra, ia takut akan jatuh semakin dalam dalam pesona Chandra, ia takut sakit hati lagi. Terlalu sakit hanya untuk mencintai seorang Chandra Abimanyu.

"Iya," jawab Navya mantap.

Di hati Chandra pun tak kalah sakit. Bagaimana kalau Navya akan menemukan orang yang dapat membahagiakan? Apakah Chandra akan sanggup melihat itu? Tapi apa untungnya juga memaksa Navya sekarang ini. Bukankah cinta itu tidak memaksa?

Dengan berat hati Chandra menyetujui permintaan Navya.

"Oke, kalau kamu maunya begitu. Tapi kita masih bisa berteman kan? Apalagi di Putra Putri Penegak, kita harus selalu tampil kompak," balas Chandra tanpa menoleh ke arah Navya.

"Iya," jawab Navya sambil menahan air matanya.

Chandra pun keluar dari UKS dan entah kemana.

Sesaat setelah Chandra pergi, pecah lah tangis Navya.

"Kenapa cinta bisa sesakit ini?" ujar Navya sambil memukul-mukul dadanya berharap rasa sakitnya akan hilang.

Karena masih jam pelajaran, Chandra tidak berani masuk kelas karena itu sama saja dengan mengundang hukuman dari guru.

Akhirnya ia memanjat pagar belakang sekolah. Rasanya sudah tak kuat lagi ia belajar di kelas karena pikirannya sedang kacau saat ini.

Di belakang sekolah ada warung yang digunakan anak-anak SMA Insan Cendekia nongkrong atau pacaran setelah pulang sekolah.

Entah setan mana yang merasuki diri Chandra, tiba-tiba ia membeli satu puntung rokok di warung tersebut. Suatu hal yang tak pernah Chandra lakukan sebeluya.

"Bu, rokoknya satu," ujar Chandra kepada Bu Endah yang berjaga di warung tersebut.

"Tumben beli rokok, Mas Chandra?" tanya Bu Endah.

Bu Endah memang akrab dengan Chandra, karena Chandra selalu menyempatkan makan disana kala tidak sedang bersama Navya atau teman-temannya.

"Lagi banyak pikiran Bu," jawab Chandra sambil menerima rokok.

Cinta Simpul Mati ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang