Sinar matahari masuk melalui celah jendela kayu yang tampak kusam. Seorang gadis terlihat enggan beranjak dari tempat tidurnya. Hingga suara seseorang membuatnya terbangun dari alam mimpi.
"Nona, apakah anda sudah bangun?" ucap seseorang dari luar kamar gadis itu.
Dengan berat ia bangun dan beranjak untuk membuka pintu.
Seorang wanita yang tak lain adalah asisten rumah tangga di rumahnya, sekaligus orang yang mengasuhnya sejak ia kecil. Wanita itu tersenyum melihat pintu itu terbuka dan menampilkan gadis yang sudah ia anggap seperti anaknya sendiri.
"Bi-bi, bu-bu-kan kah su-su-dah k-ku bi-bi-lang u-u-un-tuk ti-ti-dak me-me-ma-mang-gil k-ku de-de-ngan s-se-se-bu-bu-tan i-i-tu." ucap gadis itu kesal, membuat wanita dihadapannya terkekeh pelan.
"Baiklah Kim Yerim, aku hanya merasa lancang jika memanggil hanya dengan namamu saja." ucapnya sambil tersenyum. Ia mengusap rambut gadis itu dengan lembut.
"Ini hari pertama mu masuk sekolah menengah atas, kau tak ingin terlambat kan."
Gadis yang dipanggil dengan sebutan Kim Yerim itu mengangguk semangat. Mengingat hari ini adalah hari pertamanya masuk sekolah. Ia menatap sendu wanita yang masih berdiri di hadapannya, dengan tangan yang terus mengusap rambut Yeri. Park Sandara, wanita 35 tahun yang sudah sejak lama mengabdi di keluarga Kim. Yeri sangat berterima kasih karna dari Sandara lah ia menerima kasih sayang layaknya seorang Ibu. Meski bukan Ibu kandung, tapi apa yang Yeri terima dari Sandara tak pernah ia terima dari Irene, Ibu kandungnya sendiri. Yeri bukan pasrah, bahkan ia sudah berusaha keras untuk membuat kedua orang tuanya bangga. Namun lagi-lagi apa yang ia lakukan tak pernah di hargai sedikit pun. Sampai Yeri merasa semua sia-sia.
Ketika penerimaan raport ujian kenaikan kelas, saat semua murid datang bersama orang tuanya. Orang tua Yeri memang datang, tapi tidak untuk Yeri, melainkan untuk ketiga kakaknya. Dan lagi-lagi Sandara lah yang datang sebagai wali untuk Yeri. Hampir 10 tahun Sandara bekerja untuk keluarga Kim. Sebagai asisten rumah tangga serta pengasuh untuk Yeri. Awalnya ia hanya melakukan itu karna memang itu sudah tugasnya, akan tetapi semakin ia tau bagaimana keluarga Kim memperlakukan Yeri, sifat keibuannya muncul. Ia begitu menyayangi Yeri seperti anaknya sendiri. Hal yang selalu membuat Sandara tak habis pikir dengan keluarga Kim, mengapa mereka harus menyia-nyiakan anugerah Tuhan seperti Yeri. Dia gadis yang baik, meski memiliki kekurangan.
"Bersiaplah, Bibi akan siapkan sarapan untukmu." ucap Sandara lalu pergi dari hadapan Yeri.
......
Yeri menatap dirinya di cermin. Ia sudah rapi dengan seragam sekolahnya, 'Park Yeri', itulah yang tertulis pada name tag nya. Ia teringat ucapan salah satu kakaknya dulu "anggap kita tak pernah kenal saat di sekolah", dan sejak saat itu ia tak pernah lagi memakai marga keluarganya. Tentu ia harus meminta izin terlebih dahulu kepada Sandara, orang yang sudah ia anggap seperti ibunya sendiri. Awalnya Dara menolak, bagaimanapun Yeri adalah anak dari majikannya. Yeri harus memakai marga keluarganya, bukan malah memakai marga sama dengan Sandara.
Setelah cukup puas menatap pantulan dirinya pada cermin, Yeri bergegas keluar kamar."Pagi Mom, Dad. " sapa ketiga gadis Kim saat sampai di meja makan.
"Pagi sayang." jawab Suho dan Irene bersamaan. Suho terlihat sibuk dengan ponselnya, sekedar melihat jadwalnya pagi ini. Sedangkan Irene sibuk menyiapkan sarapan untuk suami dan ketiga putrinya."Mommy tumben siapin sarapan." ucap Joy sambil melahap roti di hadapannya.
"Mommy hari ini libur, jadi bisa antar kalian nanti."
Mendengar kata libur dari Mommy nya membuat ketiga gadis Kim tersenyum ke arah sang Mommy. Mengingat betapa sibuknya jadwal seorang dokter seperti Irene, bahkan mereka sangat jarang sarapan bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
PROMISE
FanfictionTentang janji yang pernah terucap. Namun tak satupun dari mereka menepatinya. "Bukankah sudah ku bilang, jadilah seperti saudaramu yang lain, yang bisa membanggakan keluarga." Kim Joohyun. "Lupakan ucapan ku yang dulu, aku menyesal pernah mengataka...