Part 23

2.1K 240 43
                                    

Joy terpaksa harus terbangun karna merasakan nyeri di dada sebelah kirinya. Jam menunjukkan pukul sebelas malam. Di liriknya sang Mommy dan ketiga kakaknya yang terlelap di sofa ruang rawatnya. Joy berusaha mengatur nafasnya yang terasa sesak. Ia tidak mungkin membangunkan wajah-wajah lelah keluarganya. Joy meringkuk saat nafasnya semakin sesak, tangannya mencengkram kuat baju di bagian dada sebelah kirinya. Keringat dingin mengucur dari wajah Joy yang berangsur memerah menahan rasa sakit.

Irene tidak sepenuhnya tidur. Ia hanya memejamkan matanya. Tubuhnya memang lelah, tapi dirinya tidak bisa tidur dengan benar. Takut jika Joy kembali kambuh tengah malam. Irene merasa terusik saat mendengar pergerakan dari bangsal Joy. Perlahan ia membuka matanya, sejenak melirik kedua putrinya yang lain yang tengah terlelap. Pandangan mata Irene beralih ke arah bangsal Joy. Irene membulatkan matanya ketika melihat kondisi Joy. Sontak ia langsung berlari menuju bangsal Joy.

"Sayang, kau baik-baik saja?" tanya Irene dengan wajah panik. Bahkan air matanya turun melihat betapa tersakitinya Joy saat ini.

Joy berusaha menatap wajah Ibunya. Kesadarannya hampir hilang seiring rasa sakit yang semakin menyebar ke sekujur tubuhnya.

"Tetap sadar seperti ini, jangan tutup matamu!"
Irene menepuk kedua pipi Joy agar tetap sadar.

Joy ingin berucap, tapi rasanya sangat sulit. Hanya sekedar ingin mengatakan pada Ibunya bahwa ia baik-baik saja. Melihat kepanikan serta air mata Ibunya membuat Joy merutuki dirinya sendiri. Lagi-lagi ia membuat khawatir Mommynya.

Tak lama seorang Dokter dengan dua perawat masuk ke kamar rawat Joy. Seulgi dan Wendy juga terbangun saat mendengar kepanikan Mommynya. Seketika kaki Irene melemas, Seulgi yang berada di sebelahnya langsung menahan tubuh sang Mommy. Ini kedua kalinya Irene melihat Joy kambuh. Rasanya begitu sakit melihat putrinya berjuang melawan kesakitannya sendiri. Seulgi berusaha menenangkan Mommynya. Meski Seulgi sendiri juga sedang mati-matian menahan tangisnya agar tidak pecah. Sedangkan Wendy sudah menangis sejak tadi.

"Kita tidak mungkin membiarkan Nona Sooyoung seperti ini. Jantungnya bisa saja berhenti berdetak."

Serasa tersambar petir ucapan Dokter tentang kondisi Joy. Irene ditemani Seulgi, kini mereka sedang berada di ruangan Dokter. Mendengar penjelasan Dokter mengenai kondisi Joy yang semakin hari semakin menurun. Joy diagnosa mengalami gagal Jantung. Entah bagimana hal itu bisa terjadi, selama ini Joy terlihat sehat dan baik-baik saja. Siapa sangka hampir tiga bulan ini Joy beberapa kali di larikan ke rumah sakit.

"Apa tidak ada yang bisa kita lakukan?" tanya Seulgi.

Dokter yang di ketahui bernama Sowon menatap wajah Seulgi.

"Satu-satunya jalan hanya Nona Sooyoung harus melakukan transplantasi jantung."

Seulgi menundukkan kepalanya. Tak pernah terpikirkan oleh Seulgi jika adiknya memiliki penyakit yang kapan saja bisa merenggut nyawanya. Ia tentu tidak ingin hal itu terjadi. Seulgi tidak ingin kehilangan adiknya.

......

"Mom, apakah aku akan lebih lama disini?"
Joy terlihat berbaring di bangsal dengan Dokter Sowon yang sedang memeriksanya.

Irene berdiri di sebelah Joy, mengusap lembut kepala putri ketiganya itu. Seulgi dan Wendy berada sedikit jauh dari bangsal Joy. Memberi ruang pada Dokter dan dua perawat yang memeriksa adiknya.

"Tidak akan. Jika kau menuruti semua ucapan Dokter." ucap Irene berusaha menenangkan Joy.

Joy tersenyum menatap wajah Irene. Ibunya itu benar-benar sangat cantik, padahal usianya tak lagi muda. Joy menatap sendu wajah Ibunya. Irene rela mengundurkan diri dari profesinya sebagai Dokter, demi untuk merawat putrinya. Hal itu terkadang membuat Joy merasa bersalah.

PROMISETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang