Part 18

2.2K 283 7
                                    

Tiffany mengerutkan keningnya saat melihat ketiga putrinya duduk di luar ruang rawat Yeri. Tadi Jisoo menelponnya dan memberitahu jika Yeri sudah sadar. Tapi kenapa ketiga putrinya itu malah menunggu di luar. Tiffany datang bersama Chaeyoung, mereka berjalan mehampiri Jisoo, Jennie dan Lisa.

"Sayang, kenapa kalian duduk di luar?"

Ketiganya menoleh mendengar suara Tiffany.

"Bagaimana dengan Yeri? Kalian tidak menemaninya?"

Jisoo, Jennie dan Lisa hanya diam. Membuat Tiffany bingung dengan sikap ketiga anaknya itu. Bahkan Jennie sedari tadi hanya menunduk termenung.

"Kak, ada apa?" tanya Chaeyoung pada kakak sulungnya.

Jisoo terlihat menghela nafas lelah.
"Yeri menyuruh kami keluar." ucap Jisoo. Tiffany menduga jika ada sesuatu yang terjadi selama ia pulang.

Tiffany membuka pintu kamar rawat Yeri. Ia melihat Yeri berbaring dengan setengah duduk di bangsalnya. Anaknya itu terlihat sedang melamun. Yeri bahkan tidak sadar saat Tiffany sudah duduk di sebelah bangsalnya.

"Yeri."

Yang di panggil menoleh, melihat seorang wanita kini duduk di sebelahnya. Tiffany tersenyum ke arah Yeri.

"Bagaimana keadaanmu? Apa ada yang sakit?" tanya Tiffany.

Yeri menggeleng. Ia menatap Tiffany yang juga sedang menatapnya. Ibu angkatnya itu sangatlah baik, berat rasanya jika harus kehilangan sosok seperti Tiffany. Tapi ucapan salah satu kakaknya yang tak sengaja ia dengar, membuatnya berpikir jika dirinya tidak seharusnya bersama mereka. Dirinya hanyalah orang lain bagi mereka.

Tangan Tiffany terulur mengusap lembut pipi Yeri. Entah mengapa dirinya bisa sesayang ini dengan Yeri. Padahal Yeri bukanlah anak kandungnya. Bahkan dirinya sangat panik ketika mendapat kabar tentang Yeri yang masuk rumah sakit. Ia tak ingin hal buruk menimpa salah satu putrinya, termasuk Yeri.

"Maafkan ucapan salah satu kakakmu. Dia tak bermaksud berkata seperti itu"

Tiffany tau apa yang terjadi dengan putri-putrinya. Jisoo yang menceritakannya. Tiffany sedikit menegur Jennie. Putri keduanya itu juga merasa menyesal karna sudah mengatakan hal bodoh yang pasti membuat Yeri sakit hati.

"Jangan terlalu di pikirkan. Fokuslah pada kesehatanmu."
Tiffany bangkit lalu mengecup lembut kening Yeri. Ia berusaha menjelaskan pada Yeri agar dia tidak salah paham dengan ucapan Jennie. Meski nyatanya ucapan itu sudah membuat Yeri sakit.

Tiffany mengambil air serta handuk kecil yang sudah di siapkan di meja sebelah bangsal Yeri. Kegiatan yang rutin ia lakukan selama Yeri di rumah sakit. Tiffany sedikit menaikkan baju pasien yang Yeri kenakan. Lagi-lagi ia harus melihat lebam di perut Yeri yang berhasil membuatnya menghela nafas.

Yeri sedikit tersentak saat tiba-tiba Mamanya manaikkan bajunya. Melihat ekspresi Tiffany sudah di pastikan jika lebam di perutnya cukup besar. Yeri merasakan nyeri saat handuk kecil itu menyentuh perutnya.

"Apakah sangat sakit?" tanya Tiffany saat beberapa kali mendengar Yeri meringis. Yeri menganggukan kepalanya.

"Tahan sebentar ya. Dokter bilang ini harus di kompres." ucap Tiffany seraya mengusap tangan Yeri.

"Papa sedang mencari orang yang sudah mencelakaimu. Apakah kau memiliki musuh?" tanya Tiffany di tengah kegiatannya mengompres perut Yeri.

Yeri terkejut mendengar ucapan Ibu angkatnya. Tidak perlu berlebihan hingga harus mencari orang yang menghajarnya kemarin. Yeri bahkan sudah melupakannya.

"Ti-ti-dak pe-per-lu Ma."

Tiffany menatap tak percaya pada Yeri. Tidak semudah itu membiarkan orang sadis bebas begitu saja setelah melukai anaknya. Dia harus bertanggung jawab.

PROMISETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang