Part 44

1.9K 242 19
                                    

Tiffany membuka pintu kamar putri bungsunya perlahan. Di tangannya sudah ada nampan berisi sarapan serta obat untuk putrinya. Sudah dua hari ini putri bungsunya sakit. Tiffany meletakkan nampan di samping tempat tidur Lisa.

Putri bungsunya itu masih terlelap. Tiffany mengusap lembut pipi Lisa, panasnya sudah turun. Perlahan Tiffany membangunkan Lisa.

"Sayang, bangun ya. Sarapan lalu minum obatmu."

Suara lembut sang Ibu sedikit menimbulkan pergerakan dari Lisa. Tak lama gadis itu mengerjapkan matanya. Mendapati Tiffany yang duduk di sisi ranjangnya dengan masih mengusap lembut pipinya.

"Ma." ucap Lisa serak. Khas suara bangun tidur.

"Badanmu masih sedikit hangat, tidak usah sekolah dulu ya."

Lisa merubah posisi tidurnya menjadi duduk. Rasanya tubuhnya sudah lebih baik dari pada kemarin.

"Ma, hanya untuk beberapa hari. Lagi pula aku sudah baik-baik saja." ucap Lisa. Dirinya bosan hanya terus berada di rumah.

Tiffany menghela nafas. Ia masih ingat saat dua hari lalu Lisa pulang dalam keadaan basah kuyup karna kehujanan. Alhasil setelahnya dia demam.

"Baiklah. Tapi jika merasa tidak enak di sekolah, cepat beritahu kedua kakakmu." Lisa mengangguk cepat.

Tiffany menatap putri bungsunya gemas. Kemarin Lisa memaksa untuk sekolah. Tapi karna tubuhnya yang demam, Tiffany tak mengizinkan Lisa pergi ke sekolah.

"Kau masih tidak menghubungi Yeri?"

Lisa terdiam. Semenjak Yeri pergi, Lisa sama sekali tak menghubungi Yeri. Bahkan panggilan serta chat Yeri ia abaikan begitu saja.

"Jangan marah terlalu lama. Yeri tak salah apapun sayang."

Yeri memang tidak salah. Hanya saja, Lisa masih tidak terima. Rasanya tidak adil untuk dirinya dan keluarganya.

"Mama suapi ya, nanti Mama yang akan mengantarmu ke sekolah."

......

Lisa berjalan menuju kamar kakak sulungnya. Kakaknya itu sudah lima hari tidak pulang ke rumah, karna jadwal kuliah yang padat. Semalam saat Jisoo pulang, Lisa sudah terlelap.

"Kak Jisoo!"

Jisoo terlonjak saat tiba-tiba Lisa sengaja mengagetkannya. Jisoo mendengus sebal, hal itu tentu mengundang tawa lebar dari Lisa.

"Kau ini, ketuk pintu dulu jika akan masuk." kesal Jisoo.

Melihat ekspresi kesal kakaknya membuat Lisa semakin tak bisa menahan tawanya.

"Aduhh sakit perutku." ucap Lisa masih dengan tawa menyebalkannya.

Jisoo menatap penampilan adiknya. Lisa sudah rapi dengan seragam sekolahnya.

"Tunggu, kau akan sekolah? Bukankah masih sakit." ucap Jisoo seraya menempelkan punggung tangannya pada kening Lisa.

"Badanmu masih hangat Lisa. Kau memaksa untuk sekolah?"

Lisa menjauhkan tangan sang kakak dari keningnya.

"Jika aku hanya berdiam di rumah akan lama sembuhnya. Aku sudah sehat."

Jisoo memutar bola matanya malas. Lisa adalah adik Jisoo yang paling keras kepala.

"Lalu, apa Mama mengizinkamu?"

"Tentu." ucap Lisa.

Jisoo sudah menduga jika itu pasti karna Lisa yang memaksa.

"Sore nanti, aku akan menemui Yeri. Apa kau akan ikut?" tanya Jisoo pada Lisa. Jisoo tau jika Lisa sedang menjaga jarak dengan Yeri. Bahkan mereka sudah tak saling berbalas pesan. Lebih tepatnya, Lisa yang tak menjawab semua pesan maupun panggilan Yeri.

PROMISETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang