Part 12

2.4K 302 4
                                    

Yeri mengirim pesan pada Jisoo bahwa ia pulang lebih dulu, dengan alasan perutnya tiba-tiba sakit. Jarak apartemen dengan tempat mereka belanja tidaklah jauh. Yeri memutuskan untuk berjalan kaki menuju apartemen Jisoo. Entahlah mengapa ia memilih pergi saat tak sengaja bertemu dengan kakak keduanya. Padahal beberapa hari ini ia merindukan keluarganya. Kebiasaannya dulu yang sering menatap keluarganya dari jauh, hal itu sudah membuatnya senang. Tapi sekarang ia seolah rindu dengan wajah-wajah keluarganya.

Yeri memasuki apartemen dengan langkah gontai. Ia langsung merebahkan diri di kasur sofa, memilih memejamkan mata untuk mengusir perasaan rindu pada keluarga yang bahkan menurutnya pasti sudah bahagia tanpa kehadiran dirinya.

Jisoo melangkah masuk ke gedung apartemen dengan langkah yang terburu-buru. Setelah menerima pesan dari Yeri bahwa dirinya sakit perut, Jisoo langsung bergegas pulang. Ia tentu khawatir dengan Yeri.

Yeri membuka matanya saat mendengar langkah seseorang mendekati dirinya.
"Kenapa tidak memanggilku? Kau pulang jalan kaki?"
Nada bicara Jisoo terdengar khawatir. Yeri yang melihat itu jadi merasa bersalah karna sudah membohonginya

"Ma-maaf, ta-ta-di i-i-tu be-be-nar be-nar sa-sa-kit."
Biarlah ia sedikit berbohong pada Jisoo, ia belum bisa bercerita tentang pertemuannya dengan Wendy tadi.

"Lalu sekarang? Apakah masih sakit? Biar ku antar ke Dokter."

Yeri menggeleng kuat. Meyakinkan Jisoo bahwa ia baik-baik saja. Dan Jisoo lagi-lagi percaya.

......

"Kau yakin dia di sini?"

Seulgi dan Wendy kini sedang berjalan menyusuri tempat perbelanjaan dimana Wendy tak sengaja bertemu Yeri. Wendy yakin, ia tidak salah lihat. Saat Wendy tau Yeri lebih memilih menjauhinya, hati Wendy serasa diremas melihat sikap Yeri. Inikah rasanya di acuhkan. Tapi tatapan Yeri tadi bukanlah tatapan kebencian, melainkan rasa takut. Apakah dirinya begitu menakutkan untuk Yeri hingga Yeri tak ingin kembali.

Wendy tak menggubris pertanyaan-pertanyaan dari Seulgi, pikirannya sibuk. Bahkan dirinya juga sangat sibuk dengan berjalan cepat menyusuri setiap sudut tempat itu. Wendy menghembuskan nafas lelah karna tak mendapati keberadaan Yeri. Jauh di dalam lubuk hatinya, ia sangat ingin bertemu dengan Yeri. Mengucapkan kata maaf sebanyak mungkin di depan adik bungsunya. Seulgi mengusap lembut bahu Wendy, mencoba memberi ketenangan untuk adiknya. Sebenarnya perasaan Seulgi tak beda jauh dengan Wendy. Tapi Seulgi berusaha untuk tidak lemah di depan adik-adiknya, mencoba meyakinkan yang lain bahwa masih ada kesempatan untuk memperbaiki hubungan mereka dengan Yeri.

Saat dalam perjalanan, hanya keheningan yang menyelimuti Seulgi dan Wendy. Seulgi fokus pada kemudi sedangkan Wendy menatap pemandangan di luar kaca mobil. Hari ini mereka sengaja pergi ke daerah yang lebih jauh dari rumah hanya untuk mencari Yeri. Berharap Yeri masih bisa mereka jangkau. Tapi sepertinya Yeri sudah tak ingin mereka jangkau.

Ponsel Wendy berdering, terlihat sebuah panggilan masuk. Wendy perlahan menggeser tanda hijau di layarnya.

"Iya Mom."

"Wendy, kalian dimana? Ke rumah sakit sekarang, Joy jatuh dari tangga."

Wendy membulatkan matanya mendengar ucapan sang Mommy. Ia mematikan sambungan itu sepihak, menatap Seulgi yang kini juga menatapnya dengan bingung.

"Ada ap. . . ."

"Kita ke rumah sakit Kak, Joy masuk rumah sakit!"
Seulgi terkejut, tanpa banyak bertanya ia langsung mempercepat laju mobilnya menuju rumah sakit. Seulgi mencoba tenang, ia tetap harus memikirkan keselamatan dirinya dengan Wendy. Meskipun kini pikirannya di penuhi kekhawatiran tentang keadaan Joy.

PROMISETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang