Part 4

2.3K 289 30
                                    

Jennie tidak mengalihkan pandangannya dari rumah mewah yang saat ini ada di hadapannya. Yeri mengerti apa yang ada di pikiran Jennie. Mungkin Jennie tidak percaya jika Yeri adalah bagian dari pemilik rumah itu. Yeri mencoba berpikir apa yang akan ia katakan untuk menjawab keterkejutan Jennie.

"I-i-bu-ku be-be-ker-ja di-di-ru-ru-mah i-i-ni."
Yeri berbohong. Ia melakukan itu karna tidak ingin membuat Jennie semakin bingung. Mungkin dengan berkata sebagai anak pembantu akan membuat Jennie lebih percaya dari pada mengatakan bahwa ia bagian dari keluarga Kim.

Jennie mengangguk paham. Ia menyuruh Yeri masuk terlebih dulu. Tak lupa Yeri mengucapkan terima kasih karna Jennie sudah mau mengantarnya pulang. Hujan juga sudah reda sejak tadi. Jennie menatap Yeri yang masuk tidak lewat pintu depan. 'Jadi Ibunya bekerja pada keluarga Seulgi.' batin Jennie.

......

Yeri keluar dari kamarnya dengan mengenakan sweater, ia sedikit flu. Mungkin karna efek terkena air hujan. Kepalanya juga sedikit berdenyut. Yeri berjalan ke arah dapur, karna tidak memperhatikan langkahnya ia tidak sengaja menabrak seseorang, membuat gelas berisi air yang di bawa Wendy tumpah.

Yeri terkejut, begitupun Wendy. Air itu tumpah mengenai baju Wendy. Yeri yang melihat itu langsung menunduk takut. Ia tak berani menatap Wendy.

"Kau sengaja?" ucap Wendy dingin dan penuh penekanan.

Yeri menggeleng kuat. Sungguh ia tak bermaksud menumpahkan gelas kakaknya. Yeri ingin menjelaskan, namun Wendy langsung memotongnya.

"Aku sungguh muak denganmu. Bisakah kau menyingkir dari hidupku."
Untuk pertama kalinya Wendy berkata sangat kasar kepada Yeri. Selama ini Wendy hanya diam tanpa ingin berurusan dengan gadis di hadapannya. Membiarkan Yeri melakukan apapun tanpa ia pedulikan keberadaannya. Namun kali ini, Yeri melihat tatapan tajam dan ucapan kasar dari kakak keduanya itu. Yeri kira, Wendy tidak seperti orang tua maupun saudarinya yang lain. Tapi sekarang, jelas Yeri lihat kebencian di wajah sang kakak terhadap dirinya.

Wendy mengambil langkah meninggalkan Yeri. Namun suara Yeri menghentikan langkahnya.
"A-a-pa sa-sa-lah-ku?" suara Yeri terdengar. Wendy berhenti tanpa membalikkan tubuhnya.

"Ke-ke-na-pa k-kau me-mem-be-ben-ci-ku?"
Mata Yeri terlihat berkaca-kaca. Mengingat masa kecilnya dulu begitu indah, di kelilingi keluarga yang sangat menyayanginya. Wendy, kakak yang dulu selalu menemaninya, mengajaknya bermain, berjanji akan selalu ada di samping Yeri. Tapi sekarang Wendy seolah lupa akan semua yang pernah mereka lewati dulu.

"Aku tidak peduli denganmu. Keberadaanmu hanya membuat pertengkaran di keluarga ini." Wendy bergegas pergi meninggalkan Yeri.

Seperti tersayat hati Yeri mendengar ucapan tajam kakak keduanya. Ia berlari keluar rumah, tidak peduli hujan yang kembali turun membasahi tubuhnya. Teriakkan Sandara tak Yeri hiraukan, tujuannya saat ini adalah pergi menjauh dari keluarganya.

Joy berdiri di atas balkon kamarnya. Ia melihat Yeri berlari keluar rumah menerobos hujan. Terlihat juga Bibi Sandara yang berusaha mengejarnya. Namun kembali masuk saat tak mendapati Yeri. Joy sempat bertanya kemana anak itu di tengah hujan deras seperti ini.
'Mengapa aku harus memikirkannya.' Batin Joy.

Sandara kembali memasuki rumah dengan perasaan cemas. Ia teringat Yeri dalam keadaan tidak sehat, dan tadi Yeri pergi dengan menerobos hujan deras.

"Dara, ada apa?" tanya Irene yang berjalan menuruni anak tangga bersama Suho. Mereka heran dengan sikap Dara yang terlihat cemas.

"Nyonya Irene, nona Yeri pergi dari rumah." ucap Sandara.

Irene menghentikan langkahnya. Ada apa ini, kenapa ia merasa sesuatu hilang dari hatinya. Suho tampak biasa saja mendengar ucapan Sandara.

PROMISETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang