Seorang gadis menatap pintu sebuah ruang rawat di hadapannya, menimbang perasaan antara ingin masuk atau mengurungkannya. Hatinya berteriak cemas akan keadaan seseorang di dalam sana. Namun rasa takut akan penolakan yang mungkin ia terima nanti membuat dirinya ingin berbalik pergi.
Yeri datang seorang diri ke rumah sakit yang diberitahukan Jisoo. Di mana saat ini seseorang yang begitu berharga di hidupnya, sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja. Yeri sempat mendengar mengenai kondisi Ibunya dari Jisoo. Hal itu tentu membuatnya sesak, bahkan lebih sesak dari setiap ucapan tajam yang dulu pernah di lontarkan Ibu kandungnya itu.
Tangan Yeri terulur memegang knop pintu, membuang jauh-jauh keraguannya dan memilih masuk perlahan. Pemandangan pertama yang ia lihat, seorang wanita tengah terbaring lemah di atas ranjang. Terlihat sebuah alat yang tidak Yeri tau apa namanya, terpasang menutupi hidung dan mulut Ibunya. Yang Yeri tau, itu untuk membatu Ibunya bernafas.
Yeri berjalan perlahan mendekati bangsal seseorang yang tak lain adalah Irene, Ibu kandungnya. Tak ada siapapun di ruangan itu, Yeri tau jika Ayah dan juga saudarinya yang lain baru saja keluar. Itu lah mengapa ia berani masuk ke dalam ruang rawat Irene. Yeri menatap wajah Irene yang sangat pucat si balik masker oksigen. Mata Ibunya itu masih terpejam, entah tidur atau bagaimana Yeri tidak mengerti.
Yeri memberanikan diri untuk menggenggam tangan Irene yang terbebas dari infus, tubuh Ibunya terlihat lebih kurus dari sebelum ia pergi. Menggenggam erat tangan Ibunya yang terasa dingin, tanpa sadar air matanya jatuh. Melihat Ibunya seperti ini membuat hatinya sangat sakit.
Satu bulan lebih Yeri meninggalkan rumah, ia tidak pernah tau hal apa saja yang menimpa keluarganya. Selama ia pergi ia tak pernah mencari tau tentang keluarganya. Yeri pikir keluarganya sudah lebih baik tanpa ada perusak kebahagiaan seperti dirinya. Waktu itu Lisa sempat bercerita tentang Joy. Kakak ketiganya yang bersekolah dengan menggunakan tongkat peyangga. Dan perasaan khawatirnya saat itu muncul kala Lisa mengatakan jika Joy baru saja jatuh dari tangga.
Entah sejak kapan, Joy dan Lisa menjadi teman. Tapi Lisa tak pernah bercerita mengenai Yeri pada Joy, itu juga atas permintaan Yeri. Yeri berpesan pada kakak angkatnya untuk tidak mengatakan apapun jika Joy dan yang lain menanyakannya.
Kemarin Joy, dan sekarang Mommynya. Tentu Yeri tidak pernah ingin melihat keluarga kandungnya tersakiti. Meski kenyataannya dirinya lah yang terus tersakiti. Tidak, Yeri tidak benci. Bahkan berkali-kali hatinya menerima luka, tak sedikitpun ia membenci keluarganya.
Yeri melihat Irene seperti akan membuka mata, sontak hal itu membuat Yeri langsung beranjak. Tapi sebuah tangan langsung menahan lengannya, Yeri menoleh.
Irene belum sepenuhnya membuka mata, tapi tangan kanannya berusaha menahan lengan Yeri. Berusaha menatap seseorang yang kini juga sedang menatap matanya. Pandangan Irene sedikit buram, tapi ia tak akan salah lihat. Seorang gadis yang sudah sejak lama ia cari keberadaannya, kini sedang berdiri di hadapannya. Tangan kiri Irene perlahan melepas maskes oksigen di mulutnya, mencoba memanggil nama anak yang dulu pernah ia sia-siakan.
"Kim Ye...rim." panggil Irene nyaris berbisik. Matanya tak lepas dari mata Yeri.
Yeri mencoba melepas tangan Irene dari lengannya. Kembali beranjak untuk segera pergi dari tempat itu. Tenaga Irene yang masih sangat lemas membuat tangannya terlepas dari lengan Yeri. Melihat Yeri akan pergi, Irene mencoba mengeluarkan suara. Berusaha menahan putri bungsunya untuk tidak meninggalkannya lagi.
"Yerim... jangan pergi." ucap Irene sangat lirih. Entah apa yang terjadi pada dirinya hingga untuk sekedar berbicara ia sangat kesusahan.
Yerim kembali menoleh, menatap Ibunya yang mulai kesulitan bernafas. Yeri yang melihat itu langsung memasangkan kembali masker oksigen pada mulut Irene.
![](https://img.wattpad.com/cover/230240028-288-k784062.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
PROMISE
FanfictionTentang janji yang pernah terucap. Namun tak satupun dari mereka menepatinya. "Bukankah sudah ku bilang, jadilah seperti saudaramu yang lain, yang bisa membanggakan keluarga." Kim Joohyun. "Lupakan ucapan ku yang dulu, aku menyesal pernah mengataka...