Yeri duduk di atas ranjangnya, hari ini adalah weekend. Jika semua orang akan memilih menghabiskan waktu dengan anggota keluarganya, tapi tidak untuk Yeri. Ia memilih berdiam diri di kamar. Yeri menatap kotak persegi yang ia letakkan di atas meja. Saat Lisa memberikan benda canggih itu pada Yeri, ia belum sama sekali membukanya. Yeri meraih kotak tersebut, ia membukanya perlahan. Modelnya saja sudah bisa Yeri tebak jika ponsel yang Lisa belikan bukan harga yang murah. Yeri benar-benar di buat heran dengan sahabatnya itu.
Saat sudah mengaktifkannya, Yeri di buat terkejut karna tiba-tiba sebuah panggilan masuk tertera dilayar ponsel. Bahkan ia baru saja mengaktifkannya, kenapa bisa ada yang langsung menelpon, terlebih ia tidak mengenal nomor yang menelponnya. Yeri menggeser tanda hijau di layar.
"Kenapa kau lama sekali! Sedari tadi aku menelponmu dan nomormu belum terdaftar!"
Yeri sedikit menjauhkan ponsel itu dari telinganya. Ia sudah tau pemilik suara melengking yang tiba-tiba masuk ke gendang telingannya.
"A-a-ku be-be-lum se-sem-pat me-meng-a-ak-tif-k-kan-nya." jawab Yeri. Sudah Yeri duga Lisa akan kembali mengocehinya, berbicara dari A sampai Z, membuat telinga Yeri terasa panas. Biarpun begitu, Yeri sangat bersyukur memiliki sahabat seperti Lisa. Dia satu-satunya orang yang mau dekat dengannya. Disaat semua keluarganya tak memperdulikan keberadaan Yeri, justru Lisa dan keluarganya sangat baik pada Yeri.
Saat pertama kali Lisa mengajak Yeri ke rumahnya. Yeri sempat bertemu dan berkenalan dengan anggota keluarga Lisa yang lain. Orang tua Lisa sangat baik pada Yeri, begitu pula dengan Jisoo, kakak sulung Lisa. Ada rasa iri dalam diri Yeri melihat keharmonisan keluarga Lisa. Bahkan mereka tak pernah memandang orang lain dari penampilan maupun status sosialnya. Seandainya keluarga Yeri juga seperti itu.
"Kau tidak sedang bersama keluargamu Yer? Ini kan hari libur."
Yeri tersadar dari lamunannya saat teringat ia masih terhubung dengan Lisa.
"Ee me-me-re-ka se-se-dang si-si-buk."
Yeri tidak berbohong. Keluarganya memang sedang sibuk berkumpul bersama, Daddy nya baru saja pulang. Tentu mereka sedang menikmati kebersamaan, tanpa Yeri.
Yeri mengakhiri panggilannya saat Lisa berkata ia akan keluar bersama keluarganya. Lisa bilang ia ingin menghabiskan waktu weekend bersama keluarganya, mengingat mereka selalu sibuk dengan kegiatan masing masing.
Ah Lisa memang sangat beruntung terlahir di tengah keluarga yang begitu menyayanginya, tidak seperti Yeri.
Tok tok tok
Yeri mendengar pintu kamarnya diketuk, ia bergegas membukanya. Yeri terkejut melihat seseorang berdiri di depan pintu kamarnya. Joy datang dengan satu kotak ditangannya yang entah apa isinya. Joy memberikan kotak itu pada Yeri.
"Daddy belikan dua kotak coklat, satu untukmu." ucap Joy. Nada bicaranya masih terdengar datar.
Yeri masih tidak percaya dengan apa yang di lihatnya. Perlahan tangannya menerima pemberian Joy tersebut. Masih dengan wajah terkejutnya, ini pertama kalinya Joy menghampiri Yeri.Tanpa menunggu lama Joy langsung pergi dari hadapan Yeri.
Yeri menatap kotak coklat tersebut lalu berganti menatap kepergian Joy. Ia merasa seperti sedang bermimpi. Apa yang terjadi dengan salah satu kakaknya itu. Kemarin ia sempat memergokinya berdiri tak jauh dari kamarnya, dan sekarang Joy datang menghampiri dirinya.......
Yeri meminta izin kepada Sandara untuk pergi keluar. Ia bosan berada di rumah, ia berniat pergi ke salah satu toko buku yang tak jauh dari rumahnya. Yeri mulai menyukai hobi barunya, menghabiskan sebagian waktunya untuk membaca buku. Ia jadi ingat dulu ia termasuk anak yang lambat dalam membaca, membuatnya tak henti di ejek oleh teman-temannya. Dulu ia berusaha keras agar bisa seperti teman-temannya yang lain. Meski Yeri mengalami kesulitan saat berbicara, tapi ia mampu menangkap isi buku yang ia baca.
KAMU SEDANG MEMBACA
PROMISE
FanfictionTentang janji yang pernah terucap. Namun tak satupun dari mereka menepatinya. "Bukankah sudah ku bilang, jadilah seperti saudaramu yang lain, yang bisa membanggakan keluarga." Kim Joohyun. "Lupakan ucapan ku yang dulu, aku menyesal pernah mengataka...