"Kami sedang menunggu donor jantung yang cocok untuk Joy." ucap Irene seraya menatap Joy yang terlelap di bangsalnya.
Tiffany menatap iba pada gadis yang tak lain adalah salah satu kakak kandung Yeri. Mendengar ucapan Irene tentang kondisi Joy membuat hatinya ikut merasakan apa yang sahabatnya itu rasakan. Melihat salah satu putrinya sedang berjuang melawan maut, tentu bukan hal yang mudah bagi seorang Ibu seperti Irene.
Yeri hanya terdiam mendengar semua ungkapan Irene mengenai kondisi kakaknya. Yeri menahan diri agar dirinya tetap tenang, kenyataannya hatinya tidak bisa tenang saat tau sudah separah itu kakaknya sakit. Dan ia tidak tau sama sekali.
Yeri menatap ke arah Ibu kandungnya. Terlihat Tiffany mengusap lembut bahu Irene, mencoba menenangkan dan berusaha meyakinkan Irene bahwa semua akan kembali membaik.
Yeri melihat sang kakak mengerjapkan matanya, hal itu tentu langsung membuat Yeri berjalan mendekati bangsal Joy. Terlihat Joy sedang berusaha membiasakan pandangannya.
Mata mereka bertemu, Yeri menyambut kesadaran Joy dengan senyum manis ke arahnya.
"K-ka-kak su-su-dah ba-ba-ngun?"
Tanpa aba-aba Joy langsung bangkit dan memeluk tubuh Yeri. Yeri sedikit terkejut, namun langsung membalas pelukan sang kakak. Ia mengusap lembut punggung kakaknya.
"Kim Yerim..."
Yeri mengangguk di balik dekapan kakaknya. Tak terasa air matanya jatuh. Merasakan tubuh sayang kakak yang semakin kurus. Sangat berbeda dengan Joy yang dulu.
"Jangan pergi, aku mohon." lirih Joy. Ia semakin mengeratkan dekapannya di tubuh Yeri.
Tiffany mengalihkan pandangannya, menahan sesuatu yang akan jatuh dari pelupuk matanya. Donghae yang berada di sebelahnya hanya mengusap lembut bahu sang istri. Melihat pemandangan di hadapannya sudah pasti akan membuat siapa saja terharu. Terlebih kedua gadis itu dulu sempat tak saling dekat. Dan ketika keduanya mulai kembali dekat, ujian seperti tanpa henti menghampiri keduanya.
Lisa hanya duduk diam di sofa kamar rawat Joy. Sama halnya dengan sang Ibu, air mata Lisa sudah jatuh. Namun buru-buru ia menghapusnya. Dan ketakutannya kembali menghampiri kala mendengar permintaan Joy pada Yeri.
......
Dengan telaten Yeri menyuapi kakaknya. Joy tak berhenti menatap wajah Yeri, membuat sang empunya salah tingkah karna di tatap terus-menerus oleh sang kakak.
"K-ke-na-pa me-me-na-tap-ku te-te-rus k-kak?" ucap Yeri seraya menyelesaikan suapan terakhirnya pada Joy.
Saat ini mereka hanya berdua di kamar rawat Joy. Keluarga Hwang sudah pulang, membiarkan Yeri yang berniat menginap di rumah sakit untuk menemani Joy. Sedangkan keluarganya yang lain sedang keluar dengan urusan masing-masing.
"Memangnya kenapa? Kau tidak suka?"
Yeri gelagapan, mendengar nada bicara kakaknya yang seolah marah membuat Yeri takut.
"Bu-bu-kan be-be-gi-tu. Se-se-da-ri ta-ta-di ka-ka-kak me-me-na-tap-ku te-te-rus. A-a-pa a-a-da ya-yang sa-sa-lah de-de-ngan k-ku?"
Joy menggeleng. Tatapannya berubah sendu. Ia beralih menatap lurus ke depan.
"Bolehkah aku meminta sesuatu padamu?" ucap Joy tanpa menoleh ke arah Yeri.
"Temani aku di sisa waktu yang ku punya Kim Yerim."
Mendengar ucapan sang kakak membuat mata Yeri memanas, hatinya sesak kala kalimat menyedihkan itu keluar dari bibir kakaknya.
"Kau pasti sudah tau tentang kondisiku. Bukan karna apa-apa aku tidak memberitahumu. Aku hanya tidak ingin membuatmu ikut memikirkan ku. Aku juga tidak ingin kau mau dekat denganku hanya karna kasihan."
KAMU SEDANG MEMBACA
PROMISE
FanfictionTentang janji yang pernah terucap. Namun tak satupun dari mereka menepatinya. "Bukankah sudah ku bilang, jadilah seperti saudaramu yang lain, yang bisa membanggakan keluarga." Kim Joohyun. "Lupakan ucapan ku yang dulu, aku menyesal pernah mengataka...