Part 25

2.1K 247 17
                                    

Seulgi mendongakkan kepalanya saat sebuah tangan mengulurkan satu gelas cup berisi coklat hangat. Seulgi menatap gelas cup itu, lalu beralih menatap seseorang yang memberikannya.

"Coklat hangat bisa sedikit menenangkan pikiran."
Jennie tersenyum saat Seulgi menerima pemberiannya. Jennie ikut duduk di sebelah Seulgi. Saat ini keduanya sedang duduk tak jauh dari ruang ICU. Cukup lama mereka dalam keheningan. Hingga Jennie lebih dulu membuka suara.

"Bagaimana keadaan Joy?"

Seulgi terdiam sejenak. Menatap gelas cup di tangannya.

"Dia belum sadar." jawab Seulgi putus asa. Ini sudah hari ke empat Joy belum juga membuka matanya. Seolah mimpinya jauh lebih indah hingga dia enggan untuk bangun.

Jennie mengerti perasaan Seulgi saat ini. Ia sudah tau mengenai penyakit Joy. Bukan hal mudah untuk keluarganya menerima kenyataan bahwa salah satu anggota keluarganya sakit parah. Jennie mengusap bahu Seulgi, mencoba menenangkan sahabat yang sempat berseteru dengannya. Ia berkata pada Seulgi bahwa Joy pasti akan sadar sebentar lagi. Setidaknya hal itu bisa sedikit menenangkan hati Seulgi.

"Yeri... bagaimana?"

Seulgi tau perihal Yeri yang masih di rawat di rumah sakit. Dirinya sempat berniat untuk melihat Yeri. Tapi perasaan bersalahnya terlalu besar hingga dirinya merasa malu untuk sekedar bertatap muka dengan Yeri.

"Sudah lebih baik dari kemarin."

Seulgi mengangguk, hatinya lega mendengar kondisi adik bungsunya mulai membaik.

"Kau tak ingin melihatnya?"

Pertanyaan Jennie membuat Seulgi terdiam. Ia ingin, sangat ingin bertemu Yeri. Tapi ia takut kembali mendapat penolakan dari Yeri.

"Aku beberapa kali melihatmu di depan kamar rawat Yeri. Kenapa tidak masuk?"

Seulgi pernah mendatangi kamar rawat Yeri. Tapi dirinya tak punya keberanian untuk menemuinya. Ia takut jika kehadirannya akan membuat kondisi Yeri semakin memburuk. Seulgi menundukkan kepalanya, menyadari inilah buah hasil perbuatannya dulu. Ia harus merasakan penyesalan yang begitu besar terhadap Yeri.

"Temuilah. Dia juga pasti sangat merindukanmu."
Jennie beranjak setelah mengucapkan kalimat itu, meninggalkan Seulgi yang terus menatap kepergiannya.

Seulgi menatap pintu kamar rawat di hadapannya. Tangannya perlahan memegang knop pintu, namun ia lepas kembali. Beberapa kali Seulgi menarik nafas, berusaha mengumpulkan keberanian untuk menemui seseorang di dalam sana.

Klek

Semua mata tertuju padanya. Hanya ada Jennie dan Lisa, juga Yeri tentunya.

Jennie beranjak untuk menghampiri Seulgi yang masih berdiri di depan pintu.

"Yeri sedang tidur, apa kau bisa menemaninya? Lisa dan aku akan pergi ke kantin rumah sakit."

Seulgi perlahan mengangguk. Jennie langsung menarik tangan Lisa untuk ia ajak keluar dari kamar Yeri. Sebenarnya pergi ke kantin hanya alasan Jennie agar Seulgi memiliki waktu berdua dengan Yeri.

Seulgi menarik kursi lalu duduk di sebelah bangsal Yeri. Ia menatap wajah damai adik bungsunya yang tengah tidur. Seulgi mendongakkan kepalanya menahan sesuatu yang akan jatuh dari pelupuk matanya. Akhir-akhir ini ia mudah sekali menangis. Mengingat kehidupannya yang dulu dengan sekarang, dan di titik inilah Seulgi tak tau harus berbuat apa. Sedih, menyesal, menangis, hanya itu yang mampu ia lakukan.

Seulgi menundukkan kepalanya. Sekuat apapun ia menahan air matanya agar tidak jatuh, nyatanya ia tak mampu. Pertahanan Seulgi runtuh, dirinya terisak hebat.

PROMISETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang