Part 22

2.2K 275 21
                                    

Bukankah semua orang berhak mendapat kesempatan kedua?

Joy berdiri di balkon kamarnya, menatap langit malam yang menurutnya sangat indah. Tapi tak seindah suasana hatinya saat ini. Terhitung sudah enam bulan lamanya, Joy dan keluarganya belum berhasil membawa Yeri kembali. Beberapa kali mereka mendatangi Yeri, dan Yeri tetap sama. Selalu menatap takut pada keluarga kandungnya sendiri. Berusaha meminta maaf dan membujuk Yeri untuk kembali, dan selalu berakhir dengan perdebatan antara keluarga Joy dengan keluarga Lisa.

Joy mengeratkan sweater yang ia kenakan saat dinginnya malam mulai menembus kulitnya. Jika Mommynya tau, sudah pasti dirinya akan mendapat omelan sang Ibu karna berada di luar rumah saat jam menunjukkan waktu malam. Entahlah akhir-akhir ini orang tua serta kedua kakaknya menjadi overprotektif padanya. Bahkan sekarang aktivitasnya sedikit di batasi.

"Apa yang kau lakukan malam-malam begini Joy?"

Joy tersentak, ia sangat mengenal pemilik suara itu. Menoleh ke arah sang Mommy yang Joy yakin siap untuk mengomelinya.

"Mommy kan sudah bilang jangan..."

"Aku bosan Mom." ucap Joy memotong ucapan Mommynya.

Irene mengurungkan niatnya untuk menegur Joy saat melihat raut wajah anaknya yang berubah. Terlihat kesedihan di mata putri ketiganya itu.

"Mommy tidak ingin kondisi mu kembali menurun."
Irene berdiri di sebelah Joy, mengusap lembut surai hitam anaknya.

Joy menatap sang Mommy, terlihat kekhawatiran di wajah Ibu empat anak itu. Joy sangat tidak nyaman dengan sikap berlebihan Mommynya.

"Mom, bisakah untuk tidak berlebihan padaku. Aku baik-baik saja Mom. Aku sehat."
Joy sedikit meninggikan suaranya. Membuat Irene terkejut.

"Joy, kau tau sekarang..."

"Iya aku tau. Tapi cukup untuk tidak bersikap berlebihan padaku Mom. Aku ingin melakukan semua yang ingin aku lakukan. Tapi Mommy selalu membatasinya."
Tanpa sadar ucapan Joy sedikit melukai hati Mommynya.

Irene menghembuskan nafas lelah. Dirinya baru saja pulang dari rumah sakit. Dan sekarang harus menghadapi sifat keras kepala Joy. Irene tidak bermaksud membuat Joy merasa terkekang, ia hanya tidak ingin Joy kelelahan dan berimbas pada kondisi tubuhnya. Harusnya Joy mengerti mengapa Ibunya bersikap overprotektif padanya.

"Baiklah, Mommy tidak akan membatasinya lagi. Lakukan semua yang ingin kau lakukan."
Irene beranjak pergi dari hadapan Joy. Membuat Joy menatapnya dengan tatapan yang sulit di artikan.

Joy menatap kepergian Ibunya. Apakah Mommynya marah? Apa dirinya baru saja salah bicara?

Irene melepas jas kebanggaannya, berjalan memasuki kamarnya. Irene mendudukan dirinya di pinggiran ranjang. Memijit pelipisnya yang sedikit berdenyut. Kehidupannya akhir-akhir ini benar-benar melelahkan. Masalah demi masalah seolah terus menghampiri keluarganya. Belum selesai tentang Yeri, kini dirinya harus di hadapkan dengan kenyataan salah satu putrinya yang sakit. Membuatnya tak bisa berlama-lama meninggalkan rumah terlebih jika putrinya hanya sendirian.

Hari ini dirinya tidak fokus bekerja karna memikirkan Joy. Saat tadi pekerjaannya sudah selesai, ia langsung bergegas pulang. Melangkah menuju kamar putri ketiganya untuk memastikan Joy dalam keadaan baik-baik saja. Namun kekhawatirannya malah membuat Joy merasa dirinya berlebihan. Joy sama sekali tidak mengerti maksud dari sikap Mommynya itu.

"Kau sudah pulang?" tanya Suho saat dirinya membuka pintu kamar dan mendapati Irene.

"Joy sedang di balkon. Ajak dia masuk, angin malam tidak baik untuk kesehatannya."
Setelah mengucapkan itu, Irene berjalan menuju kamar mandi.

PROMISETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang