Joy meringkuk di atas tempat tidur. Tangannya mencengkram kuat dada sebelah kirinya. Jam menunjukkan pukul 00:30 WIB. Sebenarnya tadi Joy sudah terlelap. Namun rasa sesak serta nyeri tiba-tiba menghinggapi dadanya. Alhasil ia harus terbangun tengah malam, merasakan sakit yang luar biasa menghujami dadanya. Keringat dingin terlihat membanjiri wajah Joy.
Joy menahan diri agar tidak berteriak, ia tidak ingin penghuni rumah tau dirinya yang sedang kesakitan. Joy berusaha bangkit, tangannya mencoba meraih tas di meja samping tempat tidurnya. Mencari tabung kecil berisi obat yang biasa ia konsumsi. Ia ingat benda itu ia simpan di dalam tasnya.
Irene terlihat duduk di meja dapur. Ia terbangun saat merasa tenggorokannya kering. Wanita itu memijit pelipisnya yang sedikit berdenyut. Sudah dua hari ia mendiamkan anak ketiganya. Bukan tanpa alasan, menurutnya Joy sudah keterlaluan. Menyepelekan kekhawatiran seorang Ibu terhadap anaknya. Mengapa Joy sama sekali tak mengerti betapa cemasnya Irene saat Joy pergi tanpa satu orang pun tau.
Irene menghela nafas. Ia tidak mungkin mendiamkan Joy terus menerus, ia tidak tega melihat wajah sedih anaknya karna terus ia diamkan. Irene beranjak dari duduknya, berjalan perlahan menaiki anak tangga. Tentu itu bukan arah menuju kamarnya, pasalnya kamar Irene dan Suho berada di lantai satu. Tujuannya adalah pergi ke kamar masing-masing anaknya.
Saat sudah tiba di lantai dua, Irene menghentikan langkahnya ketika mendengar suara benda jatuh dari kamar Joy. Kamar putri ketiganya itu tepat di hadapan tangga. Irene yang tadinya ingin lebih dulu ke kamar Seulgi langsung membatalkan niatnya.
Uhuk~
Suara itu berasal dari kamar Joy. Irene bergegas mendekati pintu kamar Joy, tangannya langsung memegang knop pintu lalu membukanya. Irene melebarkan matanya saat melihat pemandangan Joy yang terlihat kesakitan. Joy meringkuk di atas lantai, terlihat obat Joy berceceran di sekitar tubuhnya. Joy berniat meminum obat itu, tapi karna tak kuat menahan sakit ia tak sengaja menjatuhkannya.
Irene berlari membabi buat, menghampiri tubuh putrinya yang basah karna keringat. Irene dapat melihat dengan jelas bagaimana putrinya itu sangat kesakitan. Nafas Joy terdengar sangat berat, membuat air mata Irene jatuh begitu saja.
"Joy, kau dengar Mommy!"
ucap Irene panik saat Joy tak merespon panggilannya."Sayang tetap sadar seperti ini. Jangan tutup matamu."
Air matanya semakin deras, melihat Joy kesulitan bernafas."Suho! Suho!"
Irene panik, ia tak bisa berpikir jernih. Yang bisa ia lakukan hanya berteriak, tak lama Suho datang menghampirinya.
"Apa yang terjadi? Joy kenapa?"
Suho ikut panik melihat Joy berada dalam dekapan Irene.
"Bantu aku mengangkatnya ke tempat tidur."
Dengan segera Suho mengangkat tubuh putrinya. Irene terlihat mengeluarkan tabung oksigen yang sengaja ia simpan di bawah tempat tidur Joy. Dengan tangan bergetar, Irene mulai memasangkan masker oksigen pada Joy. Menuntun Joy agar mengambil nafas perlahan. Suho mengusap peluh yang terus mengalir di wajah anaknya.
"Atur nafasmu perlahan." ucapnya dengan suara bergetar. Ia benar-benar kalut melihat Joy yang kembali kambuh.
"Aku akan menghubungi Dokter Sowon."
Suho bergegas keluar untuk mengambil ponselnya. Bersamaan dengan itu, Seulgi dan Wendy masuk dengan wajah cemas."Mom, Joy kenapa?"
Wendy menatap Joy yang masih terlihat kesulitan bernafas.Irene tidak menjawab pertanyaan Wendy, fokusnya saat ini hanya pada Joy.
Joy menoleh ke arah Ibunya, dapat ia lihat dengan jelas air mata Ibunya yang mengalir. Joy kesal, lagi-lagi ia membuat Ibunya cemas.
......
KAMU SEDANG MEMBACA
PROMISE
FanfictionTentang janji yang pernah terucap. Namun tak satupun dari mereka menepatinya. "Bukankah sudah ku bilang, jadilah seperti saudaramu yang lain, yang bisa membanggakan keluarga." Kim Joohyun. "Lupakan ucapan ku yang dulu, aku menyesal pernah mengataka...