[Eps.43]

2.7K 422 90
                                    

Adzan pembuka subuh yang berkumandang seketika membuatku terjaga. Aku mengerjapkan mata berkali-kali sebagai upaya mengumpulkan kesadaran. Saat akhirnya jiwaku sudah kembali sepenuhnya ke dalam raga, kuangkat tangan kiriku yang masih tertutup selimut untuk memastikan bahwa apa yang terjadi tadi malam bukanlah mimpi belaka.

Aku tanpa sadar tersenyum saat mendapati benda cantik itu benar-benar tersemat di jari manisku. Jari yang sebelumnya tidak pernah terpasang perhiasan apapun. Jari yang menurut penjelasan Mama adalah jari dengan pembuluh darah yang berhubungan langsung dengan jantung dan mampu dijadikan penjelas bahwa seseorang yang mengenakannya berada dalam suatu hubungan serius.

Serius.

Satu kata yang selalu menggambarkan sosok Mas Juna sejak pertama kali memasuki kehidupanku. Satu kata yang pada awalnya membuatku gugup luar biasa tapi tanpa diduga ternyata membuatku menjadi sebahagia sekarang.

Keseriusan Mas Juna membuat semua hal yang semula hanya terlihat sebagai angan-angan perlahan menjadi nyata.

Keseriusan Mas Juna membuat semua hal yang semula hanya terlihat sebagai angan-angan perlahan menjadi nyata

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pukul 06.00, aku akhirnya keluar dari kamar. Kulongok sedikit kamar Mbak Saras-kakak semata wayang Mas Juna-yang Ibu atur untuk ditempati oleh Mas Juna sejak kamis lalu aku menempati kamarnya. Tapi ternyata sang penghuni sudah tidak ada di kamar tersebut.

Aku pun kembali melanjutkan langkah untuk menuruni tangga karena sayup-sayup aku mendengar suara Ibu dan Mas Juna bercakap-cakap di lantai bawah. Saat akhirnya aku sampai di lantai bawah, kulihat Ibu tengah memeluk Mas Juna yang berdiri membelakangi aku.

Detik itu juga aku tahu apa yang sudah dikatakan Mas Juna pada Ibu.

Aku baru saja akan melangkah kembali ke atas-khawatir mengganggu momen yang sedang berlangsung-ketika ternyata Ayah keluar dari kamar yang tepat berada di depan anak tangga terbawah.

"Kok naik lagi?"

Aku pun kembali memutar tubuh dan tersenyum canggung saat kulihat Ibu dan Mas Juna sudah melepaskan pelukan mereka. Belum sempat aku menjawab pertanyaan Ayah, Ibu sudah berlari kecil menghampiri dan memelukku.

Tanpa bicara, aku dapat memahami apa yang ingin Ibu katakan dari caranya mendekapku. Caranya mengelus-elus punggungku lembut membuatku sadar kalau aku tidak akan mungkin mendapatkan cinta sebanyak ini dari orang lain, dari keluarga lain, selain keluarga Mas Juna.

 Caranya mengelus-elus punggungku lembut membuatku sadar kalau aku tidak akan mungkin mendapatkan cinta sebanyak ini dari orang lain, dari keluarga lain, selain keluarga Mas Juna

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dear, You.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang