[Eps.38]

2.5K 424 241
                                    

Aku, Wira dan Dias menatap sosok perempuan yang baru saja keluar dari ruangan Mas Satya dengan pandangan terkejut luar biasa. Pasalnya, perempuan yang kini berdiri di tengah-tengah Mas Satya juga Mas Brian itu memiliki wajah yang sangat mirip dengan Mbak Kinar. Bahkan kalau saja perempuan itu bersurai panjang, mungkin kami bertiga akan menyangka dia adalah istri Mas Satya saat perempuan itu datang setengah jam lalu.

"Guys, kenalin ini Amyra, markom kita yang baru."

Informasi yang diberikan Mas Satya langsung disambut gegap gempita oleh kami bertiga yang tanpa sadar langsung berdiri dan bertepuk tangan.

"Welcome, Amyra!" seruku seraya mengulurkan tangan karena posisiku sangat dekat dengan posisi Amyra berdiri. "Gue Mala."

"Panggil Rara aja, Mbak," jawab perempuan itu setelah menyambut uluran tanganku.

"Gue pikir bini lo, Bang!" celetuk Wira yang membuat kami semua tertawa, kecuali Amyra, maksudku, Rara.

Aku menepuk bahu Rara pelan. "Lo mirip banget sama istrinya Mas Satya."

"Sumpah?!?" Rara sendiri terkejut bukan main mendengar ucapanku.

Aku dan semua orang mengangguk-anggukan kepala, tanpa terkecuali Mas Satya.

"Kinar kalo tau pasti kaget dan ngakak juga, sih," komentar Mas Satya. "Kapan-kapan lo pasti bakal ketemu sama istri gue, Ra."

Rara mengangguk santai. "Cannot wait to meet my doppelganger."

"Hamdalah, akhirnya gue bukan cewek sendirian lagi di sini." Aku mengucap syukur dengan kedua tangan menangkup di depan wajah.

Mas Satya terkekeh. "Yang harus bilang hamdalah lagi Dias, nih. Soalnya Rara lebih muda dari dia."

"ALHAMDULILLAH, YA ALLAH!!!" Dias yang semula hanya berdiri di samping kursinya seketika berseru nyaring kemudian berjalan cepat menghampiri Rara. "Gue Dias, yang berarti harus lo panggil 'Mas Dias'."

Satu keplakan dari Wira mendarat di bagian belakang kepala Dias.  "Kamana atuh Mas Dias?!?"

"Daripada gue minta dipanggil Akang?"

"Oh, kalo minta dipanggil gitu gue yang akan menolak, sih," jawab Rara sambil tersenyum masam, mungkin dia merasa geli sendiri kalau harus memanggil orang dengan panggilan tersebut.

"Gue Wira." Giliran Wira yang memperkenalkan diri. "Eh, berarti Bang Brian udah bisa kembali ke habitatnya, dong?"

Tanpa disangka, telunjuk Mas Brian mengacung dan bergerak ke kanan dan ke kiri. "Tidak semudah itu, Ferguso. Gue tetep di sini, sebagai markom senior. Rara kan masih junior. Fresh graduate dia."

"Betah banget sih di sini, Mas?" kataku sambil geleng-geleng kepala melihat kelakuan Mas Brian yang seolah enggan sekali beranjak dari tim marketing ini.

"Nggak tau, nih. Kalian bikin nyaman soalnya."

"NAJIS!" umpat Mas Satya yang membuat kami semua seketika tergelak.

Tapi Mas Brian malah merangkul lelaki yang postur tubuhnya menjadi sedikit lebih melebar setelah menikah itu dengan akrab. "Najis, najis. Lo yang paling betah temenan sama gue, ya. Inget-inget coba kita temenan dari kapan dan ternyata tidak ada yang bisa memisahkan."

Dear, You.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang