Kehadiran Mas Juna di kamar cukup mengejutkan aku yang baru saja keluar dari kamar mandi. Lelaki itu tengah berdiri di depan rak bukunya sembari bersenandung kecil, sepertinya dia tidak menyadari aku yang sudah berjalan mendekatinya dengan hati-hati.
"Cari apa?" tanyaku pelan seraya melingkarkan tanganku dari balik punggungnya. Kurasakan dia terlonjak sesaat sebelum akhirnya menyambut tanganku yang sudah melingkar di perutnya.
"Bisa ya kamu muncul nggak pake suara gitu?" Mas Juna sedikit menoleh. "Abis sikat gigi?"
Aku mengangguk sambil tersenyum saat Mas Juna mengelus pipiku pelan. "Kan katanya waktu itu kamu bisa suka aku karena tiba-tiba muncul di hidup kamu?"
Mas Juna tergelak kemudian memutar tubuhnya sehingga kini benar-benar menghadap padaku. "Saya nggak pernah bilang gitu, ya. Saya bilang, saya jadi nggak punya perhitungan sejak ada kamu," jelasnya sambil mengusap pelan hidungku dengan hidungnya.
"Kamu cari apaan?" ulangku.
"Cariin kamu, taunya lagi di kamar mandi."
Kucubit perutnya pelan yang membuat lelaki itu kembali tergelak. "Serius, ih!"
"Serius, Sayang," jawabnya sambil menoleh ke arah nakas. "Eh, tadi pas saya masuk, HP kamu bunyi."
Aku melirik benda elektronik yang tadi kusimpan di nakas samping tempat tidur itu sekilas.
"Udah jam segini mah kayaknya chat Wira atau Dias, Mas," jawabku sambil lalu.
Mas Juna tahu-tahu menggeleng. "Bukan, Sayang. Tadi saya liat sih telepon dari Jae."
Tubuhku seketika mengunci.
Siapa katanya?
"Kok kaget gitu, hmm...?" Lagi, Mas Juna membelai pipiku lembut.
"Hah? Ngg... Nggak. Eh, ya kaget, sih. Soalnya aneh aja, ngapain nelepon jam segini."
"Ya udah, sana telepon balik."
Aku menggeleng. "Biarin aja, Mas. Bisa besok lagi, udah malem," jawabku enggan.
"Telepon balik, Sayang. Justru karena nelepon jam segini, takutnya penting."
"Kenapa tadi nggak kamu angkat aja coba?" Tanpa sadar, aku mengomel.
"Lha? HP-nya kan HP kamu. Privasi kamu, dong. Waktu saya nyariin kontak Mas Rio sama kontak Mama kamu di rumah sakit aja saya masih nggak enak hati sama kamu sampe sekarang. Ini pake angkat telepon orang segala." Mas Juna terkekeh pelan. "Udah sana telepon balik," titahnya pelan.
Aku menghela napas panjang sebelum akhirnya berjalan gontai untuk mengambil ponsel. Aku masih menimbang-nimbang keputusanku ketika kulihat Mas Juna berjalan untuk meninggalkan kamar.
"Kamu mau ke mana?" sergahku langsung yang membuat Mas Juna menghentikan langkah. Kutepuk tempat kosong di samping posisiku duduk di tempat tidur. "Katanya tadi nyariin aku."
"Saya ambil minum dulu nanti balik lagi. Posesif banget, sih?" candanya sambil berjalan keluar tanpa menunggu jawabanku.
Untuk beberapa saat, aku masih memandangi ponselku yang memperlihatkan satu notifikasi panggilan tidak terjawab dengan nama kontak kamu yang tertera di layar.
Menit kelima, akhirnya kuputuskan untuk menekan gambar gagang telepon di nama kontakmu dan mendekatkan ponselku ke telinga.
"Ada apa, Mas?" tembakku satu detik setelah sambungan telepon itu kamu terima.
"Belum tidur, La?"
Ada perasaan ganjil yang kurasakan ketika mendengar kembali suaramu yang sudah lama tidak aku dengar. Suara yang dulu selalu terdengar lembut dan membuatku rasanya sanggup merelakan apapun asalkan bisa mendengarnya sebagai pengantar tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, You.
RomanceKisah tentang Nirmala, Jaevier, dan Arjuna yang terjebak dalam segitiga cinta tak kasat mata. Sampai akhirnya mereka menyadari bahwa sebesar apapun kasih sayang dan sekuat apapun ikatan cinta yang dimiliki tidak akan cukup untuk mempertahankan hubun...